Thailand Dilaporkan Mencekam, Apa yang Sedang Terjadi di Negara Itu? Demo Menggoyang Takhta Raja?
Thailand dilanda aksi demonstrasi anti-pemerintah terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, BANGKOK - Thailand dilanda aksi demonstrasi anti-pemerintah terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Reuters memberitakan, lebih dari 10.000 pengunjuk rasa Thailand meneriakkan yel-yel "jatuh dengan kediktatoran" dan "negara milik rakyat".
Mereka berunjuk rasa di Bangkok pada hari Minggu (16/8/2020) dan sejauh ini merupakan aksi demonstrasi anti-pemerintah terbesar sejak kudeta 2014.
Hari ini, pengunjuk rasa Thailand akan mengadakan demonstrasi lagi pada Sabtu (17/10/2020), meskipun ada tindakan keras oleh polisi selama lebih dari tiga bulan protes yang menargetkan monarki yang kuat serta pemerintah.
Polisi menggunakan meriam air terhadap pengunjuk rasa untuk pertama kalinya pada Jumat (16/10/2020) kemarin. Mereka menangkap lebih dari 50 orang, termasuk para pemimpin protes, dalam seminggu terakhir.
"Kami mengutuk kekerasan apa pun terhadap rakyat," kata Gerakan Rakyat dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Reuters. "Kami akan terus melakukan protes pada 17 Oktober," katanya.
Gerakan Rakyat menyebutkan, demo akan berlangsung pada jam 4 sore waktu setempat, tetapi tidak mengatakan lokasinya. Yang jelas, mereka meminta pendemo agar siap menggunakan taktik penindasan oleh polisi.
Larangan unjuk rasa
Pada Kamis (15/10/2020) lalu, Pemerintah Thailand memerintahkan larangan unjuk rasa yang telah menjadi tantangan terbesar selama bertahun-tahun bagi Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mantan pemimpin junta.
Baca juga: Demo Anti Pemerintah Thailand: Puluhan Ribu Pengunjuk Rasa di Bangkok Tolak Keadaan Darurat
Unjuk rasa juga membawa kritik yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada Raja Maha Vajiralongkorn.
Segera setelah larangan demo, puluhan ribu orang menggelar aksi protes di Bangkok dengan menentang kebijakan itu. Ribuan lainnya berunjuk rasa pada Jumat (16/10).
Polisi Thailand menyatakan, respons mereka terhadap pemrotes pada Jumat proporsional dan sejalan dengan norma internasional.
Tiga pengunjuk rasa dan empat personel polisi terluka pada Jumat, menurut Pusat Medis Erawan, unit tanggap darurat di Bangkok.
Baca juga: PM Thailand Prayuth Chan-ocha: Saya Tidak Akan Mundur
Kelompok hak asasi manusia mengutuk tindakan Pemerintah Thailand tersebut.
“Pemerintah yang peduli dan Perserikatan Bangsa-Bangsa harus berbicara secara terbuka untuk menuntut segera diakhirinya represi politik oleh Pemerintahan Prayuth,” kata Brad Adams, Direktur Asia Human Rights Watch.
Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Prayuth, yang pertama kali mengambil alih kekuasaan dalam kudeta 2014.
Dia menolak tuduhan pengunjuk rasa bahwa dirinya merekayasa pemilu tahun lalu untuk mempertahankan kekuasaan.
Melanggar tabu yang sudah lama ada, para pengunjuk rasa juga menyerukan pembatasan kekuasaan monarki.
Istana Kerajaan Thailand tidak mengomentari protes itu, tetapi Raja mengatakan, Thailand membutuhkan orang-orang yang mencintai negara dan monarki. Komentarnya disiarkan di televisi pemerintah pada Jumat ketika polisi bentrok dengan pengunjuk rasa di Bangkok.
Mulai berani menentang raja
Rakyat Thailand beberapa waktu belakangan ini tampak secara terbuka menantang monarki Raja Thailand Maha Vajiralongkorn.
Hal ini dibuktikan lewat aksi unjuk rasa ribuan warga Thailand di Bangkok pada hari Minggu (20/9/2020) bulan lalu. Mereka mengajukan tuntutan dan seruan reformasi untuk mengekang kekuasaan Raja.
Melansir Reuters, para pengunjuk rasa semakin berani menantang Raja dan pemerintahan yang didominasi militer dalam dua bulan terakhir.
