Trump dan Biden Dinilai Sama Saja, Kebijakan Amerika Serikat Terhadap Iran Tak Akan Berubah
Zeinab Soleimani mengatakanera pemerintahan Presiden terpilih Joe Biden dan Presiden saat ini Donald Trump tidak akan membawa perubahan
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN - Putri dari Jenderal Iran Qassem Soleimani yang tewas dalam serangan drone Amerika Serikat (AS), Zeinab Soleimani mengatakanera pemerintahan Presiden terpilih Joe Biden dan Presiden saat ini Donald Trump tidak akan membawa perubahan apapun dalam kebijakan AS terhadap Iran.
"Tidak ada perbedaan antara Biden dan Trump, mereka adalah orang yang sama, mereka mengikuti kebijakan yang sama, tidak ada perbedaan di antara mereka," kata Zeinab.
Ia kemudian menyebutkan alasan di balik pernyataannya terkait dua tokoh penting di AS itu.
"Trump memerintahkan pembunuhan terhadap ayah saya, Biden mendukungnya, jadi tidak ada bedanya," kata Zeinab.
Baca juga: Usai Putusan Electoral College, Putin Ucapkan Selamat kepada Joe Biden Sebagai Presiden Terpilih AS
Menurutnya, latar belakang Biden memunculkan banyak keraguan, karena ia menilai pemerintahan Barack Obama, Presiden AS yang sebelumnya berpasangan dengan Biden pada pemerintahan sebelumnya, telah memfasilitasi pembentukan kelompok teroris ISIS.
Kelompok ini, kata dia, kemudian dikirimkan ke seluruh kawasan Timur Tengah untuk menimbulkan kekacauan.
Selain itu, kebijakan AS terhadap Iran dianggap hampir sama selama beberapa dekade dan perubahan 'boneka' yang memimpin di Gedung Putih bukan merupakan hal yang terlalu penting.
Baca juga: Presiden Rusia Vladimir Putin Resmi Sampaikan Ucapan Selamat ke Joe Biden
"Masalah yang kami hadapi dengan Amerika adalah kebijakan mereka, ini tidak akan berubah. Mereka adalah orang yang sama, dengan pikiran yang sama, cara yang sama. Masing-masing memiliki sikap lebih buruk dari yang lain," jelas Zeinab.
Dikutip dari laman Russia Today, Selasa (15/12/2020), ia menekankan bahwa keputusan Trump untuk memerintahkan operasi pembunuhan terhadap Jenderal Soleimani berasal dari fakta bahwa panglima tertinggi Iran itu membahayakan rencana AS di wilayah tersebut dan memicu kemarahan negeri paman sam.
Perlu diketahui, Jenderal Soleimani tewas pada awal 2020 di luar Bandara Internasional Baghdad, Irak, oleh serangan udara AS saat ia bepergian menggunakan mobil bersama pejabat tinggi militer Irak.
Pembunuhan itu pun akhirnya menimbulkan duka cita nasional yang belum pernah terjadi sebelumnya di Iran, serta di negara-negara lain di kawasan tersebut.
Baca juga: Joe Biden Pidato dari Delaware, Sebut Trump Salahgunakan Kekuasaan
Sementara AS menganggap Soleimani sebagai 'monster' yang selalu menghalangi rencana mereka.
"Jenderal yang terbunuh ini telah menjadi 'penyelamat' sejati bagi orang-orang di negaranya dan juga negara-negara lain di Timur Tengah," kata Zeinab.
Ia kembali menegaskan bahwa ayahnya selama ini memang menjadi ancaman bagi AS di kawasan Timur Tengah.
"Ayah saya melakukan pekerjaannya dengan sangat baik dan membuat mereka (AS) sangat marah. Setiap rencana yang mereka buat di Timur Tengah, hancur. Dimanapun mereka mencoba untuk masuk dan menyakiti Iran, mereka gagal. Tentu saja bagi mereka, ayah saya adalah seorang monster besar, tapi ayah saya adalah penyelamat bagi kami," tutur Zaenab.
Menurutnya, pembunuhan terhadap Soleimani bukan merupakan kemenangan bagi AS, melainkan bumerang.
Karena peristiwa tersebut menimbulkan lebih banyak kemarahan dan kebencian terhadap AS di Iran, serta negara-negara lain di kawasan itu.
Pembunuhan tersebut, kata dia, justru membuat lebih banyak orang ingin mengikuti jejak Soleimani dan melawan AS.
"Setelah membunuh ayah saya, Amerika mengira semuanya akan bisa dihentikan, karena mereka membunuh Jenderal Soleimani, kekuatan Timur Tengah. Tapi mereka salah, mereka salah besar karena berpikir bahwa ini akan menjadi akhir dari Jenderal Soleimani, padahal ini adalah permulaan," tegas Zeinab.
Zeinab juga menyinggung salah satu tindakan permusuhan terbaru yang dilakukan AS terhadap Iran, yakni pembunuhan Ilmuwan nuklir terkemuka negara itu Mohsen Fakhrizadeh.
Mohsen dibunuh di dekat kota Teheran pada akhir November lalu.
"Mereka yang berada di balik pembunuhan itu tentu saja 'bukan manusia', bagaimana ilmuwan itu dibunuh oleh pembunuh berdarah dingin padahal ia hanya bekerja untuk negaranya sendiri," jelas Zeinab.
Ia bahkan mengecam aksi tersebut yang menurutnya sangat tidak manusiawi.
"Mereka begitu mudah membunuhnya di negaranya sendiri, di depan istrinya. Berani-beraninya mereka datang ke negara kami dan membunuh orang dengan begitu mudahnya di jalanan?" ujar Zeinab.