Konflik Ethiopia: Pemberontak Tigray Diduga Hancurkan Bandara, Diberi 72 Jam untuk Menyerahkan Diri
Para pemberontak Tigray diduga menyerang bandara di timur laut Ethiopia, pemerintah mengeluarkan ultimatum untuk menyerahkan diri dalam waktu 72 jam.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Gigih
Beberapa roket yang ditembakkan ke Amhara ditargetkan ke kota Bahir Dar, kata pemerintah.
Perserikatan Bangsa-Bangsa sempat menyerukan mediasi, tetapi tidak berhasil.
Pemerintah Abiy telah berulang kali mengatakan mereka hanya menargetkan para pemimpin dan fasilitas TPLF untuk memulihkan hukum dan ketertiban.
Mereka membantah telah memukul warga sipil.
Satgas konflik Tigray mengatakan dalam sebuah pernyataan: "Wanita dan pria berseragam kami telah menunjukkan perhatian besar untuk melindungi warga sipil dari bahaya selama operasi penegakan hukum yang mereka lakukan di Tigray sejauh ini."
TPLF mengatakan bahwa Abiy telah "menginvasi" wilayahnya untuk mendominasi dan menimbulkan kerusakan "tanpa ampun" pada Tigrayans.
Gebremichael mengatakan dalam pesan teks kepada Reuters pada hari Senin: "Kami adalah orang-orang yang berprinsip dan siap mati untuk membela hak kami untuk mengelola wilayah kami."
Konflik Ethiopia: Apa yang Dipertengkarkan dan Mengapa?
Ethiopia tengah menghadapi perang saudara antara pasukan pemerintah dan pasukan di wilayah utara Tigray yang menyebabkan puluhan ribu warga mengungsi.
Konflik itu meletus pada awal November, hanya setahun setelah Perdana Menteri Ethiopia Aiby Ahmed menerima Hadiah Nobel Perdamaian karena menyelesaikan konflik perbatasan selama 20 tahun dengan Eritrea.
Dilansir Sky News, beginilah awal mula bagaimana konflik dimulai dan mengapa itu terjadi, serta apa pengaruhnya terhadap orang-orang Ethiopia.
Baca juga: Deretan Fakta Unik Ethiopia, Negara yang Memiliki 13 Bulan dalam Setahun
Baca juga: 5 Fakta Unik di Balik Kebiasaan Makan Daging Mentah Orang Ethiopia
Apa yang terjadi di Ethiopia?
Pada 4 November, perdana menteri Aiby Ahmed mengirim pasukan ke pangkalan militer di wilayah utara Tigray, yang berbatasan dengan Eritrea dan Sudan.
Aiby Ahmed menuduh partai yang berkuasa di kawasan itu, Tigray People Liberation Front (TPLF), menyerang pangkalannya.