Mereka melanggar tabu lama terkait mengkritik monarki - yang ilegal di bawah undang-undang lese majeste.
Istana Kerajaan belum bisa dihubungi untuk dimintai komentar. Raja, yang menghabiskan sebagian besar waktunya di Eropa, tidak berada di Thailand saat ini.
Reuters memberitakan, para demonstran diblokir oleh ratusan polisi tak bersenjata yang menjaga penghalang untuk mengontrol kerumunan.
Pemimpin aksi unjuk rasa menyatakan kemenangan setelah mereka menyerahkan surat kepada polisi yang merinci tuntutan mereka. Phakphong Phongphetra, kepala Biro Polisi Metropolitan, mengatakan surat itu akan diserahkan ke markas besar polisi untuk memutuskan bagaimana cara mengirimkan surat tersebut ke Istana.
"Kemenangan terbesar kami dalam dua hari ini menunjukkan bahwa orang biasa seperti kami dapat mengirim surat kepada bangsawan," kata Parit "Penguin" Chiwarak kepada kerumunan sebelum bubar seperti yang dilansir Reuters.
Aksi demonstrasi terbesar dalam beberapa tahun terakhir ini melibatkan puluhan ribu pengunjuk rasa. Mereka menyerukan reformasi monarki serta menuntut penggantian Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mantan pemimpin junta, dan konstitusi dan pemilihan baru.
Tak lama setelah matahari terbit pada hari Minggu, pengunjuk rasa menyemen sebuah plakat di dekat Grand Palace di Bangkok di daerah yang dikenal sebagai Sanam Luang, atau Royal Field.
Bunyinya, "Di tempat ini rakyat telah menyatakan keinginan mereka: bahwa negara ini milik rakyat dan bukan milik raja karena mereka telah menipu kita".
Juru bicara pemerintah Anucha Burapachaisri mengatakan polisi tidak akan menggunakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa dan terserah pada polisi untuk menentukan dan menuntut setiap pidato ilegal.
Menurut wakil kepala polisi Bangkok Piya Tawichai kepada wartawan, pihak berwenang Bangkok akan menentukan apakah plakat itu ilegal, dan apakah itu akan dicabut.
Setelah melakukan aksi protes, para pengunjuk rasa mengantre untuk berfoto di samping plakat, yang juga menampilkan tangan memberi hormat tiga jari yang diadopsi oleh pengunjuk rasa pro-demokrasi.
Mengutip Reuters, politisi sayap kanan terkemuka Warong Dechgitvigrom mengatakan tindakan para pengunjuk rasa tidak pantas dan raja berada di atas politik.
“Itu tidak akan mencapai apa-apa,” katanya kepada Reuters. "Tindakan ini secara simbolis melawan raja, tetapi raja bukanlah lawan." Pihak berwenang Thailand mengatakan mengkritik monarki tidak dapat diterima di negara di mana raja secara konstitusional "bertahta dalam posisi pemujaan yang dihormati".
Para pengunjuk rasa mengatakan konstitusi memberi raja terlalu banyak kekuasaan dan itu direkayasa untuk memungkinkan Prayuth mempertahankan kekuasaan setelah pemilihan tahun lalu.
Aksi protes berikutnya dijadwalkan pada hari Kamis. Para pemimpin unjuk rasa meminta warga Thailand untuk mengambil cuti 14 Oktober untuk menunjukkan dukungan mereka untuk perubahan.
Imbauan untuk WNI
Hari Kamis lalu (17/10/2020) Kedutaan Besar Indonesia KBRI di Bangkok mengeluarkan peringatan kepada seluruh warga negara Indonesia (WNI) di sana untuk hati-hati dan waspada, serta menghindari lokasi yang menjadi aksi demonstrasi dan berkumpulnya massa.
"Mencermati pengumuman Pemerintah Thailand pada 15 Oktober 2020 perihal status "Serious Emergency Situation" di Bangkok dan sekitarnya, KBRI Bangkok meminta WNI yang berada di Thailand untuk memperhatikan hal-hal yang terdapat pada informasi berikut...," tulis KBRI Bangkok Lewat Twitter.
KBRI Bangkok juga meminta warga negara Indonesia tidak melibatkan diri dalam kegiatan yang bertentangan dengan pemerintah setempat.
Sebagian artikel diambil dari Thailand dilanda aksi demonstrasi anti-pemerintah terbesar sejak 2014