Dirjen Kesehatan Malaysia: Dexamethasone Miliki Efek Samping dan Komplikasi, Jangan Disalahgunakan
Kementerian Kesehatan Malaysia memberi peringatan akan efek samping Dexamethasone, obat yang menunjukkan hasil signifikan dalam menekan angka kematian
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Kesehatan Malaysia memberi peringatan akan efek samping Dexamethasone, obat yang menunjukkan hasil signifikan dalam menekan angka kematian akibat Covid-19.
Seperti yang dilansir Free Malaysia Today, Dirjen Kesehatan Noor Hisham meminta warga untuk tidak menggunakan Dexamethasone tanpa resep dokter.
Hal ini dikarenakan Dexamethasone memliki beberapa efek samping, termasuk kelemahan otot dan keropos tulang.
Noor Hisham mengatakan obat itu sebenarnya telah digunakan di Malaysia untuk mengobati penyakit lain, termasuk kanker.
Baca: Dr Noor Hisham Sebut Malaysia Masuki Fase Pemulihan, Meski Covid-19 Belum Mereda
"Dari hari pertama, kami telah menggunakan obat ini. Ini bukan sesuatu yang baru tetapi karena infeksi Covid-19, setiap hari ada pelajaran dan tantangan baru," ujarnya.
"Sekarang, kami memiliki bukti untuk menunjukkan bahwa obat itu manjur untuk pasien Kategori 5."
"Pasien Kategori 5 yaitu pasien yang memakai ventilator, sepertiga dari mereka menjalani pengobatan dan pulih karenanya," katanya.
Karena itu, bukti menunjukkan bahwa pasien yang sakit parah dapat menggunakan Dexamethasone.
"Namun demikian, kita harus berhati-hati dalam menggunakan obat ini karena memiliki efek samping dan komplikasinya," tambahnya.
Baca: Tak Boleh Sembarangan Dikonsumsi, Dokter Spesialis Paru: Dexamethasone untuk Pasien Covid-19 Kritis
Noor Hisham mengatakan bahwa kementerian telah menggunakan Dexamethasone dalam dosis 4mg dua atau tiga kali sehari selama maksimum lima hari dalam merawat pasien Kategori 4 dan 5 Covid-19.
Ia mengatakan uji klinis acak Dexamethasone di University of Oxford di Inggris menunjukkan obat itu membantu mengurangi peradangan.
Dexamethasone dapat mengurangi risiko kematian di antara pasien Covid-19 dengan kesulitan bernapas serius, terutama yang membutuhkan bantuan pernapasan.
Namun, data menunjukkan bahwa obat itu tidak membantu dalam pengobatan pasien Covid-19 dengan gejala ringan.
Mengenal Dexamethasone, Obat yang Tunjukkan Hasil Memuaskan untuk Obati Pasien Covid-19 Gejala Parah
Diberitakan sebelumnya, tim penelitian di Inggris telah menemukan bahwa obat yang murah dan beredar luas di pasaran, Dexamethasone (atau Deksametason), menunjukkan hasil yang memuaskan dalam meningkatkan angka keselamatan pasien Covid-19.
Dexamethasone, steroid umum yang biasanya digunakan untuk mengatasi inflamasi, disebut mampu menekan kematian hingga 1/3 dalam sebuah studi dengan 6000 pasien kondisi parah.
Lebih dari 2100 pasien menerima obat tersebut.
Pemerintah Inggris pun telah mengizinkan penggunaan Dexamethasone untuk pasien Covid-19.
Namun, belum diketahui pasti seberapa bermanfaatnya Dexamethasone bagi pasien dengan gejala yang lebih ringan.
Selain itu, hasil studi tersebut juga belum ditinjau sejawat atau direplikasi dalam studi lain.
Baca: Mengenal Dexamethasone, Obat yang Disebut Pakar Inggris Ampuh Lawan Corona
Baca: Pemerintah Dukung Pengembangan Obat Corona oleh Universitas Airlangga
"Ini adalah bentuk peningkatan signifikan dalam pilihan terapi yang kita miliki," kata Dr. Anthony Fauci, pakar penyakit menular top Amerika Serikat.
Dilansir USA Today, inilah hal-hal yang perlu diketahui mengenai Dexamethasone.
Apa itu Dexamethasone?
