Armada besar Tanker Minyak Iran Siap Kirim Minyak Lagi ke Venezuela
Venezuela dilumpuhkan oleh blok AS dan sekutu Amerika Latinnya, sebagai bagian upaya menjatuhkan pemerintahan sayap kiri Presiden Nicholas Maduro.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN - Iran kembali mengirimkan armada kapal tanker terbesarnya ke Venezuela guna membantu negara yang terisolasi itu mengatasi kekurangan bahan bakar minyak.
Venezuela dilumpuhkan oleh blok AS dan sekutu Amerika Latinnya, sebagai bagian upaya menjatuhkan pemerintahan sayap kiri Presiden Nicholas Maduro.
Sanksi AS itu melumpuhkan perekononomian Venezuela, negara pemilik cadangan minyak bumi terbesar kedua di dunia setelah Kanada.
Menurut pemberitaan Sputniknew, Senin (7/12/2020), ada 10 kapal tanker Iran yang akan berlayar menuju Venezuela. Sekembalinya dari sana, kapal-kapal itu membawa minyak mentah Venezuela ke Iran untuk diolah.
Pemerintahan Maduro meningkatkan kerjasama dengan Iran sebagai sekutu terakhir, setelah Rusia dan China berusaha menghindari ancaman langsung AS jika berdagang dengan Venezuela.
Kekurangan bahan bakar terjadi di Venezuela setelah beberapa dekade salah urus, korupsi, dan kurangnya investasi di Petroleos de Venezuela, perusahaan minyak milik negara sejak era Hugo Chavez.
Negara yang pernah menjadi pemasok minyak mentah teratas ke AS, dan membanggakan salah satu harga bensin domestik terendah di dunia, sekarang hampir tidak dapat menghasilkan bahan bakar apa pun.
Pengiriman bahan bakar terakhir Iran berlangsung awal Oktober 2020 sebanyak tiga kapal tanker. Stok saat ini hampir habis, yang mengancam stabilitas nasional Venezuela.
Armada tanker Iran kali ini dua kali lipat pengiriman pertama minyak ke Venezuela yang mengejutkan AS. Kapal-kapal itu tiba selamat setelah melintasi Laut Karibia yang dijaga Angkatan Laut AS.
"Kami mengamati apa yang dilakukan Iran dan memastikan pengirim, asuransi, pemilik kapal, kapten kapal lainnya menyadari mereka harus menjauh dari bisnis itu," kata Elliott Abrams, utusan khusus AS untuk Iran dan Venezuela beberapa waktu lalu.
Beberapa kapal yang mengangkut bahan bakar ke Venezuela awal tahun ini, termasuk Fortune and Horse, mematikan sinyal satelit mereka setidaknya 10 hari lalu, menurut data pelacakan kapal tanker Bloomberg.
Mematikan transponder adalah metode yang umum digunakan kapal yang berharap dapat menghindari deteksi.
Dalam contoh lain dari bantuan Iran ke Venezuela, nama kapal dilukis dan diubah untuk mengaburkan pendaftaran kapal.
Kementerian perminyakan di Teheran menolak berkomentar tentang masalah tersebut. Pesan yang dikirim ke beberapa pejabat di PDVSA, sebutan untuk perusahaan minyak negara Venezuela, tidak segera dijawab.
Selain mengimpor bahan bakar, Venezuela juga perlu mengekspor minyak mentah yang cukup untuk mengosongkan ruang penyimpanan dan mencegah penghentian eksplorasi lapangan.
Produksi di jaringan enam kilang Venezuela terus menurun. Tumpahan minyak dan kecelakaan dilaporkan rutin terjadi.
Pemerintah Maduro secara drastis menerima tekanan akibat infrastruktur produksi minyak yang tidak terawat baik akibat larangan impor suku cadang atau menyewa kontraktor. Sisi lain, pemerintahan Maduro kemungkinan kehabisan uang tunai.
Akibatnya, kedua negara juga membahas cara-cara bagi Iran untuk membantu Venezuela merombak kilang Cardonnya, pabrik bahan bakar terakhir di sana yang beroperasi secara teratur.
Pada 2018, perusahaan minyak China juga berupaya membantu Venezuela memperbaiki kilangnya, tetapi kehilangan minat setelah meninjau kualitas instalasi.
Tidak jelas apakah Iran akan dapat mencapai apa yang tidak dilakukan oleh China. Kilang Venezuela dibangun dan dioperasikan selama beberapa dekade oleh perusahaan minyak utama AS dan Eropa.
Pada 1970-an, perusahaan-perusahaan itu dinasionalisasi. Meski begitu, PDVSA mengandalkan teknologi dan suku cadang AS untuk pemeliharaan dan perluasan lading minyak.
Ini berarti Iran perlu membuat suku cadang tertentu dari awal untuk melakukan perbaikan kunci. Beberapa perbaikan yang dilakukan Juni dan Juli belum berhasil.
Empat kontraktor lokal saat ini masih melakukan perbaikan. Maduro berada di bawah tekanan internasional setelah oposisi memutuskan memboikot pemilihan Majelis Nasional 6 Desember 2020.
Pemilihan itu secara meluas dianggap dikontrol loyalis Maduro. Maduro lewat pesan publiknya, berharap pemilih menggunakan hak pilih, dan ia berharap mendapat dukungan publik.(Tribunnews.com/Sputniknews/xna)