Konflik Korsel vs Korut Makin Panas: ''Perang'' Selebaran dan Propaganda
Konflik dua Korea ini bermula dari selebaran propaganda anti-Korea Utara yang dikirimkan para pembelot
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, SEOUL -- Ketagangan hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan semakin memanas.
Konflik dua Korea ini bermula dari selebaran propaganda anti-Korea Utara yang dikirimkan para pembelot dari Korea Selatan ke Pyongyang.
Tak terima aksi teesebut, Korea Utara mengecam Korea Selatan yang seakan melindungi para pembelot dengan ulah kiriman selebaran anti-Pyongyang.
Selebaran anti-Korea Utara disampaikan para pembelot melalui balon udara atau dilarungkan ke dalam botol di sungai.
Kemarahan Korea Utara memuncak tatkala tidak ada melihat upaya atau sikap Korea Selatan terhadap aksi para pembelot.
Baca: Aktivitas Terbaru Militer Korea Utara di Perbatasan Korsel
Korea Utara pun meledakkan sebuah kantor penghubung bersama di Kaesong dan menyatakan mengakhiri dialog dan mengancam akan melakukan aksi militer.
Korea Utara pun mengancam akan melancarkan aksi balasan terhadap Korea Selatan, membalas aksi para pembelot yang mengirim selebaran propaganda ke Pyongyang selama ini.
Tidak main-main, Negara yang dipimpin Kim Jong Un itu akan "membombardir" 12 juta selebaran propaganda ke Korea Selatan dalam waktu dekat.
Baca: Propaganda hingga Drama Korea Selatan Masuk Korea Utara, Loyalis Kim Jong Un Siap Membalas
Rencananya 12 juta selebaran propaganda itu akan melintasi perbatasan dua Korea.
Hal ini dilaporkan Kantor Berita Pusat Korea (KCNA), Senin (22/6/2020), seperti dilansir AP.
Korea Utara mengatakan telah memproduksi 12 juta selebaran propaganda yang akan diterbangkan ke Korea Selatan.
Dijelaskan, 12 juta selebaran itu akan diterbangkan dalam 3.000 balon udara dan peralatan pengiriman lainnya.
Baca: Ketegangan Memuncak, Korea Utara Ancam Kerahkan Militer ke Zona Demiliterisasi
"Rencana kami mendistribusikan selebaran melawan musuh sebagai letusan dari kemarahan tak terpadamkan dari semua orang dan seluruh masyarakat," demikian KCNA melaporkan.
Korea Utara baru-baru ini merilis foto yang menunjukkan puntung rokok mengotori selebaran bergambar Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, yang katanya akan turut terbang ke Seoul.
Korea Utara juga menyatakan akan memutus semua saluran komunikasi pemerintah dan militer.
Pun Korea Utara tidak lagi mengindahkan perjanjian militer yang dicapai pada 2018 lalu, untuk mengurangi ancaman konvensional, dan risiko pertempuran di daerah perbatasan dua Korea.
Korea Utara juga menolak tawaran Korea Selatan mengirimkan utusan khusus untuk melakukan pembicaraan mengenai ketegangan yang akhir-akhir ini terjadi.
Bahkan Korea Utara mengancam akan memperbanyak pasukan ke daerah perbatasan atau di Zona Demiliterisasi (DMZ).
Baca: KCNA: Korea Utara Akan Putus Semua Saluran Komunikasi dengan Korea Selatan
Demikian laporan kantor berita Korea Utara, KCNA, sehari setelah Pyongyang meledakkan sebuah kantor penghubung bersama dengan Korea Selatan.
Pada Senin (15/6/2020), Presiden Moon Jae-in ingin mengirim penasihat keamanan nasionalnya, Chung Eui-Yong sebagai Utusan Khusus untuk melakukan pembicaraan dengan Korea Utara.
Namun Kim yo Jong, adik dari pemimpin Korea Utara Kim Jong un dan seorang pejabat senior Partai yang berkuasa, "menolak tawaran yang tidak bijaksana dan menyeramkan".
Rodong Sinmun, Surat Kabar resmi Partai Buruh yang berkuasa di Korea Utara, menerbitkan foto yang menunjukkan kantor penghubung sebelum dan sesudah dihancurkan, bersama serangkaian artikel dan komentar KCNA yang mengkritik Korea Selatan.
Kim Yo Jong juga dengan keras mengkritik Presiden Moon dalam pernyataan yang dimuat KCNA dalam laporan yang lain.
Adik Kim Jong Un itu menuding Moo gagal mengimplementasikan salah satu isi Perjanjian tahun 2018.
