Myanmar Dikudeta Militer: Warga Timbun Makanan, Atribut NLD Diturunkan, dan Sinyal Internet Putus
Myanmar resmi kembali berada di bawah kekuasaan militer langsung pada Senin (1/2/2021) pukul 8.30 pagi waktu setempat.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Myanmar resmi kembali berada di bawah kekuasaan militer langsung pada Senin (1/2/2021) pukul 8.30 pagi waktu setempat.
Kudeta dimulai pada dini hari, saat militer menjemput dan menahan sejumlah pemerintah sipil.
Utamanya yakni menahan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi serta Presiden Myanmar Win Myint.
Aung San Suu Kyi merupakan petinggi Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang berkuasa di Myanmar.
Baca juga: Indonesia Diminta Tidak Ikut Campur Urusan Myanmar
Baca juga: Anggota Komisi I DPR Minta Menlu RI Bersikap Soal Kudeta Militer di Myanmar
Kudeta militer terjadi karena sengketa hasil pemilu November 2020 lalu antara pemerintah sipil dengan militer.
Lewat saluran TV khusus, militer Myanmar mengonfirmasi bahwa negara diambil alih dan menyatakan keadaan darurat selama satu tahun.
Kudeta ini dipimpin oleh Panglima Militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Lalu bagaimana kondisi Myanmar pasca kudeta militer?
Menurut laporan The Guardian, sebelum adanya kudeta, warga di Yangon sudah khawatir karena desas-desus ambil alih kekuasaan oleh militer telah muncul berhari-hari yang lalu.
Setelah militer benar-benar menguasai Myanmar, internet dan sinyal seluler terputus hingga stasiun TV tidak bisa mengudara.
Pada pukul 8.30 pagi waktu setempat, militer resmi mengambil alih kekuasaan.
Kudeta militer terjadi satu dekade setelah Myanmar mulai menjalankan politik demokrasi, sekali lagi Burma berada di bawah kekuasaan militer langsung.
Seorang warga mengaku kaget dan sedih mendengar pemimpin Aung San Suu Kyi ditahan.
"Ibuku membangunkanku dengan berita bahwa Aung San Suu Kyi telah ditahan. Saya kaget dan tidak tahu harus menjawab apa," kata wanita 25 tahunan itu.
Wanita itu mengaku langsung pergi ke toko untuk membeli bahan makanan dan menangisi kondisi negara dalam perjalanan pulang.
Toko sembako diserbu warga untuk menimbun makanan pokok seperti beras, minyak, dan mie instan.
Kondisi serupa terjadi di ATM, namun mereka tidak dapat menarik uang tunai karena pemutusan koneksi secara meluas.
Seorang pekerja LSM di Yangon mengatakan jalanan tenang namun ada ketakutan dan kewaspadaan yang membayangi.
Pekan lalu banyak warga di Yangon yang mengibarkan bendera NLD sebagai tanda dukungan kepada pemerintah berkuasa saat militer menuding kecurangan pemilu.
Namun pada Senin (1/2/2021), bendera-bendera itu lenyap.
"Saya tidak berpikir orang tahu bagaimana harus bereaksi. Terima, sembunyikan, atau protes? Myanmar memiliki sejarah yang berantakan dan berdarah dengan protes," kata pekerja LSM itu.
Lebih lanjut, seorang aktivis lokal mengatakan kepada Newsday BBC bahwa beberapa rekannya ikut ditahan militer pada pagi hari.
"Ada mobil militer berkeliaran di sekitar kota," katanya.
NLD menang telak dalam Pemilu November 2020 lalu, di sisi lain Partai Persatuan Pembangunan dan Solidaritas yang didukung militer hanya memenangkan 33 kursi.
"Ini sangat mengecewakan, saya tidak ingin kudeta," kata seorang pria berusia 64 tahun di kota Hlaing kepada AFP.
"Saya telah melihat banyak transisi di negara ini dan saya menantikan masa depan yang lebih baik."
Walaupun banyak yang kecewa, ada juga warga sipil yang menyambut bahagia kepemimpinan militer.
Para pendukung militer merayakan kudeta dengan melakukan parade dengan mobil sambil membunyikan lagu-lagu patriotik.
Griffin Hotchkiss, seorang ekspatriat Amerika yang telah tinggal di Myanmar selama enam tahun mengatakan dia melihat:
"Karavan warga sipil pro-militer yang meneriakkan musik keras dan 'merayakan' sementara orang-orang (yang saya tahu adalah pendukung NLD) di jalan tampak marah," katanya dikutip dari BBC.
Namun di luar itu, Hotchkiss mengatakan bahwa toko-toko masih dibuka meskipun hanya sedikit orang di jalanan.
Baca juga: Aung San Suu Kyi Ditangkap, Militer Myanmar Ambil Alih, Nyatakan Kondisi Darurat Selama 1 Tahun
Baca juga: Guru Besar UI Beri Saran kepada Pemerintah Indonesia Terkait Kudeta Militer di Myanmar
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)