Investor Asing Makin Minat Investasi Di China, Meski Tensi Politik Masih Tinggi
Namun pada saat yang sama, semakin banyak bisnis asing yang dikabarkan berinvestasi di China.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
"Pasar di China sangat besar dan banyak dari investor perusahaan asing ini melihat pengembangan bisnis jangka panjang di China. Mereka tidak melihat jangka pendek dan menengah," kata Wong.
China saat ini tidak hanya berjuang mengatasi keterpurukan ekonomi akibat pandemi corona dan pembatasan yang ditimbulkannya.
Namun juga semakin diperparah oleh tekanan geopolitik, perusahaan-perusahaannya bahkan berinvestasi lebih sedikit di luar negeri.
Seperti yang dilaporkan dalam data yang diungkapkan oleh Kementerian Perdagangan China pada 18 Juni 2020.
Di sisi lain, investasi asing di negara itu justru melonjak 7,5 persen pada periode Mei 2020 jika dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, mencapai 68,63 miliar yuan atau setara 9,87 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Laporan Rhodium juga menunjukkan bahwa lonjakan kepentingan bisnis asing terhadap China saat ini turut didorong oleh sejumlah aspek.
Yakni pengakuan bahwa karena dukungan kebijakan pemerintah China dan sebagian kebangkitan perusahaan rintisan (start-up), raksasa Asia ini kini menjadi pemimpin global dalam serentetan industri.
"Untuk pertama kalinya, oleh karena itu, menarik bagi orang asing untuk membeli teknologi dan aset industri daripada membangunnya dari awal," kata laporan itu.
Laporan Rhodium selanjutnya menggarisbawahi beberapa kesepakatan, khususnya yang berkaitan dengan tren saat ini.
Volkswagen (VW), salah satu produsen mobil dan kendaraan komersial terkemuka di dunia yang berkantor pusat di Jerman, telah mengakuisisi 26 persen saham produsen baterai China Guoxuan High-Tech senilai 1,2 miliar dolar AS, dan mengambil alih usaha patungannya dengan Anhui Jianghuai Automotive senilai 1,1 miliar dolar AS.
Kemudian Bank investasi multinasional AS dan perusahaan induk jasa keuangan J.P. Morgan Chase mengambil kendali penuh atas usaha patungan reksadana China sekitar 1 miliar dolar AS yang dikabarkan menjadi bisnis berjangka di negara itu namun sepenuhnya dimiliki asing.
Lalu perusahaan makanan dan minuman asal Amerika, Pepsi dikabarkan menghabiskan sekitar 700 juta dolar AS untuk membeli merek makanan ringan China, Be & Cheery.
Kepentingan bisnis yang nyata di China ini sebenarnya dilatarbelakangi kian memanasnya ketegangan geopolitik yang telah bertahan sejak pemerintahan Presiden AS Donald Trump meningkatkan tekanannya terhadap China.
AS telah menampar negara itu dengan tarif, setelah lama menuding China melakukan praktik perdagangan tidak adil dan pencurian kekayaan intelektual.