Donald Trump Sebut akan Tinggalkan Gedung Putih Jika Electoral College Memilih Joe Biden
Donald Trump mengakui untuk pertama kalinya ia akan meninggalkan Gedung Putih jika Electoral College atau lembaga pemilihan memilih Joe Biden.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Donald Trump mengakui untuk pertama kalinya ia akan meninggalkan Gedung Putih jika Electoral College atau lembaga pemilihan memilih saingannya, Joe Biden.
Presiden terpilih Joe Biden, memenangkan pemilu 23 hari lalu dan kemenangannya telah disertifikasi di hampir semua negara bagian.
Tetapi, Trump terus membuat klaim adanya kecurangan dalam pemilu.
Ia menolak untuk menerima hasil pemilu meskipun ia dan pendukungnya kalah dalam 38 tuntutan hukum yang semuanya menuduh berbagai masalah pemilihan.
Namun saat Thanksgiving, Presiden ke-45 Amerika Serikat itu mengeluarkan pernyataan yang bereda.
Dilansir Mirror Online, Trump ditanya apakah dia akan meninggalkan Gedung Putih jika electoral college tidak memilihnya.
"Tentu saja saya akan tinggalkan Gedung Putih, dan Anda tahu itu," ujarnya.
"Jika mereka melakukannya, mereka membuat kesalahan."
Baca juga: Donald Trump Akui Siap Tinggalkan Gedung Putih, tapi Tetap Tak Mau Terima Kekalahan
Baca juga: Barack Obama Kritik Donald Trump Soal Penanganan Pandemi Covid-19 di AS: Tidak Terorganisir
Saat ditanya apakah dia akan menghadiri pelantikan Biden pada 20 Januari mendatang, Trump menjawab, "Saya tahu jawabannya tetapi saya belum ingin mengatakannya."
Trump dikatakan sedang merumuskan rencana untuk mencalonkan diri lagi untuk pencalonan Partai Republik pada 2024.
Selama empat tahun terakhir, Donald Trump telah membentuk partai dengan citranya.
Putranya, Don Jr dan putrinya Ivanka juga dianggap mempertimbangkan mengikuti Pilpres untuk merebut Joe Biden dalam waktu empat tahun.
Joe Biden, dengan Kamala Harris sebagai pasangannya, membalik negara bagian utama Pennsylvania, Georgia, Wisconsin, dan Michigan, bersamaan dengan kemenangan mengejutkan di Arizona.
Jumlah itu memberikan Presiden terpilih 306 suara electoral college, lebih banyak dari 270 yang dibutuhkan, sedangkan Trump hanya 232 suara.
Baru-baru ini, Donald Trump lagi-lagi mengklaim kemenangan di depan senat Republik di Pennsylvania.
Presiden Donald Trump pada Rabu (25/11/2020), memberikan komentarnya yang paling panjang tentang Pilpres Amerika 2020 sejak Joe Biden dinyatakan sebagai pemenang.
Donald Trump "hadir" via telepon pada pertemuan yang diadakan senator negara bagian Partai Republik Pennsylvania untuk mempertanyakan hasil pemilihan.
Dalam pembicaraan 10 menit, Trump menjelaskan mengapa ia masih menentang hasil pemilu.
Dilansir Newsweek, Donald Trump menyampaikan pendapatnya lewat telepon.
Pengacaranya yang menerima teleponnya, menghidupkan loudspeaker agar para senator Republik di Pennsylvania bisa mendengar.
"Seluruh dunia melihat kita," ujar Trump.
"Seluruh dunia sedang mengawasi Amerika Serikat, dan kita tidak bisa membiarkan mereka lolos begitu saja."
Baca juga: Donald Trump Akhirnya Menyerah, Mengaku Kalah, Tapi Klaim Menang Bila Gugatannya Diterima
Baca juga: Hakim Pennsylvania Tolak Gugatan Hukum Donald Trump Perkara Surat Suara, Sebut Tuduhan Spekulatif
Trump menolak mengakui pemilu meskipun rekan partainya terus mendesaknya untuk menerima.
Sang presiden tiba-tiba membatalkan rencana untuk hadir pada pertemuan itu sehari sebelumnya dan berkata hanya akan menyaksikan acara secara online.
"Sangat menarik untuk melihat apa yang sedang terjadi," kata Trump, menyebut bahwa ia menelepon dari Oval Office.
"Ini adalah pemilihan yang kita menangkan dengan mudah — kita menang banyak."
Sementara itu, Joe Biden telah dideklarasikan sebagai pemenang Pennsylvania dengan 20 suara elektoralnya.
Penghitungan suara final Pennsylvania yaitu 3,46 juta untuk Biden dan 3,38 juta Trump.
Tim hukum Trump gagal untuk membalikkan hasil yang disertifikasi di negara-negara medan pertempuran utama (khususnya Pennsylvania) untuk mencoba mengamankan masa jabatan kedua bagi presiden.
Lebih dari 30 tuntutan hukum telah dibatalkan oleh hakim atau dibatalkan oleh kampanye karena berbagai alasan.
Karena pandemi virus corona yang sedang berlangsung, pemungutan suara melalui surat meningkat di banyak negara bagian — terutama di kalangan Demokrat.
Sementara Trump menolak praktik tersebut dengan menyebutnya sebagai metode pemungutan suara yang kurang sah.
Tim hukum Trump sekarang mulai melakukan upaya untuk mendorong anggota parlemen negara bagian Republik untuk mengadakan pertemuan untuk mempertanyakan apakah pemilih Demokrat harus diakui.
Baca juga: Profil Para Anggota Kabinet Joe Biden, Dipenuhi Nama-nama dari Pemerintahan Obama
Baca juga: Kabinetnya Didominasi Mantan Orang Obama, Joe Biden: Ini Bukan Masa Jabatan Obama yang Ketiga
Menurut kampanye Trump, pertemuan serupa akan diadakan di Arizona dan Michigan minggu depan, meskipun detailnya masih belum diselesaikan.
Pertemuan hari Rabu itu merupakan pertemuan resmi Komite Kebijakan Mayoritas Senat Legislatif Pennsylvania.
Tapi pertemuan itu tidak berlangsung kondusif karena dipenuhi kampanye Trump dan sering diinterupsi dengan sorak-sorai dari kerumunan.
Pengacara Trump Rudy Giuiliani juga memfasilitasi sebagian besar diskusi.
Giuiliani menyatakan ada kesalahan yang disengaja dalam penanganan pemilihan Pennsylvania.
"Saya tahu penjahat dengan sangat baik. Anda memberi mereka satu inci dan mereka mengambil satu mil," katanya.
"Anda memberi mereka satu mil dan mereka mengambil seluruh negara Anda."
Dia berulang kali menuduh Demokrat "mencuri" suara untuk Presiden terpilih Biden.
Padahal, upayanya untuk membuat kasus seperti itu telah berulang kali ditolak di pengadilan yang dipimpin oleh hakim konservatif dan liberal.
"Dalam keadaan normal, negara bagian Anda akan dipanggil untuk Trump," kata Giuiliani.
Sementara itu Biden, yang menyiarkan ucapan Thanksgiving langsung pada hari Rabu dari Delaware, tidak menanggapi permintaan komentar Newsweek melalui kantor pers tim transisinya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)