Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Australia Bakal Tanpa Google dan Facebook

Google menentang rencana UU yang akan memaksa mereka dan Facebook Inc membayar ke penerbit Australia.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Australia Bakal Tanpa Google dan Facebook
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Sejumlah guru kelas melakukan kegiatan mengajar jarak jauh kepada peserta didik yang ada di rumah masing-masing dengan metode belajar mengajar secara daring (online), di SDN 026 Bojongloa, Jalan Cibaduyut Raya, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (27/7/2020). Proses belajar mengajar daring yang diterapkan di sekolah ini menggunakan aplikasi WhatsApp Group, Google Form, dan Google Classroom. Sementara bagi peserta didik yang tidak memiliki smartphone, pihak sekolah mengharuskan orang tua siswa ke sekolah setiap hari untuk mengambil lembaran soal yang bisa dikerjakan siswa di rumah. Sedangkan hasil pengerjaan soalnya dikumpulkan lewat komite seminggu sekali untuk penilaian. Tribun Jabar/Gani Kurniawan 

TRIBUNNEWS.COM, CANBERRA – Raksasa mesin pencari di internet, Google, mengancam akan menutup layanan secara penuh di Australia.

Google menentang rencana UU yang akan memaksa mereka dan Facebook Inc membayar ke penerbit Australia untuk konten berita yang didistribusikan atau muncul di layanan mereka.

Hingga saat ini, Google menjalankan 95 persen pencarian konten web dan konten apa saja di Australia. Situasi ini bisa menyulitkan begitu banyak pengguna.

Jika Google dan Facebook keluar dari Australia karena UU itu, ini akan menjadi kerangka jurisdiksi Kanada dan Uni Eropa yang juga terlibat perselisihan dan ingin mengerem keunggulan Google.

Namun menonaktifkan Google, akan menyerahkan Australia kepada para pesaingnya, termasuk Bing dan DuckDuckGo dari Microsoft Corp.

Pesaing mesin pencari ini tiba-tiba akan memiliki tempat bermain untuk pengembangan dan pijakan untuk maju di panggung global.

Baca juga: Pemerintah Diminta Lebih Tegas Atur OTT Asing Seperti Facebook dan Google Cs

Baca juga: Google Ikuti Jejak Apple Hadirkan Fitur Anti Pelacak Data

Tulisan yang dipublikasikan Bloomberg dan dikutip Aljazeera.com, Jumat (12/2/2021), mahasiswa IT di Australia, Patrick Smith, mencontohkan betapa ia sangat tergantung pada Google.

Berita Rekomendasi

Pria berusia 24 tahun dari Canberra ini mengatakan terkadang dia melakukan 400 penelusuran Google setiap hari untuk membantu studinya.

Ia juga mengikuti berita, dan mencari resep makanan. Smith menunjukkan contoh penelusuran yang dilakukan, ada 150 penelusuran hanya dalam waktu lima jam.

"Rencana menghilangnya Google itu paling menakutkan," kata Smith. “Saya refleks ke Google tentang sesuatu, apa pun, bahkan jika saya sedikit tidak yakin tentang sesuatu (mencari ke Google),” akunya.

Dalam sebuah contoh kecil percobaan, maka pencarian di mesin menggunakan kata kunci 'pantai terbaik Sydney' menunjukkan perbedaan kinerja di antara para pesaing Google.

Hasil pertama DuckDuckGo adalah iklan untuk hotel yang jauhnya lebih dari 1.000 kilometer di Queensland.

Mesin Search Encrypt, yang memuji kemampuan perlindungan datanya, menunjukkan hasil tidak ada yang cocok.

Bing menyarankan Kantor Pos Bondi Beach. Hanya Google yang berhasil menyajikan pencarian yang diinginkan, pantai Bondi, di urutan pertama.

Legislasi Pertama di Dunia Terkait Mesin Pencari

Rencana UU kontroversial itu akan dirapatkan oleh parlemen Australia mulai 15 Februari, setelah komite senat kunci merekomendasikan pada Jumat agar RUU itu disahkan.

"Pemerintah mengharapkan semua pihak untuk terus bekerja secara konstruktif untuk mencapai kesepakatan komersial," kata  pejabat parlemen, Josh Frydenberg.  

Pemerintah mengatakan industri media lokal Australia, termasuk Rupert Murdoch's News Corp dan Sydney Morning Herald, penerbit Nine Entertainment Co, telah kehilangan pendapatan iklan raksasa teknologi itu.

