Gara-gara Perang Teknologi di AS dan India, ByteDance TikTok Relokasi 10.000 Pekerjaan ke China
Pemilik TikTok, ByteDance, telah memutuskan untuk mengembalikan pekerjaan ke pasar domestiknya di China
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Pemilik TikTok, ByteDance, telah memutuskan untuk mengembalikan pekerjaan ke pasar domestiknya di China, di tengah perang teknologi yang sedang berlangsung di Amerika Serikat (AS) dan India.
Dalam laporan yang disampaikan pada hari Kamis waktu setempat, relokasi pekerjaan ini akan meningkatkan total tenaga kerja perusahaan menjadi lebih dari 100.000.
Baca juga: Kreator TikTok Buat Pemulung Menjadi Glow Up, Transformasinya Disebut Bak Model
Angka ini pun mencapai target yang ditetapkan oleh pendiri perusahaan, Zhang Yiming pada Maret lalu.
Menurut South China Morning Post, portal karir ByteDance mengungkapkan lebih dari 100 lowongan pekerjaan 'mendesak' tersedia untuk perusahaan yang berfokus di sektor-sektor seperti game, e-commerce, pemrograman, pemasaran, penjualan, dan lainnya.
Perusahaan itu mengatakan akan terus memperluas skala bisnisnya di kota-kota daratan di luar Beijing dan Shanghai, termasuk Wuhan, Chengdu dan Hangzhou.
Pengumuman tersebut muncul setelah platform berbagi video populer 'TikTok' menjadi sasaran pemerintahan Presiden AS Donald Trump pada tahun ini.
Dikutip dari laman Sputnik News, Jumat (6/11/2020), Trump memerintahkan penjualan paksa operasi ByteDance AS atau perusahaan itu akan menghadapi larangan berbisnis di negeri paman sam.
Aplikasi tersebut dituding dapat digunakan untuk memanen data bagi pemerintah China.
Karena pusat data berada di AS, pembatasan pemerintah Trump ini pun berpotensi mulai berlaku pada 12 November mendatang.
Selain AS, India juga memblokir platform tersebut bersama dengan hampir 120 perusahaan teknologi China, dengan alasan kekhawatiran serupa.
Namun pandemi virus corona (Covid-19) yang sedang berlangsung saat ini menyebabkan lonjakan besar-besaran pada pengguna ponsel yang menggunakan aplikasi TikTok.
Angkanya bahkan melampaui 600 juta pengguna aktif harian pada Agustus lalu, naik 50 persen dari 400 juta pada Januari 2020.
Laporan tersebut menambahkan bahwa perusahaan berencana untuk menambah hampir 1.000 posisi dalam perusahaan itu untuk lulusan baru universitas pada musim panas mendatang.
Kabar tersebut muncul seiring perkembangan pada Agustus lalu, di mana ByteDance dilaporkan mengumumkan akan memindahkan kantor pusatnya dari Beijing ke London, Inggris.
Namun kesepakatan itu gagal setelah London gagal mengeluarkan pernyataan resmi.
Perusahaan unicorn China ini juga mengumumkan rencana untuk membangun pusat data senilai 500 juta Euro di Dublin, Irlandia untuk menampung data penggunanya di Eropa.
Perlu diketahui, selain TikTok, perusahaan daratan lainnya seperti Huawei Technologies, WeChat's Tencent, dan pembuat chip SMIC juga telah terkena langkah-langkah perdagangan utama AS, mereka masuk dalam daftar hitam dan mendapatkan pembatasan akses pada teknologi utama seperti semikonduktor.