Rusuh di Capitol: Trump Janjikan Transisi yang Damai setelah Kongres Sahkan Kemenangan Joe Biden
Trump menjanjikan transisi yang damai setelah kongres sahkan kemenangan Joe Biden dalam Pilpres Amerika Serikat.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Kongres Amerika Serikat (AS) mengesahkan kemenangan Joe Biden dalam Pilpres AS, beberapa jam pascaserangan massa pro-Trump yang menewaskan empat orang.
Setelah aparat polisi berhasil mengusir massa, anggota parlemen melanjutkan sesi sertifikasi Electoral College.
Sertifikasi ini membuka jalan bagi Biden untuk dilantik pada 20 Januari 2021 mendatang.
Mengutip BBC, sebagai tanggapan, Trump menjanjikan "transisi kekuasaan yang damai".
Kemenangan Joe Biden dikonfirmasi pada Kamis dini hari (7/1/2021) oleh sesi bersama yang dipimpin oleh Wakil Presiden, Mike Pence.
Baca juga: Rusuh di Capitol untuk Cegah Joe Biden Gantikan Trump, Mike Pence: Hari Gelap dalam Sejarah
Baca juga: Foto-foto Pendukung Donald Trump Kuasai Gedung Kongres Amerika Serikat
Pence sendiri menyebut aksi kekerasan telah menjadi "hari gelap dalam sejarah Capitol Amerika Serikat".
Sementara itu, Biden mengecam "pemberontakan" tersebut karena Trump, sambil menyuruh massa untuk "pulang", terus membuat klaim palsu atas kecurangan pemilu.
Kemenangan Biden disahkan setelah beberapa anggota parlemen Republik keberatan untuk membatalkan hasil di Arizona dan Pennsylvania ditolak.
Tak lama kemudian, Trump mengatakan dalam sebuah pernyataan, "Meskipun saya sama sekali tidak setuju dengan hasil pemilu dan fakta menunjukkan kepada saya, namun akan ada transisi yang damai pada 20 Januari 2021."
Kerusuhan di Capitol Telan Korban Jiwa
Pejabat berwenang mengatakan, seorang wanita ditembak oleh polisi, sementara tiga lainnya meninggal dalam keadaan kritis.
Wali Kota Washington DC, Muriel Bowser, mengatakan wanita itu adalah bagian dari sekelompok individu yang memaksa masuk ke ruang DPR, yang masih dalam sesi sertifikasi.
Mereka dihadang oleh petugas berpakaian preman dan seorang petugas mengeluarkan senjata lalu menembakkannya.
Wanita itu dibawa ke rumah sakit dan dinyatakan meninggal.
Hingga saat ini, identitas wanita tersebut masih belum dilaporkan.
Baca juga: Serangan Massa Trump Bikin Joe Biden Marah: Itu Bukan Demo tapi Pemberontakan
Baca juga: Reaksi Pemimpin Dunia Soal Rusuh di Capitol AS, Jerman: Trump Harus Berhenti Injak-injak Demokrasi
Tetapi media lokal mengidentifikasinya sebagai veteran Angkatan Udara AS di wilayah San Diego dan pendukung Trump, Ashli Babbit.
Para pejabat mengatakan, tiga kematian lainnya termasuk satu wanita dan dua pria, tetapi rincian bagaimana mereka meninggal belum dipublikasikan. Sedikitnya 14 anggota polisi terluka selama kerusuhan itu.
Reaksi Para Pemimpin Dunia Soal Insiden Kerusuhan di Capitol AS
Diberitakan sebelumnya, para pemimpin dunia bereaksi terhadap insiden kerusuhan yang terjadi di Capitol AS pada Rabu (6/1/2021).
Berikut ini Tribunnews rangkum beberapa reaksi para pemimpin dunia atas insiden kerusuhan di Capitol AS:
Jerman
Dilansir BBC, Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, mengatakan insiden kerusuhan di Gedung Capitol merupakan penghinaan terhadap demokrasi.
"Musuh-musuh demokrasi akan bersukacita atas insiden tak terbayangkan dari #WashingtonDC," cuit Maas di Twitternya.
"Kata-kata menghasut berubah menjadi tindakan kekerasan -di tangga Reichstag (Gedung Parlemen Jerman) dan sekarang di #Capitol. Penghinaan terhadap institusi demokrasi memiliki efek yang menghancurkan."
"Trump dan pendukungnya harusnya menerima keputusan pemilih Amerika dan berhenti menginjak-injak demokrasi," tambah Maas.
Inggris
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, dalam twitnya menggambarkan insiden kerusuhan di Gedung Capitol sebagai "aib".
Mengutip wspa.com, Johnson menambahkan Amerika Serikat adalah penjunjung demokrasi di seluruh dunia dan maka dari itu demokrasi sangat "penting", sehingga harus ada transfer kekuasaan secara damai.
Sementara, Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, memberikan tanggapannya lewat unggahan Twitter.
"AS sangat menjunjung dengan demokrasi, dan tidak ada pembenaran atas upaya kekerasan untuk menggagalkan transisi kekuasaan yang sah dan tepat," tulisnya.
Prancis
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menanggapi insiden kerusuhan di Gedung Capitol dengan mengatakan bahwa dia percaya pada kekuatan demokrasi di AS.
"Apa yang terjadi di Washington bukanlah (representasi) orang Amerika," kata Macron dalam pidato video singkat yang diposting di Twitter.
Macron berbicara dalam bahasa Inggris dan Prancis di video yang diunggah di Twitter-nya. Macron menuliskan tagar "#WeAreOne".
"Saya hanya ingin mengungkapkan persahabatan dan keyakinan kami terhadap Amerika Serikat. Apa yang terjadi hari ini di Washington DC bukanlah (representasi) orang Amerika, saya yakin," tuturnya.
"Kami percaya pada kekuatan demokrasi kami. Kami percaya pada kekuatan demokrasi Amerika," kata Macron, berbicara dalam bahasa Inggris.
Uni Eropa
"Di mata dunia, demokrasi Amerika malam ini tampak terkepung," cuit kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell.
Borrell menyebut tindakan tersebut sebagai "serangan terhadap demokrasi AS, institusi dan aturan hukum."
Dia juga menambahkan, "Ini bukan Amerika. Hasil pemilu 3 November harus dihormati sepenuhnya."
Para pemimpin Uni Eropa seperti Ursula von der Leyen dan Charles Michel juga mencuit di Twitter untuk mengutuk kerusuhan tersebut, sambil mendesak transformasi kekuasaan secara damai.
Kanada
Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, mengatakan negaranya "sangat terganggu dan sedih" atas insiden kekerasan di Washington.
"Kekerasan tidak akan pernah berhasil mengesampingkan keinginan rakyat," cuitnya.
Menteri Luar Negeri Kanada Francois-Philippe Champagne menyatakan keprihatinan yang mendalam atas situasi tersebut.
"Peralihan kekuasaan secara damai adalah fundamental bagi demokrasi - harus berlanjut dan akan terus berlangsung. Kami mengikuti perkembangan dengan cermat dan pikiran kami bersama rakyat Amerika," katanya.
Mantan Presiden AS
Mantan Presiden AS, George W Bush, dan istrinya, Laura, mengatakan mereka muak dan patah hati melihat insiden kerusuhan Gedung Capitol AS.
Bush mengatakan tindakan itu "dilakukan oleh orang-orang yang hasratnya telah dibakar oleh kepalsuan dan harapan palsu".
Ap News melaporkan, sedangkan, Bill Clinton mengatakan serangan itu dipicu oleh "politik racun" Trump.
"Kerusuhan itu disulut oleh Donald Trump dan pendukungnya yang paling bersemangat, termasuk banyak orang di Kongres, untuk membatalkan kekalahannya dalam hasil pemilu," kata Clinton.
Pendahulu Trump, mantan Presiden Barack Obama, menyalahkan Trump karena menghasut kekerasan, dan menyebut insiden kerusuhan sebagai "momen penghinaan dan aib besar bagi bangsa."
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)