Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Presiden Macron Peringatkan Lebanon Bisa Terjerumus Lagi ke Perang Saudara

Pascaperang saudara 1975-1990, Lebanon bersatu namun di dalam pemerintahan terkotak-kotak ke kelompok politik yang memiliki kepentingan masing-masing.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Presiden Macron Peringatkan Lebanon Bisa Terjerumus Lagi ke Perang Saudara
AFP
Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel saat menghadiri KTT G20 di Osaka, Jepang, 29 Juni 2019. 

TRIBUNNEWS.COM, PARIS - Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan Lebanon bisa terjerumus lagi ke perang saudara jika dibiarkan sendirian menangani krisis politik maupun ekonomi.

Bekas negara protektorat kolonial Prancis itu semakin dalam terperosok ke masalah domestik menyusul ledakan dahsyat di pelabuhan Beirut 4 Agustus 2020.

Pemerintahan Lebanon ambruk akibat tekanan publik. Presiden Lebanon Michel Aoun telah menerima pengunduran diri massal kabinet PM Hassan Diab.

“Jika kita membiarkan Lebanon masuk ke kawasan itu dan jika kita membiarkannya di tangan kebobrokan kekuatan kawasan, itu akan menjadi perang saudara,” kata Macron dikutip Sputniknews.com, Sabtu (29/8/2020).

Macron yang akan kembali ke Beirut awal pekan depan, menambahkan, Lebanon juga akan mengalami kemunduran identitas.

Baca: Baku Tembak Empat Jam di Dekat Beirut, Dua Warga Lebanon dan Suriah Tewas

Baca: Presiden Lebanon Tak Percaya Hizbullah Terkait Ledakan Dahsyat di Beirut

Prancis berusaha menekan negara Timur Tengah itu untuk memperkenalkan reformasi komprehensif.

Sebanyak 181 orang tewas dalam ledakan awal Agustus. Banyak pihak menyalahkan tragedi itu terjadi akibat kelalaian pihak berwenang di sektor publik.

BERITA REKOMENDASI

Sebanyak 2.800 ton ammonium nitrat yang tersimpan di gudang pelabuhan meledak, menghancurkan sebagian besar kawasan pelabuhan Beirut.

Kekuatan Politik Lebanon Terkotak-kotak

Pascaperang saudara, Lebanon bersatu namun di dalam pemerintahan terkotak-kotak ke kelompok politik yang memiliki kepentingan masing-masing.

Terkait perbaikan situasi di Lebanon, Paris memperlihatkan kegusarannya atas kurangnya kemajuan membentuk pemerintahan baru untuk melakukan reformasi yang diperlukan.

Macron bersikeras Prancis akan mengikuti kebijakan menuntut tanpa campur tangan dan menunggu disahkannya undang-undang anti-korupsi.

Reformasi juga dijalankan di sektor publik, bersama sektor energi dan perbankan pada umumnya.

“Jika kita tidak melakukan ini, ekonomi Lebanon akan runtuh, dan satu-satunya korban adalah rakyat Lebanon,” kata Macron.

Tapi ia masih memuji multikulturalisme ala Lebanon, yang kemungkinan satu di antara sedikit bentuk pluralisme terakhir yang ada di Timur Tengah.

Secara signifikan, Lebanon diperintah bersama-sama oleh kelompok Kristen Maronite, Druze, Arab Sunni dan Syiah Lebanon. Pembagian kekuasaan juga dilakukan berdasarkan konfigurasi kelompok tersebut.

Sebuah helikopter memadamkan api di lokasi ledakan di pelabuhan ibukota Lebanon, Beirut, pada 4 Agustus 2020. Seorang mantan anggota parlemen Israel merayakan ledakan yang menewaskan 130 orang dan melukai 5.000 lainnya dengan menyebut bahwa ledakan tersebut adalah 'hadiah dari Tuhan'.
Sebuah helikopter memadamkan api di lokasi ledakan di pelabuhan ibukota Lebanon, Beirut, pada 4 Agustus 2020. Seorang mantan anggota parlemen Israel merayakan ledakan yang menewaskan 130 orang dan melukai 5.000 lainnya dengan menyebut bahwa ledakan tersebut adalah 'hadiah dari Tuhan'. (STR / AFP)

Presiden Lebanon secara tradisi diberikan ke kalangan Kristen Maronit. Sementara kepala pemerintahan biasanya ditangani tokoh Arab Sunni atau Druze yang dekat dengan Saudi serta Emirat.  

Di tengah krisis ini, sempat beredar petisi berisi tuntutan agar Lebanon kembali di bawah mandat Prancis.

Pada 7 Agustus, petisi itu telah mengumpulkan 50.000 tanda tangan sejak dimunculkan 24 jam sebelumnya.

Petisi itu difokuskan pada rasa frustrasi rakyat terhadap ketidakmampuan total pemerintah Lebanon untuk mengamankan dan mengelola Negara.

"Dengan sistem yang gagal, korupsi, terorisme dan milisi, negara baru saja menghembuskan napas terakhirnya. Kami percaya Lebanon akan ditempatkan kembali di bawah mandat Prancis untuk membangun pemerintahan yang bersih dan tahan lama," tulis inisiator petisi itu.

Gelagat konflik sipil di Lebanon sempat mengemuka pekan ini, ketika dua warga Lebanon, terdiri remaja berusia 13 tahun dan seorang pria Suriah, tewas menyusul baku tembak antarkelompok di Beirut, Kamis (27/8/2020) malam waktu setempat.

