China Akan Vaksinasi 50 Juta Penduduknya Jelang Tahun Baru Imlek
China berencana memvaksinasi 50 juta penduduk kelompok prioritas tinggi sebelum Tahun Baru Imlek 2021.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - China berencana memvaksinasi 50 juta penduduk kelompok prioritas tinggi sebelum Tahun Baru Imlek 2021.
Dilansir Reuters, SCMP pada Jumat (18/12/2020) melaporkan bahwa Beijing berencana mendistribusikan 100 juta dosis vaksin.
Vaksin-vaksin yang digunakan merupakan hasil produksi dalam negeri, yakni dari perusahaan Sinopharm dan Sinovac Biotech Ltd.
China sudah memberikan status penggunaan darurat untuk dua kandidat vaksin dari Sinopharm.
Kemudian ada satu vaksin Sinovac Biotech yang juga sudah mengantongi izin itu.
Baru-baru ini Beijing juga telah menyetujui vaksin keempat, dari CanSino Biologics Inc, untuk militer.
Baca juga: WHO Kirim 10 Ilmuwan Internasional ke China untuk Selidiki Asal-usul Virus Corona di Wuhan
Baca juga: China Diprediksi Bakal Geser AS Soal Dominasi di Luar Angkasa
Para pejabat China diminta untuk menyelesaikan 50 juta dosis vaksin gelombang pertama pada 15 Januari 2021.
Sedangkan vaksinasi gelombang kedua direncanakan selesai pada 5 Februari.
Vaksinasi massal untuk kelompok prioritas tinggi bertujuan mengurangi risiko penyebaran Covid-19 selama liburan.
Apalagi Tahun Baru Imlek merupakan puncak liburan selama sepekan.
Kelompok prioritas tinggi termasuk petugas kesehatan, petugas polisi, pemadam kebakaran, petugas bea cukai, petugas kargo, pekerja transportasi dan logistik.
Provinsi Sichuan mulai memvaksinasi para lansia dan orang-orang dengan kondisi yang mendasarinya pada awal bulan depan.
Namun sebelumnya vaksinasi untuk kelompok prioritas harus diselesaikan, kata pejabat.
WHO Selidiki Asal Usul Virus Corona di Wuhan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengirimkan tim peneliti ke Wuhan untuk menyelidiki asal usul virus corona.
Dilansir The Guardian, diperkirakan tim ini tiba di Wuhan bulan depan.
Tim akan menyelidiki bagaimana virus corona baru berpindah dari hewan ke manusia dan apakah muncul lebih awal atau di lokasi berbeda dari perkiraan selama ini.
Fabian Leendertz, seorang ahli biologi di Institut Robert Koch Jerman dan anggota tim misi 10 orang WHO, mengatakan kepada Associated Press bahwa mereka akan bekerja dengan ilmuwan China selama empat hingga lima minggu.
Kebanyakan ilmuwan mengira virus Sars-Cov-2 bermula dari hewan di China, kemungkinan besar kelelawar.
Kasus pertama kali ditemukan di Kota Wuhan pada akhir Desember 2019, terkait dengan pasar basah makanan laut.
Worldometers pada Jumat (18/12/2020) mencatat, Covid-19 telah menyebar di 218 negara dan 2 armada transportasi internasional.
Saat ini 75 juta lebih orang telah terjangkit, terhitung sejak awal pandemi.
Baca juga: KALEIDOSKOP INTERNASIONAL 2020: Impeachment Donald Trump, Film Parasite hingga Virus Corona di Wuhan
Baca juga: Wuhan Pulih dari Covid-19, Warganya Banggakan Ideologi Komunis China
Sebanyak 1,6 juta orang meninggal dan 52 juta lainnya berhasil sembuh.
Tim WHO akan melihat sampel medis yang disimpan dan sinar-X dari sebelum wabah pertama kali diketahui, untuk melihat apakah virus menyebar lebih awal.
Selain itu tim juga akan mengambil sampel dari kelelawar dan spesies lain untuk melacak hewan sumber pertama virus corona baru muncul.
"Kemudian untuk melihat ke mana jalur itu membawa kita, apakah itu kota lain atau apakah itu tetap di Wuhan atau kemana perginya," kata Leendertz.
Menurutnya, kemungkinan pasar Wuhan hanya peristiwa penyebaran virus besar pertama atau salah satu yang pertama.
"Ruang lingkup besar adalah mencoba mencari tahu apa yang terjadi," kata Leendertz.
"Bagaimana virus melompat dari hewan mana yang mungkin menjadi inang perantara dan kemudian ke manusia. Untuk merekonstruksi skenario."
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)