Kuasai Pemerintahan, Militer Myanmar Blokir Sementara Jaringan Media Sosial
Militer telah memerintahkan perusahaan telekomunikasi lokal untuk memblokir jejaring sosial Facebook, Instagram serta WhatsApp.
Penulis: Firda Fitri Yanda
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, NAYPYITAW - Militer Myanmar yang juga disebut Tatmadaw, telah memerintahkan perusahaan telekomunikasi lokal untuk memblokir jejaring sosial Facebook, Instagram serta WhatsApp.
Mereka menggunakan alasan masalah keamanan untuk bisa memblokir akses ke media sosial itu, di tengah kondisi darurat yang terjadi di negara itu.
Tatmadaw mengumumkan kondisi darurat satu tahun, setelah menahan Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint serta politisi terkemuka lainnya yang berasal dari partai penguasa.
Penahanan tersebut dilakukan setelah dilakukannya serangkaian penggerebekan pada awal pekan ini.
Baca juga: Kecam Kudeta Militer di Myanmar, Inggris Nilai Kemenangan Partai Aung San Suu Kyi Sah
Kudeta militer ini menyusul semakin meningkatnya ketegangan antara militer dengan pemerintah Myanmar.
Hal itu karena militer menuding partai penguasa yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi melakukan penipuan pemilih dalam pemilihan umum pada November 2020, yang menghasilkan kemenangan bagi Suu Kyi.
Dikutip dari laman Sputnik News, Kamis (4/2/2021), Kementerian Komunikasi dan Informasi negara itu pada hari Kamis waktu setempat menyatakan bahwa akses ke Facebook akan diblokir hingga 7 Februari mendatang.
"Saat ini ada pihak yang mungkin akan mengganggu stabilitas negara, menyebarkan berita palsu dan informasi yang salah serta menyebabkan kesalahpahaman saat mereka menggunakan Facebook," kata seorang Juru bicara Facebook mengkonfirmasi bahwa akses ke jejaring sosial itu saat ini terganggu untuk beberapa pihak.
Raksasa teknologi ini pun meminta pemerintah Myanmar untuk kembali membuka akses internet agar masyarakat bisa memperoleh informasi penting.
"Kami mendesak pihak berwenang untuk memulihkan konektivitas sehingga orang-orang di Myanmar dapat berkomunikasi dengan keluarga dan teman mereka serta mengakses informasi penting," jelas Juru bicara tersebut.
Perlu diketahui, pemblokiran itu terjadi setelah kepolisian Myanmar mengajukan tuntutan terhadap Suu Kyi karena diduga mengimpor peralatan komunikasi secara ilegal.
Sementara Juru bicara partainya, Kyi Toe sebelumnya telah menuliskan dalam laman Facebook miliknya bahwa beberapa kelompok aktivis dan petugas kesehatan telah meluncurkan kampanye di raksasa jejaring sosial itu untuk menentang pengambilalihan militer.
Terkait tuduhan diduga mengimpor dan memiliki walkie-talkie ilegal, ia menambahkan bahwa Aung San Suu Kyi akan ditahan hingga setidaknya 15 Februari mendatang.
Di sisi lain, Ketua Parlemen untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) Charles Santiago menggambarkan tuduhan itu sebagai lelucon.
"Ini adalah langkah yang tidak masuk akal yang dilakukan oleh militer untuk mencoba melegitimasi perebutan kekuasaan ilegal mereka," tegas Charles.
Pernyataan itu dimulai oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres yang berjanji bahwa PBB akan melakukan yang terbaik untuk memobilisasi semua aktor kunci dan komunitas internasional untuk memberikan tekanan yang cukup pada Myanmar.
Langkah tegas PBB ini dilakukan untuk memastikan bahwa kudeta tersebut gagal.
"Pengambilalihan militer di Myanmar sama sekali tidak dapat diterima setelah terjadi pemilihan umum yang saya yakini berlangsung normal, dan setelah periode transisi yang besar," kata Guterres.
Sebelumnya, militer Myanmar melancarkan kudeta pada Senin pagi terhadap Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan anggota senior Liga Nasional untuk Demokrasi lainnya.
Tatmadaw bersumpah untuk 'mengambil tindakan' terhadap dugaan penipuan pemilih selama berlangsungnya pemilihan umum 8 November 2020, yang membuat Aung San Suu Kyi menang besar.
Militer negara itu mengatakan mereka berkomitmen pada sistem demokrasi dan berjanji untuk mengadakan pemilihan yang baru dan adil saat kondisi darurat berakhir.