Armenia Siapkan Kasus Hukum Pelibatan Petempur Sipil Asing oleh Azerbaijan
Armenia menyiapkan bukti kasus untuk menuntut Azerbaijan atas pelibatan petempur asing asal Suriah di perang Nagorno-Karabakh.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Pemerintah Armenia menyiapkan bukti-bukti kasus kriminal terkait pelibatan petempur asing dan aksi terorisme internasional di zona konflik Nagorno-Karabakh.
Pernyataan dikeluarkan Kantor Kejaksaan Agung Armenia, Selasa (13/10/2020). Para petempur sipil bersenjata itu didatangkan dari Suriah.
Mereka difasilitasi intelijen militer Turki, diterbangkan dari sejumlah kota yang dikontrol kelompok bersenjata proksi Turki di Suriah.
Sejumlah bukti kuat telah muncul dalam laporan lembaga internasional. Video yang beredar di media sosial memperkuat bukti kehadiran petempur Suriah di Nagorno-Karabakh. Tuduhan ini selalu dibantah Azerbaijan maupun Turki.
Baca juga: Seorang Petempur Suriah Dilaporkan Tewas di Nagorno-Karabakh
Baca juga: Presiden Iran Hassan Rouhani Peringatkan Perang Nagorno-Karabakh Bisa Jadi Konflik Regional
Baca juga: Drone Tempur Israel dan Turki Tunjukkan Dominasi di Perang Nagorno-Karabakh
"Berdasarkan informasi perekrutan dan penggunaan tentara bayaran asing oleh Azerbaijan sejak hari-hari pertama perang, kejaksaan militer Armenia meluncurkan kasus pidana terorisme internasional," kata Kejaksaan Agung Armenia lewat siaran persnya.
Azerbaijan menurut pihak Armenia telah memaksa tentara bayaran asing melanjutkan aksi militer terhadap Republik Artsakh (Nagorno-Karabakh) di daerah Horadiz, di tengah gencatan senjata yang diumumkan," lanjut siaran pers tersebut.
Kantor kejaksaan Armenia juga mengatakan memiliki informasi tentara bayaran mengambil bagian dalam serangan di kota Hadrut. Serangan pihak Azerbaijan itu menyebabkan rumah-rumah dibakar, orang-orang sipil dibunuh secara brutal, dan prajurit Tentara Pertahanan Artsakh tewas.
"Sebagaimana didefinisikan hukum internasional, seluruh perangkat kerja sama dan bantuan hukum timbal balik dengan negara-negara terkait saat ini digunakan untuk sepenuhnya menyelesaikan kejahatan ini dan membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan," bunyi siaran pers tersebut.
Pertempuran di garis kontak di Nagorno-Karabakh dimulai pada 27 September 2020. Azerbaijan dan Armenia saling menuduh memulai penembakan ke permukiman sipil di Republik Nagorno-Karabakh yang merdeka.
Minggu lalu, saat pertempuran berlanjut, Presiden Rusia Vladimir Putin mengundang Menlu Azerbaijan dan Armenia untuk datang ke Moskow. Dimediasi Menlu Rusia Srgei Lavrov, Armenia dan Azerbaijan mencapai kesepakatan gencatan senjata.
Negosiasi berlangsung selama hampir 11 jam dan menghasilkan kesepakatan tentang gencatan senjata kemanusiaan yang dimulai pada siang hari 10 Oktober 2020.
Para pihak menyetujui jeda untuk menukar tahanan dan mayat tentara yang terbunuh serta merundingkan rincian tambahan gencatan senjata.
Komunitas internasional mengutuk keras eskalasi di Nagorno-Karabakh. Ketua bersama OSCE Minsk Group, Prancis, Rusia dan AS, mendesak kedua belah pihak menghentikan tembakan dan melanjutkan dialog tanpa prasyarat.
Turki, pada gilirannya, telah menjanjikan dukungan penuhnya untuk Azerbaijan. Secara terbuka Ankara memberi dukungan politik maupun militer kepada Baku untuk mengambil kembali kedaulatan Negara di Nagorno-Karabakh.
Konflik Nagorno-Karabakh berawal dari akhir periode Soviet ketika wilayah otonom mayoritas Armenia, yang saat itu menjadi bagian dari Republik Azerbaijan Soviet, melakukan referendum dan memproklamasikan kemerdekaan.
Baku melancarkan serangan untuk mencegah pemisahan tetapi akhirnya kehilangan kendali atas daerah kantong yang memisahkan diri itu selama perang 1992-1994. Grup Minsk OSCE telah menengahi proses perdamaian sejak 1992 dan mencapai kesepakatan gencatan senjata pada 1994.
Karena Azerbaijan menolak untuk mengakui Nagorno-Karabakh, kepentingan negara baru itu diwakili Armenia. Wilayah Nagorno-Karabakh merupakan enclave atau kantong negara di dalam Negara Azerbaijan.
Presiden Armenia Armen Sarkissian mengatakan kepada Russia Today, Azerbaijan telah memicu perang di Nagorno-Karabakh. Ia berharap gencatan senjata yang dimediasi Moskow tetap bertahan, meskipun ada masalah di lapangan.
“Kita tidak boleh lupa… siapa yang memulai perang ini. Itu adalah pihak Azeri, bukan orang-orang di Nagorno-Karabakh, "kata Sarkissian kepada wartawan RT News, Ilya Petrenko.
Di Baku, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev meminta Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan untuk berterima kasih kepada Presiden Rusia Vladimir Putin.
Menurut Aliyev, Putin menyelamatkan Armenia, yang 100 persen bergantung pada Rusia.
“Ketika Pashinyan memberi kami ultimatum, ketika dia menyinggung perasaan orang Azerbaijan, dia pantas dihukum karenanya. Kami (menghukumnya),” kata Aliyev kepada harian Moskow RBK.
“Dia harus berterima kasih kepada Putin atas fakta sekali lagi, Rusia datang untuk menyelamatkan Armenia,” lanjut Aliyev.(Tribunnews.com/RussiaToday/Sputniknews/xna)