WHO Tak Jamin Keamanan Vaksin Sputnik V Buatan Rusia
Sejumlah ilmuwan memang mempertanyakan keamanan dan data uji coba dari vaksin tersebut yang sejauh ini belum dipublikasi.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SWISS - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tak menjamin keamanan vaksin virus corona (Covid-19) Sputnik V yang diproduksi oleh Rusia. WHO mengatakan, sebelum diproduksi secara massal, vaksin tersebut masih harus melewati tahap prakualifikasi.
"Kami berhubungan erat dengan otoritas kesehatan Rusia dan diskusi sedang berlangsung sehubungan dengan kemungkinan prakualifikasi vaksin WHO. Tetapi sekali lagi prakualifikasi vaksin apapun mencakup tinjauan dan penilaian yang cermat dari semua data keamanan dan kemanjuran yang diperlukan," kata juru bicara WHO, Tarik Jasarevic, dalam jumpa pers di Swiss, seperti dilansir Associated Press, Rabu (12/8/2020).
Sejumlah ilmuwan memang mempertanyakan keamanan dan data uji coba dari vaksin tersebut yang sejauh ini belum dipublikasi.
Ayfer Ali, spesialis obat-obatan di Britain’s Warwick Business School mengatakan, persetujuan cepat yang diberikan Rusia terhadap vaksin Sputnik V itu dapat memberikan efek buruk dari vaksin yang tidak terdeteksi sebelumnya, mengingat Rusia juga belum melakukan uji coba dalam skala besar untuk melihat apakah vaksin bekerja dengan aman atau tidak.
"Rusia pada dasarnya tengah melakukan eksperimen tingkat populasi besar," kata Ali, menyamakan persetujuan vaksin Sputnik V seperti eksperimen.
Francois Balloux, seorang ahli di University College London’s Genetics Institute berpendapat, tindakan Presiden Rusia, Vladimir Putin dengan memberikan vaksin Covid-19 Sputnik V kepada putrinya adalah keputusan sembrono dan bodoh.
Ia juga mengatakan vaksinasi massal dengan vaksin yang diuji coba secara tidak tepat adalah tindakan salah. Itu bisa menyebabkan bencana bagi kesehatan masyarakat.
Peneliti rekanan senior di Universitas Southampton, Michael Head, juga meragukan kemanjuran vaksin Sputnik V.
Baca: Rusia Klaim Dapat Pesanan 1 Miliar Dosis Vaksin Sputnik V
Dia menduga vaksin itu hanya diuji ke beberapa orang, dan pemerintah Rusia dinilai terlalu terburu-buru dalam menyetujui vaksin itu.
Menurut standar dunia, uji klinis tahap tiga sebuah vaksin harus melibatkan sekitar 10 ribu orang dan memakan waktu berbulan-bulan.
Tahap itu juga dinilai menjadi satu-satunya tahapan eksperimen untuk menguji apakah vaksin itu aman dan manjur. Sebagai perbandingan, uji tahap akhir vaksin di Amerika Serikat mewajibkan untuk diuji coba kepada 30 ribu relawan.
Meski banyak yang meragukan keampuhan dan keamanan Sputnik V, namun sejumlah negara sudah menyatakan minatnya membeli vaksin virus corona buatan Rusia itu. Israel salah satunya.
Menteri Kesehatan Israel, Yuli Edelstein mengatakan, negaranya sudah merencanakan negosiasi pembelian vaksin dengan Rusia. Sputnik V bakal dibeli jika terbukti manjur.
"Kami mengikuti dengan cermat setiap laporan, tidak peduli (vaksin berasal) dari negara mana," kata Edelstein seperti dikutip dari AFP.
"Kami sudah membahas laporan dari pusat penelitian Rusia mengenai pengembangan vaksin. Bila kami yakin ini produk serius kami akan mencoba negosiasi. Tapi saya tak mau menipu siapa pun. Staf profesional Kementerian terus bekerja, tapi vaksin tidak akan datang besok," tutur dia.
Israel sendiri saat ini juga sedang mengembangkan vaksin corona. Uji coba pada manusia akan dilakukan paling cepat Oktober mendatang.
Baca: Cerita Relawan Vaksin Covid-19: Merasa Mengantuk, Namun Badan Lebih Segar
Israel juga sudah menandatangani kontrak dengan produsen vaksin Moderna dan Arcturus Therapeutics untuk membeli vaksin potensial mereka.
Di sisi lain Gamaleya Institut, pengembang vaksin Sputnik V, mengatakan akan segera memproduksi vaksin tersebut mulai akhir 2020 hingga awal 2021.
Direktur Gamaleya Institut, Alexander Gintsburg, mengatakan, jutaan dosis vaksin corona Rusia akan segera diproduksi.
"Rusia berencana memproduksi 5 juta dosis pada Desember sampai Januari mendatang," kata Gintsburg seperti dikutip dari Reuters.(tribun network/mal/dod)