Deksametason adalah obat antiinflamasi dan pembengkakan yang umum digunakan untuk berbagai kondisi, kata Dr. Onyema Ogbuagu, seorang dokter penyakit menular dan profesor kedokteran di Yale.
Deksametason Biasanya diresepkan dengan bentuk steroid oral atau intravena.
Dexamethasone ini unik, kata Ogbuagu, karena mengandung glukokortikoid.
Robert Glatter, seorang dokter darurat di Rumah Sakit Lenox Hill Kota New York City, mengatakan deksametason juga memiliki paruh hingga 54 jam.
Hal itu dapat membantu memastikan tingkat pengobatan terapeutik untuk mengobati peradangan yang berkelanjutan.
Seperti steroid lain, Dexamethasone adalah perawatan non-spesifik yang tidak harus menargetkan satu jalur spesifik peradangan atau pembengkakan, kata Ogbuagu.
Dexamethasone pun memiliki kekurangannya.
Bagaimana Dexamethasone Digunakan untuk Mengobati Pasien Covid-19?
Secara umum, Covid-19 muncul dalam dua fase, jelas Ogbuagu.
"Orang-orang terinfeksi virus, lalu virus itu mereplikasi, dan itulah fase pertama dari Covid-19," katanya.
"Setelah itu, sekitar 10 hari setelah infeksi, orang-orang mulai memproduksi antibodi dan reaksi peradangan terhadap virus."
Bahan kimia inflamasi ini kadang-kadang dapat menciptakan komplikasi Covid-19 yang parah, seperti sindrom gangguan pernapasan akut, yang menyulitkan oksigen untuk memasuki aliran darah dan mencapai organ.
Pasien dengan komplikasi Covid-19 yang parah mendapatkan manfaat signifikan dengan deksametason dalam studi di Inggris.
Pasien-pasien tersebut meminumnya selama 10 hari, baik secara oral atau melalui infus.
Setelah satu bulan, angka kematian berkurang 35% pada pasien yang membutuhkan perawatan dengan mesin pernapasan dan 20% pada mereka yang membutuhkan oksigen tambahan.
Namun, deksametason nampaknya tidak terlalu berdampak signifikan kepada pasien yang sakit ringan.
Beberapa penelitian, kata Ogbuagu, juga telah menyarankan bahwa steroid seperti deksametason sangat membantu dalam meningkatkan angka kematian di antara orang-orang dengan ARDS.
Apakah Ada Komplikasi?
Ogbuagu menilai bahwa waktu dan selektivitas di antara pasien sangat penting untuk memastikan deksametason digunakan dengan benar sebagai pengobatan untuk Covid-19.
Temuan awal menyebut bahwa pasien Covid-19 yang tidak memiliki gejala parah, seperti harus membutuhkan respirator, tidak boleh menggunakan deksametason.
"Kelemahan dari steroid adalah tidak selektif," kata Ogbuagu.
"Steroid bagaikan pedang bermata dua yang dapat menghalangi kemampuan tubuhmu untuk melawan virus."
Ogbuagu mencatat bahwa beberapa penelitian telah menemukan tingkat kematian yang lebih tinggi pada orang yang menggunakan steroid, karena mereka menghambat respon kekebalan tubuh terhadap virus.
Organisasi Kesehatan Dunia dan organisasi-organisasi lain menyarankan agar tidak menggunakan steroid lebih dini karena dapat menghalangi pembersihan virus.
Ogbuagu juga mengatakan bahwa steroid, secara umum, dapat menyebabkan beberapa efek samping yang parah, seperti diabetes atau memperburuk diabetes, serta psikosis atau gangguan emosional.
Bagaimana dengan Hidroksiklorokuin?
Administrasi Makanan dan Obat-obatan A.S. (FDA) mencabut izin penggunaan hydroxychloroquine, obat anti-malaria kontroversial yang sempat dipromosikan oleh Presiden Donald Trump.
FDA mengatakan dalam surat keputusan itu didasarkan pada bukti baru yang membuatnya tidak percaya bahwa hydroxychloroquine dan chloroquine "mungkin efektif dalam mendiagnosis, mengobati atau mencegah" Covid-19.
Mengutip laporan komplikasi jantung, FDA mengatakan obat-obatan itu malah menimbulkan risiko lebih besar bagi pasien daripada manfaat kesembuhannya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)