Karena itu mereka harus memberi bayaran adil untuk konten yang muncul di mesin pencari. Google berpendapat mereka sebenarnya telah mendorong lalu lintas pengunjung ke situs web mereka.  

Pemaksaan harus membayar untuk menampilkan cuplikan berita menurut mereka melanggar prinsip internet terbuka.

Ini juga bertentangan model arbitrase penawaran akhir hukum yang menentukan berapa yang harus dibayar penerbit.

Facebook mengatakan mungkin akan menghentikan layanan warga Australia dari akses ke berita di platformnya, jika undang-undang itu diberlakukan.

Langkah ini belum pernah terjadi sebelumnya. Situasi model bisnis digital menunjukkan kesenjangan yang luar biasa.

Sebagai ilustrasi,  keseluruhan pengeluaran ekonomi Australia ternyata nilainya di bawah nilai pasar Alphabet (induk Google) yang sebesar $ 1,4 triliun.

Sebagai langkah antisipasi, Kepala Eksekutif Alphabet Sundar Pichai dan Mark Zuckerberg dari Facebook berusaha berkomunikasi dengan Perdana Menteri Australia Scott Morrison dan pejabatnya.

Sementara seperti mengendus peluang bisnis, Presiden Microsoft Brad Smith dan CEO Satya Nadella, berusaha membuat pendekatan lain.

Smith memberi tahu Morrison Microsoft akan berinvestasi untuk memastikan Bing sebanding dengan pesaing mereka.

Smith menulis dalam sebuah posting blog pada Kamis, AS harus mengadopsi versi hukum Australia-nya sendiri.

DuckDuckGo, mesin telusur yang mengatakan tidak melacak penggunanya, juga mencoba mendapatkan peluang bisnis.

“Ada permintaan global yang meningkat untuk privasi online dan warga Australia tidak perlu menunggu tindakan pemerintah” untuk berhenti menggunakan Google.

Alternatif penggunaan mesin pencari nirlaba juga telah disarankan. Partai Hijau Australia bulan ini meminta pemerintah mempertimbangkan menyiapkan mesin pencari publik daripada membiarkan Microsoft masuk.

"Kita tidak boleh mencari raksasa asing lain untuk mengisi kekosongan," kata Senator Sarah Hanson-Young.

China Bebas Google, Miliki Mesin Baidu

Jika UU itu disahkan, Australia tidak akan menjadi negara bebas Google pertama di dunia. Di China, Google diblokir. Tapi mereka punya Baidu Inc, mesin pencari terkemuka di negara itu.

Australia, yang menonjol sebagai negara demokrasi kebarat-baratan, jika tanpa akses ke situs pencari dapat membuat negara itu mundur bertahun-tahun dalam hal akses cepat informasi.

Menyimpan dua dekade data di gudang arsip, dan memproses sekitar 5,5 miliar pencarian dalam sehari, Google dianggap sebagai platform yang tak tertandingi.  

“Bing tidak akan mampu bersaing dengan Google dalam hal kualitas,” kata Daniel Angus, profesor komunikasi digital yang berbasis di Brisbane di Queensland University of Technology.

“Orang Australia mungkin harus mempelajari kembali cara menggunakan penelusuran,” imbuhnya.

Meski begitu, sikap keras Google diperkirakan akan melunak. Scott Morrison mengatakan pertemuannya dengan perusahaan itu "konstruktif".

Google menolak mengomentari pertemuan tersebut, meskipun mengatakan dalam sebuah pernyataan pihaknya mengusulkan penerbit kompensasi melalui produk News Showcase.

Ini produk di mana perusahaan membayar outlet media tertentu untuk menampilkan konten yang dikurasi.

Beberapa lansia Australia yang pernah hidup di dunia pra-Google memiliki lebih sedikit kekhawatiran di banding kaum mudanya.

Gino Porro (58), pemilik bar dan resto Li'l Darlin di Darlinghurst Sydney, hanya menggunakan Google dan belum pernah mendengar mesin telusur lainnya.

Tapi dia yakin pengaruh kembalinya rekomendasi dari mulut ke mulut, jika Google menutup layanannya. "Layanan pelanggan itu penting, bukan Google," katanya.

Namun di Canberra, Smith, seorang siswa merasa tak nyaman jika Google ditutup, seberapa baik kinerja mesin telusur penggantinya.

“Sejujurnya saya merasa hidup saya akan menjadi jauh lebih sulit,” katanya.(Tribunnews.com/Aljazeera/Boomberg/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas