Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jepang Menentang Keras Keputusan Pengadilan Korsel Langgar Hukum Internasional

PM Suga  juga menegaskan bahwa masalah wanita penghibur "sepenuhnya dan akhirnya diselesaikan dalam Perjanjian Klaim kompensasi  Jepang-Korea  tahun

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Jepang Menentang Keras Keputusan Pengadilan Korsel Langgar Hukum Internasional
Richard Susilo
PM Jepang Yoshihide Suga 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pemerintah Jepang khususnya lewat PM Jepang Yoshihide Suga malam ini (8/1/2021) menentang keras keputusan pengadilan Korea Selatan (Korsel) agar Jepang mengganti rugi (kompensasi) ratusan juta yen kepada penuntut yang mengaku sebagai mantan jugun ianfu (wanita penghibur korban perang dunia kedua).

"Gugatan ini harus dibatalkan. Saya tidak dapat menerima keputusan dengan cara apa pun,"  tegas PM Suga malam ini (8/1/2021).

PM Suga  juga menegaskan bahwa masalah wanita penghibur "sepenuhnya dan akhirnya diselesaikan dalam Perjanjian Klaim kompensasi  Jepang-Korea  tahun 1965 serta bersifat final.

"Saya sangat mendesak pemerintah Korea untuk mengambil langkah-langkah tegas untuk memperbaiki pelanggaran berdasarkan hukum internasional," tekannya lebih lanjut.

Partai-partai oposisi juga mengungkapkan kecaman dan keprihatinannya atas keputusan Distrik Pusat Seoul pada tanggal 8 Januari 2021, yang memerintahkan pemerintah Jepang untuk membayar ganti rugi kepada mantan wanita penghibur Korea.

Kenta Izumi, Ketua Umum Partai Demokrat Konstitusional, oposisi pemerintah Jepang, menegaskan bahwa hal itu "sama sekali tidak dapat diterima". Perjanjian Jepang-Korea  terakhir pun tahun 2015, juga menegaskan "solusi terakhir dan tidak dapat diubah" untuk masalah wanita penghibur.

Berita Rekomendasi

"Prinsip kesepakatan yang dicapai oleh kedua pemerintah terputus, dan hubungan antara Jepang dan Korea Selatan memburuk. Saya tidak bisa menerima penghakiman (penilaian) yang mengarah kepada kompensasi itu kembali," tekan Izumi lagi.

Hitoshi Asada, ketua Asosiasi Restorasi Jepang, menolak pula.

"Itu telah diselesaikan berdasarkan Perjanjian Klaim Jepang-Korea (1965). Olehkarena itu mantan wanita penghibur Korea justru harusnya  menuntut  kepada pemerintah Korsel bukan ke Jepang."

Yasue Funayama, ketua Partai Demokratik Nasional, juga mengkritik, "Itu tidak dapat diterima. Bertentangan dengan perjanjian sebelumnya, sangat negatif dalam membangun hubungan bilateral yang baik."

Di sisi lain, Tomoko Tamura, Ketua Panitia Kebijakan Partai Komunis, menunjukkan pemahaman tertentu dalam putusan bahwa "hak atas kompensasi (gugatan) individu tidak diatur oleh hukum internasional. Saya ingin meminta tanggapan dari pemerintah Jepang yang menitikberatkan pada benar atau tidaknya bantuan korban perang, dan pembahasan dengan pemerintah Korea," ujarnya.

Sementara itu telah terbit buku baru "Rahasia Ninja di Jepang" berisi kehidupan nyata ninja di Jepang yang penuh misteri, mistik, ilmu beladiri luar biasa dan tak disangka adanya penguasaan ilmu hitam juga. informasi lebih lanjut ke: info@ninjaindonesia.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas