Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kerusuhan Muncul Setelah Ledakan di Beirut, Dua Menteri Mundur

Para pengunjuk rasa juga menerobos masuk ke dalam Gedung Kementerian Perumahan dan Transportasi.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Kerusuhan Muncul Setelah Ledakan di Beirut, Dua Menteri Mundur
Global News (Youtube)
Puluhan orang melakukan aksi unjuk rasa di kawasan pemerintahan di Beirut, Lebanon pasca ledakan dahsyat pada Kamis (6/8/2020). 

TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT - Aksi unjuk rasa di dekat gedung parlemen di Beirut, Lebano, berakhir rusuh ketika pemgunjuk rasa melemparkan batu dan memblokir jalan, Minggu (9/8/2020).

Polisi Lebanon pun harus menembakkan gas air mata untuk membubarkan aksi unjuk rasa anti-pemerintah.

Aksi itu muncil setelah ledakan besar di pelabuhan Beirut, Selasa (4/8/2020) menyebabkan ratusan orang meninggal dunia.

Aksi unjuk rasa ini memasuki hari kedua yang dipicu oleh ledakan dahsyat minggu lalu.

Kobaran api terjadi di pintu masuk ke Parliament Square ketika demonstran mencoba menerobos masuk ke area yang dipasangi pagar betis, seperti disaksikan dalam siaran TV.

Baca: Buntut Ledakan di Beirut, Kini Giliran Menteri Lingkungan Lebanon Mundur

Para pengunjuk rasa juga menerobos masuk ke dalam Gedung Kementerian Perumahan dan Transportasi.

Polisi antihuru-hara mengenakan pelindung tubuh dan membawa pentungan bentrok dengan demonstran saat ribuan orang berkumpul di Parliament Square, dan dekat Lapangan Syuhada, kata koresponden Reuters.

Berita Rekomendasi

Sementara itu dua menteri di pemerintahan Lebanon mengundurkan diri di tengah kejatuhan politik akibat ledakan dan krisis ekonomi.

Dua menteri itu menilai pemerintah telah gagal melakukan reformasi.

Menteri Lingkungan Lebanon Damianos Kattar mengundurkan diri pada Minggu (9/8/2020), mengatakan pemerintah telah kehilangan sejumlah kesempatan untuk melakukan reformasi.

Kepergian Damianos Kattar mengikuti jejak pengunduran diri Menteri Informasi Manal Abdel Samad yang sudah lebih dulu mundur dari jabatannya.

Ledakan dari 2.000 ton amonium nitrat pada Selasa (4/8/2020), telah menewaskan 158 orang dan melukai lebih dari 6.000 orang.

Hal ini memicu gelombang kemarah warga dan menyerukan ganti pemerintahan.

Sejauh ini, jumlah korban tewas akibat ledakan di gudang pelabuhan Beirut Selasa (9/8/2020) meningkat menjadi 158 orang.

Demikian diumumkam Otoritas pelayanan kesehatan Lebanon mengatakan pada Sabtu (8/8/2020) waktu setempat, seperti dilansir Reuters.

Sementara jumlah korban yang terluka melebihi 6.000 orang.

Hingga saat ini masih ada 21 orang dilaporkan hilang.

Sekitar 300.000 orang — lebih dari 12% penduduk Beirut — tidak dapat kembali ke rumah mereka karena ledakan itu, yang meledakkan pintu dan jendela kediaman mereka. 

16 Orang Ditahan

Ototitas Lebanon telah menangkap 16 orang terkait ledakan besar di gudang pelabuhan Beirut pada Selasa (4/8/2020).

Demikian kantor berita negara National News Agency (NNA) mengutip keterangan hakim Fadi Akiki, perwakilan pemerintah di pengadilan militer, seperti dilansir Reuters, Jumat (7/8/2020).

Sumber peradilan dan media lokal mengatakan Manajer Umum Pelabuhan di antara mereka yang ditahan.

Fadi Akiki mengatakan sejauh ini lebih dari 18 orang mulai dari pejabat pelabuhan, Bea Cukai dan pihak terkait yang terlibat dalam pekerjaan pemeliharaan di gudang.

"Enam belas orang telah ditahan sebagai bagian dari penyelidikan," ujar Akiki.

Dia mengatakan penyelidikan masih terus berlanjut.

Sebuah sumber yudisial dan dua penyiar lokal mengatakan Manager Umum Hassan Koraytem di antara mereka yang ditahan.

Sebelumnya, bank sentral mengatakan telah membekukan rekening tujuh orang termasuk Koraytem.

Total Kerugian Mencapai Rp216 Triliun

Gubernur Beirut Marwan Abboud memperkirakan kerugian akibat ledakan Selasa (4/8/2020) mencapai 10 hingga 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp144 triliun-Rp216 triliun.

Jumlah ini termasuk kerugian langsung dan tidak langsung yang berkaitan dengan bisnis.

Demikian disampaikam Gubernur Beirut kepada Al Hadath TV pada Rabu (5/8/2020) waktu setempat, seperti dilansir Reuters, Kamis (6/8/2020).

Gubernur juga mengatakan kepada Al Hadath TV bahwa jumlah gandum yang tersedia saat ini terbatas.

Bahkan ia berpikir, krisis akan terjadi, jika tanpa campur tangan internasional.

Hingga Rabu (5/8/2020) malam, jumlah korban tewas mencapai 135 orang, sekitar 5.000 lainnya terluka dan puluhan lainnya masih hilang.

Pemerintah Lebanon telah meminta dukungan bantuan dari komunitas internasional.

Ledakan di pelabuhan Beirut itu juga mengakibatkan 250 ribu orang kehilangan tempat tinggal.

Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan, 2.750 ton amonium nitrat yang digunakan dalam pupuk dan bom, telah disimpan di gudang tersebut selama enam tahun tanpa langkah-langkah keamanan.

Dia juga mengutuk kurangnya langkah keamanan itu.

Dalam pidato Nasionalnya, ia menegaskan, pemerintah "bertekad untuk menyelidiki dan mengekspos apa yang terjadi sesungguhnya sesegera mungkin.

Aoun berjanji, penyelidikan dan hasilnya akan terungkap secara transparan.

Demikian ia menegaskan dalam pertemuan darurat menteri kabinet pada Rabu (5/8/2020),

Dia juga memohon kepada negara lain untuk mempercepat bantuan ke Lebanon, yang sudah bergulat dengan krisis ekonomi.

Aoun tegaskan, mereka yang bertanggung jawab akan berhadapan dengan hukum.

"Mereka yang bertanggung jawab akan diberi hukuman paling berat," tulis Aoun dalam akun Twitter kepresidenan.

Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan keadaan darurat selama dua pekan harus diumumkan atas insiden ledakan besar yang hingga saat ini masih diselidiki asal-muasalnya.

Status darurat ini dirasa tepat menyusul besarnya dampak yang dirasakan di sepenjuru Beirut, bahkan hingga area pinggiran ibu kota ini. (Reuters/AFP/Al Jazeera/BBC/CNN/AFP/Channel News Asia/NYTimes). 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas