Sistem Data AS Diretas Pihak Asing, Pompeo Tuduh Rusia, Trump Tuding China
Pengamat politik AS, Gilbert Doctorow dan Earl Rasmussen, menilai tuduhan ke Rusia atau China penuh narasi prasangka.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, WILMINGTON – Sistem internet sejumlah lembaga negara di AS dikabarkan terkena peretasan beberapa hari lalu, sesudah Pemilu AS 2020.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menuduh peretasan dilakukan pihak Rusia. Presiden AS Donald Trump lewat akun Twitternya, berpendapat China yang melakukan upaya peretasan itu.
Joe Biden, Presiden AS terpilih, mendiskusikan opsi-opsi menghukum Rusia atas aksi itu, begitu dirinya dilantik 20 Januari 2021. Kabar ini diwartakan Reuters dan Sputniknews, Minggu 920/12/2020).
Namun pengamat politik AS, Gilbert Doctorow dan Earl Rasmussen menilai tuduhan ke Rusia atau China penuh narasi prasangka.
"Salah satu fitur konstan kebijakan luar negeri Amerika, dalam masa transisi (Trump ke Biden) para perusak menggunakan 'interregnum' untuk mencegah kebijakan masuk akal diimplementasikan pemerintahan mendatang,” kata Doctorow.
Ia mengingatkan jelang Trump masuk Gedung Putih Desember 2016, terjadi penyitaan ilegal properti konsuler Rusia di Washington. Peristiwa itu jadi batu sandungan pendekatan Trump dan Rusia.
Doctorow percaya DPR yang dikendalikan Demokrat dapat menggunakan tuduhan anti-Rusia baru-baru ini untuk mengajukan RUU sanksi yang lebih keras, kemungkinan terkait proyek pipa Nord Stream 2 .
Mega proyek pipanisasi gas Rusia ke Eropa itu dikerjakan Gazprom, dan kini sedang dalam tahap penyelesaian.
Pada 17 Desember 2020, Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur AS mengeluarkan peringatan, lembaga pemerintah AS, entitas infrastruktur, dan sektor swasta terus-menerus berusaha dibobol peretas asing.
Usaha itu dilakukan setidaknya sejak Maret 2020. Tidak pernah disebut pelakunya dari Rusia atau China. Informasi itu diamplifikasi dua media besar, kantor berita Reuters dan The Washington Post.
Keduanya melaporkan dugaan gangguan dunia maya ke Departemen Keuangan dan Perdagangan AS dan menuding Rusia berdasar informasi dari apa yang mereka sebut “orang-orang yang mengetahui masalah tersebut".
Rusia Tegas Membantah Bukan Pelakunya
Duta Besar Rusia untuk AS Anatoly Antonov menolak klaim media tersebut selama konferensi video yang diadakan Universitas Georgetown. Ia menyarankan dialog antara komunitas intelijen AS dan Rusia.
Waktu dugaan peretasan membangkitkan ingatan kuat tentang periode transisi 2016-2017 ketika Rusia dituduh melanggar server Komite Nasional Demokrat (DNC), menurut Gilbert Doctorow, seorang analis hubungan internasional dan urusan Rusia.
Informasi dari tim transisi Biden-Harris, pemerintah AS kemungkinan nantinya akan menjatuhkan sanksi keuangan baru hingga serangan siber balasan terhadap Rusia.
Upaya itu mencakup kontra spionase dunia maya yang harus ditingkatkan, untuk menciptakan pencegahan yang efektif dan mengurangi potensi mata-mata dunia maya Rusia di masa depan.
Sementara Presiden Donald Trump terkesan meremehkan peristiwa itu, dan memberi tanggapan hampir seminggu setelah laporan peretasan itu muncul.
Trump tidak mengambil tindakan apa-apa atas peristiwa ini.Tim Biden mengkhawatirkan masa kritis ini, dan jika tidak ada langkah apa-apa, pemerintahan Biden akan meminta pertanggungjawaban.
"Mereka akan dimintai pertanggungjawaban," kata Biden via stasiun televisi CBS. Dia berjanji memaksakan "dampak finansial" pada "individu maupun entitas" yang melakukan aksi ini.
Reaksi Biden bisa jadi ujian awal janji Presiden terpilih untuk bekerja sama dan berkonsultasi secara lebih efektif dengan sekutu AS.
Pembobolan data itu pertama kali dilaporkan kantor berita Reuters, yang menyebut peretasnya diduga dinas intelijen luar negeri Rusia, SVR.
Mereka menjelajahi jaringan lembaga pemerintah, perusahaan swasta, dan lembaga pemikir AS selama berbulan-bulan.
Edward Fishman, anggota Dewan Atlantik yang menangani sanksi Rusia di Departemen Luar Negeri era Obama, memperkirakan target potensial sanksi keuangan dari AS adalah SVR.
Laporan media menyebutkan, kelompok peretas terkait SVR dikenal sebagai "Cozy Bear" atau APT29. Mereka disebut pelaku serangan tersebut.
AS, Inggris dan Kanada pada Juli pernah menuduh "Cozy Bear" mencoba mencuri riset vaksin Covid-19 dan penelitian obat medis di perusahaan farmasi serta institusi akademis AS.
“Saya akan berpikir, paling tidak, menjatuhkan sanksi terhadap SVR akan menjadi sesuatu yang harus dipertimbangkan pemerintah AS,” kata Fishman.
Namun ia mencatat langkah tersebut sebagian besar akan bersifat simbolis, dan tidak memiliki dampak ekonomi yang besar.
Departemen Keuangan AS telah menjatuhkan sanksi keuangan pada layanan keamanan Rusia lainnya, FSB, dan GRU.
Sanksi keuangan terhadap perusahaan negara Rusia dan kerajaan bisnis oligarki Rusia yang terkait Presiden Rusia Vladimir Putin mungkin lebih efektif.(Tribunnews.com/Sputniknews/Reuters/xna)