Lima Orang Tewas dalam Serangan Bersenjata di Gereja Afrika Selatan, 40 Senjata Api Diamankan
Lima orang tewas dalam serangan terhadap Gereja Pentakosta Kekudusan Internasional di Zuurbekom di Johannesburg barat.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Lima orang tewas dalam serangan terhadap Gereja Pentakosta Kekudusan Internasional di Zuurbekom di Johannesburg barat.
Aparat kepolisian Afrika Selatan mengatakan, beberapa penyerang mengambil sandera dalam aksi yang terjadi pada Sabtu (11/7/2020).
Juru bicara kepolisian Vishu Naidoo kepada televisi eNCA memaparkan, sekira 40 orang ditangkap dalam serangan tersebut dan 40 senjata api, termasuk senapan dan pistol disita.
Baca: Antisipasi Kematian Akibat Covid-19, Afrika Selatan Siapkan 1,5 Juta Kuburan untuk Pemakaman Massal
Baca: Provinsi Terpadat di Afrika Selatan Siapkan 1,5 Juta Kuburan untuk Korban Covid-19
Dikutip Tribunnews dari Al Jazeera, polisi mengatakan mereka menyelamatkan pria, wanita dan anak-anak yang disandera para penyerang.
Namun tidak jelas berapa jumlah sandera yang diselamatkan aparat kepolisian.
Pernyataan polisi menyebut, serangan dini hari ini dilakukan sekelompok orang bersenjata, mungkin dimotivasi karena perselisihan antara anggota gereja.
Dalam akun Twitter, SA Police Service mengunggah selusin pria berbaring di tanah.
Senapan, pistol, tongkat baseball dan kotak amunisi juga terlihat di foto yang diunggah.
Baca: 4 Polisi di Afrika Selatan Diskors Karena Seret Pria yang Sedang Mandi Saat Penggusuran Rumah
"Dini hari tadi #SAPS telah diperingatkan akan situasi penyanderaan & penembakan @ International Pentcost Holines Church, Zuurbekom, 30 tersangka ditangkap & menyita lebih dari 25 senjata api," tulis SA Police Service.
Baca: Waspadai Nyeri Dada yang Seperti Ini Bila Tak Mau Menderita Serangan Jantung
Di antara mereka yang ditangkap adalah anggota polisi, pasukan pertahanan dan layanan pemasyarakatan.
Dalam beberapa tahun terakhir gereja di Zuurbekom disebut menjadi tempat terjadinya kekerasan antar faksi.
"Masalah muncul di gereja setelah kematian pemimpinnya, Glayton Modise, pada Februari 2016," lapor The Sowetan pada 2018.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)