Boneka Seks Banyak Dicari Warga Saat Lockdown di China
Salah satu pabriknya yang berbasis di Shandong melaporkan adanya peningkatan sebanyak 30 persen dalam aktivitas ekspor dan domestik.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, CHINA - Pabrik mainan dan boneka seks di China laris diborong pembeli sejak awal lockdown (penguncian) akibat virus corona diberlakukan.
Industri itu menjadi satu dari sedikit kekuatan perekonomian China yang beroperasi di tengah pandemi virus corona sebagaimana dilansir Asiaone.
Sejak awal 2020, perekonomian China termasuk prospek manufaktur dan ekspornya mengalami kejatuhan akibat wabah virus corona dengan indeks pengatur pembelian manufaktur resmi jatuh ke tingkat terendah sepanjang Februari silam.
Sementara aktivitas ekspornya menyusut sebanyak 17.2 persen pada Januari dan Februari (akumulasi).
Baca: Kisah Cinta Binaragawan dengan Boneka Seks: Cerita Asmara Diungkap Setahun Lalu, Kini Hendak Menikah
Namun perekonomian China secara menyeluruh mengalami pemulihan ringan dan pabrik mainan seks tampaknya 'menikmati' aktivitas penjualannya sejak awal penutupan negara itu akibat virus corona.
Salah satu pabriknya yang berbasis di Shandong melaporkan adanya peningkatan sebanyak 30 persen dalam aktivitas ekspor dan domestik.
Manajer penjualan luar negeri, Violet Du mengatakan bahwa pabrik mainan seks Libo Technology yang berbasis di Shandong telah meningkatkan jumlah pegawai sekitar 25 persen (hampir sebanyak 400 orang) sejak orang-orang boleh bekerja kembali pada akhir Februari.
Beberapa negara yang membeli produksi mainan seks dari Libo Technology di antaranya Perancis, Amerika Serikat (AS) dan Italia dengan aktivitas penjualan terhadap negara-negara itu paling banyak dalam kurun waktu 4 bulan terakhir.
Namun, penjualan dalam negeri mulai menyusut karena negara Komunis itu mampu menekan kasus infeksi akibat wabah.
"Lini produksi kami berjalan sepanjang waktu, dan pekerja kami bekerja dalam 2 shift untuk memenuhi permintaan yang melonjak," kata Du.
Peningkatan permintaan sebagian besar disebabkan oleh lockdown, ujar Du, dengan ekspor ke AS dan beberapa negara Eropa diperkirakan akan terus meningkat karena langkah-langkah pencegahan penularan virus masih berlanjut.
Pabrik yang berbasis di Dongguan, Aibei Sex Doll Company juga telah meningkatkan jumlah pegawai tetapi masih dipaksa untuk menolak pesanan, menurut manajer umum Lou.
Perusahaan Aibei mampu memproduksi sekitar 1.500 boneka seks per bulan dengan harga berkisar antara 2.200 sampai 3.600 yuan meski menurut Lou yang bersikeras bahwa dengan kapasitas lebih besar, penjualan akan melonjak lebih dari 50 persen.
"Ini adalah peluang pasar China karena budaya China relatif konservatif maka semua produk kami berorientasi ekspor dengan AS dan Eropa sebagai pasar terbesar," ujar Lou.
Di Dongguan, pabrik besar bisa memproduksi sekitar 2.000 boneka seks per bulan dengan pabrik yang lebih kecil memproduksi sekitar 300 sampai 500 meski angka itu jauh di bawah permintaan dari AS dan Eropa, imbuh Lou.
Sementara itu, The Paper yang berbasis di Shanghai juga mengafirmasi bahwa sebanyak 50 persen kenaikan dialami oleh pabrik mainan China dalam urusan ekspor dengan jumlah pesanan boneka seks yang berlipat ganda.
Ekspor boneka seks ke Italia dilaporkan telah meningkat 5 kali lipat sejak Maret, bersamaan dengan kasus virus corona yang mulai merebak di negara itu.
Berbagai laporan juga menunjukkan adanya permintaan dari AS, Inggris, Denmark, Selandia Baru dan Australia yang meningkat selama lockdown diterapkan di negara-negara itu.
Sementara seri boneka seks populer 'Adam and Eve' sebuah merek boneka seks di Amerika Utara dilaporkan memiliki peningkatan penjualan online sekitar 30 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Dan sebuah pabrik mainan seks yang berbasis di Berlin melaporkan bahwa penjualan online 'We-Vibe' dan merek 'Womanizer' mereka telah meningkat lebih dari 200 persen.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pabrik Mainan dan Boneka Seks Laris Sepanjang Lockdown di China"