WHO Sebut Vaksin Pertama Covid-19 Baru akan Siap Digunakan Paling Cepat Awal 2021 Mendatang
meski saat ini peneliti membuat kemajuan yang bagus dalam pembuatan vaksin Covid-19, namun vaksin baru siap digunakan paling cepat pada awal 2021
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Ahli dari WHO mengungkapkan, meski saat ini peneliti membuat kemajuan yang bagus dalam pembuatan vaksin Covid-19, namun vaksin baru akan siap digunakan paling cepat pada awal tahun 2021 mendatang.
Seperti yang dilansir Channel News Asia, kepala program darurat WHO Dr Mike Ryan menyebut pihaknya tengah bekerja untuk memastikan distribusi vaksin yang adil untuk semua orang.
Mike Ryan juga menyebut bahwa beberapa kandidat vaksin sudah berada di fase trial ketiga dan sejauh ini tidak ada yang gagal, dalam hal keamanan maupun kemampuan menghasilan respons imun.
"Realistisnya baru tahun depan kita mulai melihat orang-orang diberi vaksin," ujar Ryan di acara publik di media sosial, Rabu (22/7/2020).
Baca: Vaksin Covid-19 Segera Datang ke Indonesia: Siap Uji Klinis Tahap 3 & Diproduksi Massal Awal 2021
Baca: Ketika Trump Bersedia Bekerja dengan China Demi AS Peroleh Vaksin COVID-19
Aubree Gordon, profesor epidemiologi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Michigan, mengatakan hasil uji coba awal vaksin menunjukkan harapan.
"Hasil uji coba Fase 1 dan / atau Fase 2, sangat menjanjikan. Kami harus percaya hasil ini, tapi juga harus mengakui bahwa mereka tidak membuktikan vaksin itu efektif," katanya.
"Percobaan fase awal ini membahas keamanan dan apakah vaksin tersebut memunculkan respons kekebalan yang baik. Berita baiknya adalah kita memiliki beberapa vaksin yang telah atau sedang bergerak maju ke uji coba fase 3 - fase yang diperlukan untuk membuktikannya berfungsi untuk perizinan."
Amesh Adalja, sarjana senior di Pusat Keamanan Kesehatan Universitas Johns Hopkins, mengatakan "sulit untuk menarik kesimpulan tegas" dari hasil uji coba awal terlebih bahwa vaksin AstraZeneca-Oxford hanya "memiliki data hewan".
"Saya yakin kita akan mendapatkan vaksin COVID-19, hanya saja tidak yakin kandidat vaksin mana yang akan membuatnya menjadi senjata bagi masyarakat," tambahnya.
Sementara beberapa vaksin potensial menunjukkan harapan, kompetisi global, bukannya kolaborasi, akan "merugikan", kata Matthew Kavanagh, asisten profesor kesehatan global dan profesor tamu bidang hukum di Georgetown University.
"Di masa pandemi ini, kita perlu cepat menyadari ada cara yang lebih baik untuk melakukan ini," tambahnya.
Baca: Rusia Disebut Tengah Berencana Produksi Massal Vaksin Virus Corona Pertamanya
The Infectious Diseases Society of America mencatat bahwa uji coba fase 3 telah dimulai dalam tujuh bulan setelah pengurutan genetik virus.
"Inilah yang dapat terjadi ketika entitas publik, akademik, dan swasta bersatu dengan fokus tunggal. Ketika bersatu, kita dapat mencapai lebih banyak lagi."
Saat Vaksin Virus Corona Sudah Tersedia, Siapa yang Akan Mendapatkannya Pertama Kali?
Beberapa kandidat vaksin virus corona sudah berada dalam tahap terakhir pada uji coba terhadap manusia.
Kandidat vaksin lainnya juga menyusul.
Namun, siapa yang akan mendapatkan vaksin pertama kali saat vaksin siap masih belum terlihat.
Seperti yang dilansir South China Morning Post, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan para pemimpin politik seperti Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Tiongkok Xi Jinping, semuanya menyerukan vaksin Covid-19 sebagai barang publik secara global.