Kedua orang itu tewas di daerah Khaldeh di selatan ibu kota. Rentetan tembakan senapan mesin dan ledakan granat dari peluncur roket digunakan selama baku tembak yang menurut saksi mata berlangsung selama empat jam.

Informasi ini diwartakan Ahram.org, situs online media mingguan Al Ahram, Jumat (28/8/2020). Kelompok asal remaja, dari suku Arab Sunni menuduh anggota kelompok Hezbollah melepaskan tembakan.

Hezbollah tegas membantah ada hubungannya dengan insiden itu. Tentara Lebanon, yang dikerahkan secara besar-besaran di daerah itu Jumat, menyebutkan bentrok dipicu pemasangan poster oleh warga terkait peringatan Asyura, martir abad ke-7 Imam Hussein.

Pernyataan militer itu mengatakan, masalah yang meletus adalah antara anggota suku Arab Khaldeh dan penduduk daerah itu, tanpa mengidentifikasi mereka.

Kekerasan itu memicu kesibukan kontak di antara politisi Lebanon yang berusaha menahan ketegangan. Negara ini masih bergulat dengan dampak ledakan pelabuhan pada 4 Agustus yang menewaskan 180 orang.

Lebanon saat ini juga tanpa pemerintahan efektif menyusul mundurnya kabinet  Lebanon. Sisi lain, krisis keuangan hebat dipandang sebagai ancaman terbesar stabilitas Lebanon sejak perang saudara 1975-1990.

Saat pemakaman remaja itu, para pelayat memekikkan yel-yel bernada menyerang kelompok lain. Saat bersamaan, para pria yang mengenakan penutup wajah menembakkan senapan AK-47 ke udara.

Perpecahan antara kelompok Arab Sunni dan Syiah Lebanon terbuka setelah pembunuhan 2005 terhadap Rafik al-Hariri.  Pelakunya diduga kuat  terkait aktivitas Hezbollah.

Perpecahan muncul lagi setelah pengadilan yang didukung PBB baru-baru ini menghukum seorang komandan Hizbullah, Salim Ayyash, atas konspirasi pembunuhan Hariri itu.

Sidang dilakukan inabsentia atau tanpa kehadiran terdakwa.  Hezbollah menyangkal peran apa pun dalam operasi pembunuhan Hariri lewat peledakan bom mobil.

Hariri merupakan pemimpin utama Sunni Lebanon pada saat kematiannya. Ia memiliki hubungan kuat ke Saudi Arabia.

Di Khaldeh, pada Jumat pagi masih ada sisa-sisa bekas bentrokan bersenjata malam sebelumnya. Sebuah bangunan yang terbakar apinya masih membara, dan jendela-jendelanya penuh lubang bekas tembakan.

“Kami (akan) mengambil hak kami dengan tangan kami sendiri,” kata Riad Zaher, pemimpin suku Khaldeh.

Dia menyatakan keraguan pihak berwenang akan membawa siapa pun ke pengadilan. “Kami tahu pemerintah akan menahan mereka di satu pintu, dan membiarkan mereka keluar dari pintu lain," katanya.

Menyangkal setiap hubungan Hezbollah dengan insiden tersebut, juru bicara kelompok tersebut merujuk pernyataan militer.

"Melemparkan tuduhan sembarangan sama sekali ditolak," kata Mohammad Afif, juru bicara Hezbollah Lebanon.

"Ini tidak benar. Aparat keamanan dan masyarakat di daerah itu tahu," lanjut Afif. Terletak di jalan raya ke selatan, daerah Khaldeh adalah rumah bersama bagi warga Sunni, Syiah, dan Druze.

Ali al-Shahine, juru bicara suku Arab Khaldeh, menuduh pendukung Hezbollah baru-baru ini mencoba memasang foto Ayyash.

Sumber militer dan Hezbollah menyangkal hal itu terjadi. Setelah keputusan pengadilan, orang-orang di desa asal Ayyash secara singkat memasang fotonya.

Tapi menurut aktivis Hezbollah, warga diminta mencopotnya untuk meredakan ketegangan.

Gerakan Masa Depan yang dipimpin putra Hariri, Saad Hariri, mendesak suku Arab Khaldeh untuk menahan diri dan mengatakan insiden itu adalah hasil dari "senjata yang tidak diatur dan provokasi yang sia-sia".

Ini adalah penembakan mematikan kedua dalam seminggu. Sebelumnya, tiga pria ditembak mati di desa Kaftoun di Lebanon utara pada Sabtu.

Seorang pria Suriah telah ditangkap dan dua tersangka Lebanon sedang dalam pengejaran pihak keamanan Lebanon.

“Meningkatnya kekerasan secara sporadis adalah tanda lain dari tercabiknya negara,” kata Mustafa Alloush, satu di antara pemimpin Gerakan Masa Depan.

"Saya perkirakan kekerasan serupa atau jenis lain akan meningkat mulai sekarang," katanya kepada Reuters.

Al-Akhbar, surat kabar pro-Hezbollah, menyatakan ketegangan politik mulai merembes ke jalan.

"'Pertempuran Khaldeh ... memberikan indikasi yang jelas permainan di jalanan akan segera lepas kendali untuk membakar seluruh negeri," katanya.(Tribunnews.com/Sputniknews.com/Ahram.org/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas