Rusia Menahan Lebih dari 3.000 Orang dalam Aksi Protes Pro-Alexei Navalny
Polisi Rusia menahan lebih dari 3.000 massa pendukung pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny yang saat ini dipenjara.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Polisi Rusia menahan lebih dari 3.000 massa pendukung pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny yang saat ini dipenjara.
Puluhan ribu orang yang turun ke jalan bergabung dalam aksi unjuk rasa terbesar melawan Presiden Vladimir Putin.
Di Moskow, polisi anti huru hara terlihat memukuli dan menyeret pengunjuk rasa.
Mengutip BBC, Alexei Navalny, kritikus paling terkenal Presiden Putin, menyerukan protes setelah penangkapannya Minggu lalu.
Baca juga: Kritikus Vladimir Putin, Alexei Navalny Dijatuhi Hukuman Penjara 30 Hari
Baca juga: Setibanya di Moskow, Pemimpin Oposisi Rusia Alexei Navalny Ditahan Pihak Berwajib
Dia ditahan setelah terbang kembali ke Moskow dari Berlin, tempat dia memulihkan diri dari serangan agen saraf yang hampir mematikan di Rusia Agustus 2020 lalu.
Sekembalinya, dia langsung ditahan dan dinyatakan bersalah karena melanggar ketentuan pembebasan bersyarat.
Navalny mengatakan itu adalah kasus palsu yang dirancang untuk membungkamnya.
OVD Info, sebuah LSM independen yang memantau aksi unjuk rasa mengatakan, sekitar 3.100 orang telah ditahan, lebih dari 1.200 di antaranya di Moskow saja.
Menyoal penangkapan massa pro-Alexei Navalny, Kremlin belum berkomentar.
Baca juga: Kasus Novichok Alexei Navalny: Presiden Vladimir Putin Turun Tangan untuk Evakuasi Navalny ke Jerman
Baca juga: Rusia Coba Racuni Navalny Kedua Kali Sebelum Diterbangkan ke Berlin
Pengunjuk Rasa: Saya Lelah karena Takut
Para pengunjuk rasa, mulai dari pelajar remaja hingga orang tua yang menuntut pembebasan Navalny.
Kantor berita Reuters memperkirakan, sekira 40.000 orang bergabung dalam demonstrasi di pusat kota Moskow.
Namun, Kementerian Dalam Negeri Rusia menyebutkan jumlah pengunjuk rasa di kisaran 4.000.
Para pengamat mengatakan, skala demonstrasi di seluruh negeri belum pernah terjadi sebelumnya, sementara protes di Ibu Kota adalah yang terbesar dalam hampir satu dekade.
Di alun-alun kota Pushkin, beberapa pengunjuk rasa meneriakkan "Freedom to Navalny" dan "Putin pergi!".
Seorang wanita mengatakan kepada BBC bahwa dia memutuskan untuk bergabung dengan demonstrasi karena "Rusia telah diubah menjadi kamp penjara".
Baca juga: Otoritas Rusia Tahan Alexei Navalny, Zhakarova Peringatkan Politisi Asing
Sergei Radchenko, seorang pengunjuk rasa berusia 53 tahun di Moskow,turut buka suara kepada Reuters.
"Saya lelah karena takut. Saya tidak hanya muncul untuk diri saya sendiri dan Navalny, tetapi untuk putra saya karena tidak ada masa depan di negara ini," ungkapnya.
Lyubov Sobol, seorang staf terkemuka Navalny yang telah didenda karena mendesak Rusia untuk bergabung dalam protes, mengirim cuitan di Twitter sebuah video polisi yang secara kasar menariknya dari wawancara dengan wartawan.
Beberapa pengunjuk rasa berbaris di penjara dengan keamanan tinggi tempat Navalny ditahan dan banyak yang ditangkap.
Sementara itu, satu sumber berita independen, Sota mengatakan, sedikitnya 3.000 orang telah bergabung dalam demonstrasi di kota Vladivostok, tetapi pihak berwenang setempat menyebutkan jumlahnya 500 orang.
Rekaman AFP menunjukkan polisi anti huru hara berlari ke kerumunan, dan memukuli beberapa pengunjuk rasa dengan tongkat.
Di kota Yakutsk di Siberia, peserta protes kecil melihat suhu turun hingga -50 Celcius.
Sebelum aksi unjuk rasa, pihak berwenang Rusia telah menjanjikan tindakan keras. Beberapa pembantu dekat Navalny, termasuk juru bicaranya Kira Yarmysh, ditangkap awal pekan ini.
Para pendukungnya menyerukan lebih banyak protes akhir pekan depan.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)