Dalam laporan KCNA yang lain pada Rabu (17/6/2020), juru bicara Staf Umum Tentara Rakyat Korea Utara (KPA) mengatakan akan mengirimkan pasukan ke Gunung Kumgang dan Kaesong dekat perbatasan, di mana kedua negara tersebut telah melakukan proyek ekonomi bersama di masa lalu.
Juru bicara KPA juga mengatakan polisi yang telah ditarik dari Zona Demiliterisasi (DMZ) akan dibangun kembali.
Sementara unit artileri akan diperkuat di dekat perbatasan laut Barat, di mana para pembelot sering mengirim pesan-pesan propaganda anti-Korea Utara.
Kementerian Pertahanan Seoul mendesak Korea Utara untuk mematuhi Pakta militer 2018 antar-Korea, di mana kedua belah pihak berjanji untuk menghentikan "semua tindakan bermusuhan" dan membongkar pos militer di sepanjang DMZ.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan keprihatinan pada perkembangan terbaru di Semenanjung Korea.
"Sekjen PBB menyerukan dimulainya kembali dialog antar-Korea yang mengarah ke solusi damai yang memberi manfaat bagi perdamaian dan kemakmuran bagi semua orang," kata juru bicara PBB Eri Kaneko di New York.
Aktivis Korsel Kembali Kirim Ratusan Ribu Selebaran Ke Korut
Satu kelompok aktivis Korea Selatan meluncurkan ratusan ribu selebaran melalui balon udara ke arah Korea Utara Senin malam (22/6/2020).
Aksi itu dilakukan setelah Korea Utara berulang kali memperingatkan akan membalas tindakan serupa.
Aksi aktivis itu semakin meningkatkan ketegangan yang antara duabKorea.
Baru-baru ini, Korea Utara tiba-tiba bersuara lantang mementang aksi para pembelot mengirim selebaran propaganda dari Korea Selatan.
Bahkan Korea Utara menunjukkan bentuk kemarahan melalui aksi menghancurkan sebuah kantor penghubung Korea Selatan.
Aktivis Park Sang-hak mengatakan organisasinya melayangkan 20 balon besar yang membawa 500 ribu selebaran, uang kertas senilai 2.000 dolar AS dan sejumlah buku kecil.
Pengiriman ratusan ribu selebaran itu dilakukan dari kota perbatasan Paju ke Korea Utara pada Senin malam.
Park, sebelumnya warga Korea Utara yang melarikan diri ke Korea Selatan, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa selebaran itu adalah "perjuangan untuk keadilan demi pembebasan" Korea Utara.
Ia menyebut pemimpin Korea Utara Kim Jong un "jahat" dan pemerintahannya "barbarisme."
Park menegaskan, ia akan terus mengirimkan selebaran anti-Kim.
"Meskipun penduduk Korea Utara telah menjadi budak zaman modern tanpa hak-hak dasar, bukankah mereka memiliki hak untuk mengetahui kebenaran?" katanya.
Pejabat Korea Selatan telah berjanji akan melarang aksi pengiriman selebaran ke Korea Utara
Bahkan otoritas Korea Selatan mengatakan akan menuntut Park dan aktivis lainnya, yang telah mengirim selebaran ke arah Korea Utara selama bertahun-tahun.
Park menuduh pemerintah liberal Korea Selatan bersimpati dengan Korea Utara atau takut terhadap ancaman negara yang dipimpin Kim Jong Un itu.
Saudara Park, aktivis lain juga sebelumnya dari Korea Utara, minggu lalu membatalkan rencana untuk melepaskan botol diisi dengan beras kering dan masker dari pesisir pulau.
Pihak berwenang Korea Selatan mengatakan kegiatan Park hanya akan meningkatkan permusuhan dan berpotensi membahayakan warga perbatasan.
Provinsi Gyeonggi, yang membawahi Paju, telah mengeluarkan perintah melarang aktivis anti-Pyongyang memasuki daerah perbatasan tertentu termasuk Paju untuk menerbangkan selebaran ke Korea Utara.
Seakan berbalas pantun, militer Korea Utara membalas dengan kembali memasang pengeras suara di dekat Zona Demiliterisasi (DMZ).
Militer Korea Utara mengatakan,
sistem pengeras suara itu dibongkar, setelah dua Korea menandatangani kesepakatan damai pada 2018 lalu, untuk menghentikan semua tindakan bermusuhan.
"Kami juga mempertimbangkan untuk menginstal ulang pengeras suara kami sendiri," demikian pernyataan militer Korea Utara, seperti dilansir Reuters, Selasa (23/6/2020).
"Tapi Korea Utara belum memulai siaran apapun, dan kami hanya bersiap-siap untuk dapat melawan setiap saat." (AP/Reuters/Channel News Asia)