Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sirkus Diplomatik yang Menghina di Balik Kesepakatan Emirat Arab dan Israel

Emirat Arab menjadi negara ketiga di dunia Arab yang membuat perdamaian dan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Sirkus Diplomatik yang Menghina di Balik Kesepakatan Emirat Arab dan Israel
Freepik
Ilustrasi bendera Arab dan Israel 

UEA secara realitas terlibat perang di Yaman ndan Libya. Di kedua front itu, UEA menderita kekalahan memalukan. Karena itu menurut Kuttab, ia membutuhkan kemenangan diplomatik.

Tragedi dalam semua ini, Palestina akan benar-benar terhapus dari semua pembicaraan tentang "terobosan" dan "perdamaian".

“Tapi kita tahu perdamaian sejati hanya akan datang dengan komitmen serius untuk mengakhiri pendudukan Israel dan menciptakan negara Palestina yang demokratis dan damai. Sampai saat itu, semua hanya akan menjadi bagian sirkus diplomatik yang menghina,” lanjutnya.

Di sisi lain, berita besar dari Timur Tengah ini merupakan dampak perubahan geopolitik di Timur Tengah. Negara-negara telah terpecah menjadi dua kubu berlawanan yang berpusat di sekitar sikap mereka terhadap Israel.

Iran, Turki dan Qatar sebagai poros "perlawanan"; dan Arab Saudi, UEA, dan pada tingkat yang lebih rendah Mesir di kubu yang proAS-Israel. Meski demikian, ada kerikil tajam yang mengganjal sikap kalangan Demokrat AS.

Mereka mengkritik keras Arab Saudi atas pembunuhan penulis opini Washington Post, Jamal Khashoggi di Istanbul Turki. Begitu juga korban sipil dari perang Saudi-UEA dengan pasukan pro-Iran di Yaman. Kaitan itu, penjualan senjata mematikan AS ke Saudi juga tengah disorot Demokrat.

“Upaya diplomatik UEA secara serius didorong pembunuhan Jamal Khashoggi, yang sekali lagi mendorong UEA untuk membedakan dirinya dari Arab Saudi," kata Jon Alterman, seorang analis di Pusat Kajian Strategis dan Internasional yang secara teratur memimpin perjalanan ke UEA. .

Berita Rekomendasi

Warga Palestina Terisolasi dan Diabaikan

Rob Satloff, Kepala Institut Washington untuk Kebijakan Timur Dekat, mencatat UEA dibayar mahal ketika pemerintahan Trump tahun lalu mendorong penjualan miliaran perangkat keras militer canggih ke negara itu.

Penjualan itu tentu termasuk sistem senjata yang biasanya akan tunduk pada pembatasan AS, demi mempertahankan "keunggulan militer kualitatif" Israel, sebagai penerima bantuan militer terbesar dari Washington.

Kesepakatan UEA-Israel membuat orang-orang Palestina, yang telah menolak rencana perdamaian pemerintahan Trump karena terlalu bias terhadap Israel, lebih terisolasi. Bahkan ketika mereka berhasil mencegah langkah Israel menuju pencaplokan langsung Tepi Barat.

"Saya yakin orang-orang Palestina akan sangat marah, tetapi saya tidak yakin mereka telah kehilangan banyak hal di sini, secara praktis, dan menghindari aneksasi hanya bisa menjadi hal yang sangat baik bagi mereka," kata Hussein Ibish, cendekiawan senior Arab di Institut Negara Teluk di Washington.

"Di sisi lain, hal itu menunjukkan Israel dapat membuat kemajuan besar dengan negara-negara Arab tanpa menyerahkan apa pun yang telah mereka amankan di wilayah pendudukan, yang merupakan berita bagus bagi Israel. Dan, dalam hal itu, sangat buruk bagi Palestina," lanjutnya.

Tokoh senior Palestina, Hanan Ashrawi, mengkritik perjanjian UEA-Israel, dengan alasan "Israel mendapat imbalan.

Mereka tidak menyatakan secara terbuka apa yang telah dilakukannya terhadap Palestina secara ilegal (dan) secara terus menerus sejak awal pendudukan.(Tribunnews.com/ThePost/TheIndependent/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas