Kematian George Floyd karena Diinjak Polisi Disebut Rasisme oleh Selebriti dan Pengunjuk Rasa di AS
Ribuan orang membanjiri jalanan Minneapolis di negara bagian Minnesota, AS untuk berunjuk rasa perihal insiden kematian George Floyd.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Ribuan orang membanjiri jalanan Minneapolis di negara bagian Minnesota, Amerika Serikat (AS) untuk berunjuk rasa perihal insiden kematian George Floyd.
George Floyd merupakan pria keturunan Afrika-Amerika yang meninggal pada 25 Mei 2020 lalu diduga karena kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian.
Kejadian kematian George Floyd terekam dalam sebuah video viral yang dirinya merintih tak bisa bernapas karena lehernya diinjak seorang polisi.
Namun, polisi yang menginjak George Floyd tak segera mengangkat kakinya hingga Floyd dinyatakan meninggal dunia.
Baca: George Floyd yang Tewas Diinjak Petugas Adalah Sosok Penyayang, Keluarga hingga Pemain NBA Geram
Baca: George Floyd Tewas setelah Lehernya Diinjak Polisi, 4 Orang Dipecat, Kekerasan Picu Kemarahan Warga
Tidak butuh waktu lama kejadian menyedihkan ini menimbulkan kemarahan besar bagi warga setempat.
Dalam aksinya, para pengunjuk rasa meneriakkan kata-kata terakhir Floyd pada video yang tersebar Selasa (26/5/2020) lalu itu.
"Saya tidak bisa bernapas," rintih Floyd yang ditirukan massa sebagaimana dikutip dari Anadolu Agency.
"Itu bisa saja saya," teriak para pendemo ini.
Mereka menuntut agar kasus ini diusut hingga keempat polisi terkait mendapat hukuman setimpal.
Protes massa berubah menjadi kerusuhan setelah para pengunjuk rasa mengepung kantor Kepolisian Minneapolis (MPD) ke-3.
Massa merusak jendela bangunan hingga kendaraan polisi bahkan melakukan vandalisme.
"Ini benar-benar jelek," kata seorang pengunjuk rasa sebagaimana dilaporkan CBS.
"Polisi harus mengerti bahwa ini adalah iklim yang mereka ciptakan," tambahnya.
Menanggapi aksi liar massa, polisi menyemprotkan gas air mata dan beberapa upaya pertahanan.
Banyak politisi dan selebritas di Amerika yang mengecam insiden itu melalui Twitter.
Mereka menyebutnya 'rasisme dan kebrutalan polisi'.
Wali Kota Minneapolis, Jacob Frey menyerukan dakwaan terhadap petugas polisi kulit putih yang menginjak leher Floyd.
"Mengapa orang yang membunuh George Floyd tidak ada di penjara?" katanya pada konferensi pers Rabu (27/5/2020) lalu.
"Jika kamu melakukannya, atau aku telah melakukannya, kita akan berada di balik jeruji sekarang," tambahnya.
Wali Kota Minneapolis tidak merinci apa yang seharusnya menjadi dakwaan tetapi mengatakan bahwa tekadnya didasarkan pada video dari insiden tersebut.
Pada video yang terekam, leher Floyd terjepit antara lutut petugas dengan tanah dan berkali-kali memohon.
"Aku tidak bisa bernapas," rintihnya.
Setidaknya selama empat menit dia mengatakan itu namun petugas yang menginjaknya tidak bergeming.
Terlihat tiga petugas lainnya sedang memborgol pria 46 tahun itu.
Tak lama kemudian, Floyd tampaknya kehilangan kesadaran, tetapi petugas mempertahankan posisinya itu.
Denyut nadinya diperiksa sekitar tiga menit setelah dia berhenti bicara.
Baca: Floyd Mayweather Jr Bisa Memukul KO Conor McGregor Jika Mau kata Jeff Mayweather
Baca: Huawei Disebut Keluarkan Permintaan Pasokan Chip ke Samsung Demi Bertahan dari Tekanan AS
Sementara polisi itu terus menekan lututnya di leher Floyd, tetapi tidak jelas dari video apa penilaian pada saat itu.
Floyd kemudian dimasukkan ke tandu dan dipindahkan ke ambulans.
Polisi mengatakan Floyd melawan secara fisik ketika aparat melakukan penangkapan padanya.
Penangkapan ini kabarnya dilakukan karena sebuah kasus penipuan yang sedang digarap polisi.
Namun di video yang beredar tidak menunjukkan penyebab Floyd hingga dipaksa tengkurap di tanah.
Departemen kepolisian setempat mengatakan sudah menyerahkan penyelidikan kematian Floyd ke FBI danakan bekerja sama sepenuhnya dengan penyelidikan.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)