Video Warga Uighur Diikat dan Dipaksa Naik Kereta, Dubes Tiongkok: Itu Bukan di Xinjiang
Duta Besar Tiongkok untuk Inggris, Liu Xiaoming menyangkal pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Uighur di Xinjiang.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Duta Besar Tiongkok untuk Inggris, Liu Xiaoming menyangkal pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Uighur di Xinjiang.
Bahkan Liu tetap membantah tuduhan tersebut meskipun diperlihatkan video warga Uighur yang diikat dan dipaksa masuk ke dalam sebuah kereta.
Dikutip dari Mirror, sebuah video yang memperlihatkan ratusan warga Muslim Uighur tiba-tiba beredar luas.
Video itu dikabarkan diambil sekitar satu tahun yang lalu.
Baca: Soal Tuduhan Penyiksaan Muslim Uighur, AS Bekukan Aset hingga Batasi Visa Pejabat China
Baca: Intelijen China Ancam Pimpinan Komunitas Masyarakat Muslim Uighur di Jepang
Rekaman itu menampilkan warga Uighur yang ditutup matanya, diikat dalam kondisi berlutut.
Mereka seperti menunggu dan dipaksa masuk ke sebuah kereta di Provinsi Xinjiang, China.
Video itu diperlihatkan kepada Duta Besar Liu sepanjang acara TV BBC yang dipandu Andrew Marr.
Liu menyangkal bahwa video itu menunjukkan warga Uighur yang diangkut ke kereta untuk dibawa ke kamp konsentrasi.
"Aku tidak tahu dari mana kamu mendapatkan kaset ini," ujar Liu.
"Terkadang ada transfer tahanan."
"Tidak ada kamp konsentrasi seperti itu di Xinjiang," tambahnya.
Bahkan Liu mengklaim warga Uighur hidup berdampingan dengan etnis lainnya.
Baca: Kasus Corona di Indonesia Sudah Lampaui China, Epidemiolog Khawatir Jadi Episentrum Covid-19 Dunia
Baca: Kelakuan Pria di China Lakukan Aksi Berbahaya Pada Anaknya di Pinggir Jurang
"Orang-orang Uighur menikmati hidup berdampingan secara damai dan harmonis dengan kelompok etnis lain," kata Liu.
"Kami memperlakukan setiap kelompok etnis secara setara," ujarnya menambahkan, dikutip dari The Guardian.
Kemudian BBC memutarkan video kedua, berisi penuturan wanita Uighur yang mengaku disterilisasi paksa oleh pemerintah Tiongkok.
Liu membantah pernyataan itu dan mengatakan tidak ada kebijakan sterilisasi oleh pemerintah China.
Menurutnya pengakuan itu berasal dari pihak yang menganut sentimen anti-China.
Dubes juga mengatakan bahwa Amnesti Internasional tidak dihormati di China, lantaran tidak pernah mengatakan hal yang baik.
Protes dari Kalangan Internasional
Di sisi lain Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab menilai ada pelanggaran HAM di Uighur.
"Apa pun label hukumnya, jelas ada pelanggaran HAM berat, mengerikan yang terjadi," ujar Raab saat disinggung perlakuan China kepada Uighur yang disamakan dengan aksi genosida.
Catatan dugaan pelanggaran HAM oleh China kepada warga Uighur memicu kegeraman dari kalangan internasional.
Awal bulan ini, AS memberlakukan sanksi terhadap sejumlah pejabat China sebagai protes atas perlakuan terhadap warga Uighur dan kelompok minoritas lainnya.
Tiongkok dituduh melakukan penahanan massal, penganiayaan terkait agama, dan sterilisasi paksa terhadap warga Uighur dan lainnya.
Sanksi itu dialamatkan kepada politisi Partai Komunis Chen Quanguo dan tiga orang lainnya.
Baca: AS Sita Ekstensi Rambut dari China, Diduga Produk Kerja Paksa Anak dan Tahanan Uighur
Baca: China Bantah Laporan Investigasi Adanya Pemaksaan Aborsi dan Kontrasepsi Etnis Uighur di Xinjiang
Chen, yang duduk di Politbiro Partai Komunis China merupakan pejabat China berpangkat paling tinggi yang pernah terkena sanksi AS, jelas otoritas AS.
Dia dipandang sebagai perencana kebijakan Beijing terhadap kelompok minoritas.
Pejabat lain yang menjadi target adalah Wang Mingshan sebagai direktur Biro Keamanan Umum Xinjiang, Zhu Hailun anggota partai senior di Xinjiang, dan mantan pejabat keamanan Huo Liujun.
Semua pejabat China tersebut asetnya di AS dibekukan dan transaksi dengan mereka dianggap ilegal.
Namun Huo tidak dikenakan pembatasan visa sebagaimana yang lainnya serta keluarga mereka untuk memasuki AS.
Selain perorangan, sanksi juga dijatuhkan kepada Biro Keamanan Umum Xinjiang.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)