Viral Tiruan Ratu Elizabeth II Sampaikan Pesan Natal, Singgung Kepergian Pangeran Harry dan Meghan
Viral video menunjukkan Ratu Elizabeth II yang menyampaikan pesan Natal 2020.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
TRIBUNNEWS.COM - Viral video menunjukkan Ratu Elizabeth II yang menyampaikan pesan Natal 2020.
Diketahui, video yang menampilkan sosok Ratu dalam balutan gaun warna biru merupakan deepfake.
Deepfake merupakan teknik untuk menirukan sosok manusia tertentu menggunakan artificial intelligence atau kecerdasan buatan.
Dilansir The Guardian, deepfake Ratu Elizabeth II itu disiarkan di Channel 4.
Alhasil, Channel 4 menuai banyak kritik, kontroversi, hingga menimbulkan perdebatan.
Sebab video deepfake Ratu itu disiarkan sebagai pengganti siaran Ratu Elizabeth II biasanya pada Hari Natal.
Dalam video berdurasi lima menit itu, sosok Ratu diubah menjadi digital.
Di dalamnya, 'Ratu' menceritakan soal kondisi keluarga dan merenungkan insiden pada 2020.
Baca juga: Selalu Jaga Ekspresi, Ratu Elizabeth II Terkikik saat Charles dan Diana Menikah, Ini Kata Pengamat
Baca juga: Berpisah 9 Bulan Karena Covid-19, Ratu Elizabeth dan Keluarga Kerajaan Inggris Berkumpul Kembali
Salah satunya yakni kepergian Pangeran Harry dan Meghan Markle.
Diketahui, pada akhir Maret lalu Pangeran Harry dan istrinya Meghan resmi keluar dari anggota senior Kerajaan Inggris.
"Satu hal yang telah menopang banyak dari kita adalah keluarga kita, itulah mengapa saya sangat sedih dengan kepergian Harry dan Meghan," kata 'Ratu' dalam cuplikan video yang diposting BBC.
Selain menyinggung hal itu, Ratu palsu ini juga merenungkan kasus yang menjerat putranya, Pangeran Andrew.
Duke of York terlibat skandal pelecehan seksual dengan milyarder Jeffrey Epstein.
"Ada beberapa hal yang lebih menyakitkan daripada seseorang yang memberi tahu Anda bahwa mereka lebih suka ditemani orang Kanada," ujar 'Ratu'.
Deepfake Ratu Elizabeth II ini disuarakan oleh aktor Debra Stephenson.
Dilaporkan New York Post, bahkan Ratu palsu ini juga memperagakan tarian TikTok.
Channel 4 mengatakan, siaran deepfake Ratu dimaksudkan untuk memperingatkan publik tentang bahaya hoaks atau berita palsu, terlebih di era digital saat ini.
"Jika ada tema pesan saya hari ini, itu adalah kepercayaan," kata ratu palsu di video itu.
"Percayalah pada apa yang asli dan apa yang tidak."
Direktur Program Ian Katz menggambarkan video ini sebagai "pengingat yang kuat bahwa kita tidak bisa lagi mempercayai mata kita sendiri".
Beberapa ahli menyebut siaran itu berpotensi membuat publik berpikir bahwa teknologi deepfake lebih umum digunakan, dibanding yang asli.
"Kami belum melihat deepfake digunakan secara luas, kecuali untuk menyerang wanita," kata Sam Gregory, direktur program Witness.
Witness merupakan organisasi yang menggunakan video dan teknologi untuk melindungi hak asasi manusia.
Baca juga: Ratu Elizabeth II dan Pangeran Philip Masuk Daftar Penerima Vaksin Pfizer
Baca juga: Angsa hingga Gajah, Hewan yang Diterima Ratu Elizabeth II saat Kunjungan Negara ke Luar Negeri
"Kita harus sangat berhati-hati dalam membuat orang berpikir bahwa mereka tidak dapat mempercayai apa yang mereka lihat."
"Jika Anda belum pernah melihatnya sebelumnya, ini bisa membuat Anda percaya bahwa deepfake adalah masalah yang lebih meluas daripada yang sebenarnya," katanya.
"Tidak apa-apa untuk mengekspos orang pada deepfake, tetapi kita tidak boleh meningkatkan retorika untuk mengklaim bahwa kita dikelilingi oleh mereka."
Peneliti kebijakan teknologi di balik deepfake Jeremy Corbyn dan Boris Johnson selama pemilihan umum 2019, Areeq Chowdhury mengatakan dia mendukung misi menyoroti fenomena deepfake.
Namun, teknologinya harus tidak menimbulkan ancaman luas bagi dunia informasi.
"Risikonya adalah semakin mudah dan lebih mudah untuk menggunakan deepfake dan ada tantangan yang jelas untuk memiliki informasi palsu di luar sana, tetapi juga ancaman bahwa mereka merusak rekaman video asli yang dapat dianggap sebagai deepfake," katanya.
Istana Buckingham tidak menanggapi permintaan komentar dari BBC tentang siaran digital itu.
Awal tahun ini, Facebook melarang video deepfake untuk membendung penyebaran informasi yang salah menjelang pemilihan presiden AS.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)