Namun pada kenyataannya, banyak negara melakukan kesepakatan dengan perusahaan farmasi untuk memastikan mereka lah yang pertama kali mendapatkan vaksinnya terlebih dahulu.
Baca: Menanti Vaksin Covid-19: Ini Perusahaan Yang Siap Uji Coba Tahap Akhir pada Manusia
Salah satu vaksin potensial telah dikembangkan oleh para peneliti di Universitas Oxford dan dilisensikan ke AstraZeneca, yang diharapkan akan tersedia untuk warga Inggris pada bulan September.
Pemerintah Inggris mencapai kesepakatan dengan pengembang bulan lalu untuk mendapatkan 30 juta dosis untuk kloter pertama dan 70 juta dosis tambahan kemudian.
Pemerintah Amerika Serikat juga membantu pendanaan pengembangan vaksin itu.
Sebagai imbalannya, mereka akan menerima 300 juta dosis vaksin.
Baca: Vaksin Covid-19 Buatan China Siap Dilakukan Uji Coba Tahap Akhir Kepada Manusia di UEA
Awal bulan Juni, Perancis, Jerman, Italia dan Belanda membentuk Aliansi Vaksin Inklusif untuk mempercepat proses pengembangan.
Mereka ingin perusahaan farmasi setuju bahwa produk apa pun yang dikembangkan, nantinya dapat diakses, tersedia, dan terjangkau di seluruh Uni Eropa.
Kanada, Brasil dan Uni Emirat Arab, yang setuju untuk menjadi tuan rumah uji coba fase 3 untuk vaksin yang dikembangkan oleh tiga perusahaan China, mungkin juga akan mendapatkan keuntungan.
Baca: Virus Corona Disebut Makin Melemah, Mati Tanpa Vaksin, Profesor Matteo: Dulu Harimau Sekarang Kucing
Sebab, pemerintah mereka berusaha untuk mengamankan kesepakatan untuk memiliki vaksin, untuk nantinya diproduksi dan didistribusikan secara lokal.
3 Perusahaan farmasi China, yaitu CanSino Biologics, Sinovac Biotech dan China National Biotec Group, semuanya harus menemukan negara tuan rumah untuk menguji vaksin mereka.
Sebab, sangat sedikit kasus virus corona aktif di China pada saat mereka siap untuk pengujian.
Tetapi tidak semua orang mengira kesepakatan dua arah adalah yang terbaik untuk publik.
"Vaksin Covid-19 melibatkan pengembangan, pembuatan, pengadaan, dan administrasi."
"Saya pikir hal pertama yang harus dihindari dalam proses ini adalah nasionalisme vaksin," kata Zhang Li, direktur untuk inovasi strategis dan investor baru di Gavi, Aliansi Vaksin.
"Jika setiap negara terburu-buru untuk menandatangani perjanjian bilateral dengan semua produsen saat ini, itu pasti akan mengarah pada situasi di mana negara-negara berpenghasilan rendah atau negara-negara tanpa sumber daya tidak akan mendapatkan vaksin, terutama pada tahap awal."
Zhang mengatakan ada juga tantangan untuk membuat vaksin terjangkau.
"Yang paling penting adalah bagaimana mengintegrasikan kebutuhan keseluruhan semua negara, dan mengintegrasikan kapasitas produksi produsen untuk melakukan perencanaan dan distribusi makro, yang mungkin lebih baik daripada bilateral, kerja sama searah," katanya.
Sementara itu Li Yinuo, direktur kantor negara Bill & Melinda Gates Foundation, mengatakan bahwa teknologi akan menjadi kunci dalam menyelesaikan konflik kepentingan dalam memenuhi permintaan domestik serta membuat vaksin dapat diakses dan terjangkau bagi semua orang.
"Tidak semua orang harus diimunisasi dalam sehari," katanya.
"Program-program dapat dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan."
"Dimulai dengan mereka yang paling berisiko, seperti orang tua dan pekerja perawatan kesehatan."
"Ini adalah tantangan yang bergantung pada kemajuan teknologi untuk menyelesaikannya."
"Kami telah melihat beberapa teknologi dapat mencapai kapasitas produksi tinggi dalam waktu yang relatif terkendali."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)