Wall Street Ditutup Lebih Rendah karena Kasus Covid-19 Melonjak
Saham Amerika Serikat ditutup melemah pada Jumat (20/11/2020) kerena kekhawatiran atas peluncuran vaksin Covid-19 di tengah melonjaknya kasus infeksi.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM – Saham Amerika Serikat ditutup melemah pada Jumat (20/11/2020) kerena kekhawatiran atas peluncuran vaksin Covid-19 di tengah melonjaknya kasus infeksi virus corona.
Semakin banyak negara bagian menutup wilayahnya untuk memerangi pandemi Covid-19.
Saham platform media hiburan di rumah seperti Zoom Video Communications Inc (ZM.O) dan Netflix Inc (NFLX.O) dilaporkan melonjak selama krisis kesehatan ini.
Indeks saham mereka disebut membantu mengekang kerugian Nasdaq pada periode ini.
Baca juga: Vaksinolog: Sekalipun Ada Vaksin, Masyarakat Tetap Harus Terapkan 3M
Baca juga: Jalur Distribusi Vaksin Covid-19 Disiapkan Hingga ke Pelosok
Sepanjang pekan, dunia disibukkan dengan pasang surut berita vaksin dan lonjakan infeksi virus corona.
Para investor pun terombang-ambing di antara saham siklus yang sensitif secara ekonomi.
Mengutip Reuters, S&P 500 dan Dow membukukan kerugian marjinal untuk minggu ini.
Sementara Nasdaq yang sarat teknologi, menetap sedikit lebih tinggi dari penutupan Jumat lalu.
Soal hal ini, Kepala Investasi di Lenox Wealth Advisors di New York, David Carter buka suara.
“Pasar masih terjebak dalam tarik ulur antara peningkatan dramatis kasus Covid-19 versus kemajuan nyata pada vaksin,” ungkap David Carter.
“Kemungkinan ini (berita tentang vaksin) akan berlanjut sampai kami memiliki vaksin yang disetujui dan didistribusikan,” papar Carter.
Baca juga: Unicef: Cakupan Penerima Vaksin Covid-19 Harus Luas untuk Mendapatkan Kekebalan Kelompok
Baca juga: Masih Ada 8 Persen Masyarakat yang Menolak Vaksin Covid-19
Pinjaman Bantuan Covid
Secara terpisah, Menteri Keuangan As Steven Mnuchin mengumumkan, ia akan mengizinkan program pinjaman bantuan pandemi (Covid-19) di Federal Reverse berakhir pada akhir tahun.
Mnuchin mengatakan 455 miliar dolar Amerika yang dialokasikan musim semi lalu di bawah undang-undang CARES harus dikembalikan ke Kongres.
Setelah sampai di Kongres, dana tersebut akan dialokasikan kembali sebagai hibah untuk perusahaan kecil.
Keputusan untuk menghentikan program pinjaman yang dianggap penting oleh bank sentral datang pada saat infeksi virus corona baru meningkat bersamaan dengan gelombang baru PHK.
Presiden Federal Reserve Chicago Charles Evans menyebut hal ini mengecewakan.
"Masalah antara The Fed dan Departemen Keuangan ini bisa berdampak serius,” kata Carter.
“Pasar ingin melihat kedua institusi bekerja sama dengan baik," tambah Carter.
Rekor angka infeksi telah menyebabkan rawat inap Covid melonjak hingga 50 persen.
Melonjaknya Covid-19 di AS telah mendorong babak baru penutupan sekolah dan bisnis, jam malam dan pembatasan jarak sosial.
Beberapa hal itu disebut menghambat pemulihan ekonomi dari resesi terdalam sejak Depresi Hebat.
Baca juga: Peningkatan Penjualan dan Efisiensi Buat Harga Saham PGN Menguat
Baca juga: Saham Telkom Naik Setelah Kabar Inves ke Gojek Rp 2,1 Triliun
Beberapa Indeks Saham AS Menguat dan Melamah
Dalam perkembangan terbaru untuk mengembangkan vaksin, Pfizer Inc PFE.N telah mengajukan permohonan izin penggunaan darurat ke Badan Pengawas Obat dan Makanan AS.
Saham pembuat obat tersebut naik 1,4 persen, dan memberikan dorongan terbesar ke S&P 500.
Dow Jones Industrial Average (DJI) turun 219,75 poin, atau 0,75 persen menjadi 29.263,48.
Lalu, S&P 500 (SPX) kehilangan 24,33 poin, atau 0,68 persen, menjadi 3.557,54.
Sedangkan Nasdaq Composite (IXIC) turun 49,74 poin, atau 0,42 persen menjadi 11.854,97.
Tech .SPLRCT dan industrials .SPLRCI mengalami persentase kerugian terbesar pada hari itu.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Bantah Tambah Saham di Perusahaan Bir PT Delta Djakarta
Baca juga: Gisel Ternyata Punya 4 Sumber Uang Melimpah, Miliki Saham di Brand Besar yang Tengah Populer Ini
Saham GIlead Turun setelah WHO Imbau Tak Gunakan sebagai Obat
Gilead Sciences Inc, GILD.O turun 0,9 persen karena panel Organisasi Kesehatan Dunia menyarankan agar tidak menggunakan remdesivir.
Diberitakan sebelumnya, alasan WHO mengeluarkan imbauan tersebut yakni kurangnya bukti bahwa obat tersebut meningkatkan kelangsungan hidup atau mengurangi kebutuhan ventilasi.
Masalah yang menurun melebihi jumlah yang maju di NYSE dengan rasio 1,06 banding 1, di Nasdaq, rasio 1,12 banding 1 disukai para pengembang.
S&P 500 membukukan 17 tertinggi baru dalam 52 minggu dan tidak ada posisi terendah baru, Nasdaq Composite mencatat 122 tertinggi baru dan 10 terendah baru.
Volume di bursa AS adalah 10,69 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 10,70 miliar selama 20 hari perdagangan terakhir.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)