George Floyd Positif Covid-19, Hasil Autopsi Sebut Kemungkinan Dia Sebagai Carrier Virus
Melansir Kontan.co.id, Geoge Floyd dites positif virus corona berminggu-minggu sebelum kematiannya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, MINNEAPOLIS - Kematian warga Afrika-Amerika George Floyd disebut akibat ditindih oleh polisi menggunakan lutut.
Dia sempat mengatakan "saya tak bisa bernapas" saat ditindih hingga akhirnya meninggal dunia.
Baca: Pimpinan DPR Imbau WNI di AS Tak Ikut Demo Terkait George Floyd
Hasil autopsi lembaga independen pun mengatakan tidak hanya tindihan pada leher George Floyd saja, tetapi tindihan pada punggung George juga disebut sebagai pemicu kematian.
Namun baru-baru ini, beredar informasi baru terkait kematian George Floyd.
Melansir Kontan.co.id, Geoge Floyd dites positif virus corona berminggu-minggu sebelum kematiannya.
Melansir NBCNews, dokumen setebal 20 halaman yang dirilis oleh Kantor Pemeriksa Medis Kabupaten Hennepin mengatakan pengetesan yang dilakukan pada 3 April terhadap George Floyd positif untuk kode genetik virus, atau RNA.
Karena RNA itu dapat tetap berada dalam tubuh seseorang selama berminggu-minggu setelah penyakitnya hilang, otopsi mengatakan, tes positif kedua setelah kematiannya kemungkinan berarti bahwa George Floyd, 46 tahun, tidak menunjukkan gejala dari infeksi sebelumnya ketika dia meninggal pada 25 Mei.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS mengatakan tes RNA positif tidak selalu berarti virus itu menular.
Belum jelas apakah Floyd mengalami gejala pada awal tahun atau merupakan pembawa (carrier) yang tidak menunjukkan gejala.
Sebelumnya, Reuters memberitakan, dua orang dokter yang melakukan otopsi independen terkait kematian George Floyd mengatakan pada hari Senin ia meninggal karena sesak napas dan kematiannya adalah aksi pembunuhan.
Melansir Reuters, para dokter juga mengatakan George Floyd tidak memiliki kondisi medis dasar yang berkontribusi pada kematiannya.
Dijelaskan pula, ia kemungkinan meninggal sebelum dimasukkan ke dalam ambulans.
Hasil otopsi independen itu bertentangan dengan temuan awal otopsi resmi oleh Pemeriksa Medis Kabupaten Hennepin, yang dikutip dalam dokumen tuntutan pengadilan terhadap petugas polisi yang mendorong lututnya ke leher George Floyd selama beberapa menit.
Temuan awal itu mengatakan tidak ada bukti pencekikan traumatis.
Ia juga mengatakan penyakit arteri koroner dan hipertensi juga kemungkinan berkontribusi pada kematian George Floyd.
Laporan otopsi lengkap kabupaten belum dirilis. Kemudian pada hari Senin, pemeriksa medis menyatakan kematian George Floyd adalah pembunuhan.
"Buktinya konsisten dengan asfiksia mekanik sebagai penyebab kematian dan pembunuhan sebagai cara kematian," kata Dr. Allecia Wilson dari University of Michigan, salah satu dari dua dokter forensik yang melakukan otopsi independen, kepada Reuters.
Dalam video yang beredar viral, tampak George Floyd memohon untuk menyerah dan mengatakan berulang kali bahwa dia tidak bisa bernapas ketika seorang perwira polisi Derek Chauvin menjjepit leher George Floyd dengan kuat selama hampir sembilan menit.
Dua petugas lainnya menekan dengan lutut ke punggung George Floyd.
Baca: Mulai dari Eks Kepala Pentagon Hingga Pemuka Agama Kritik Keras Cara Trump Tangani Kerusuhan
Chauvin, yang berkulit putih dan telah dipecat dari departemen kepolisian Minneapolis, ditahan dengan tuduhan pembunuhan tingkat tiga pada pekan lalu.
Akan tetapi, Dr. Michael Baden, yang juga mengambil bagian dalam otopsi independen atas perintah keluarga George Floyd, mengatakan bahwa tindakan dua petugas lainnya juga menyebabkan George Floyd berhenti bernapas.
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Hasil otopsi: George Floyd terinfeksi virus corona