Vaksin Sputnik V Buatan Rusia: Diragukan Warganya tapi Laris Dibeli Sejumlah Negara
Rusia ternyata juga dihadapkan pada rendahnya kepercayaan publik terhadap vaksin buatan dalam negeri.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Tribunners, Achmad Firdaus, dari Rusia
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Keberadaan vaksin COVID-19 yang sudah beredar di berbagai negara diharapkan bisa jadi solusi di tengah pandemi yang tak tahu kapan akan berakhir.
Selain soal sektor kesehatan, kemampuan sebuah negara memproduksi vaksin juga dianggap sebagai prestise atau gengsi di mata dunia internasional.
Mereka pun berlomba-lomba meyakinkan warganya bahwa vaksin yang diproduksi itu aman.
Baca juga: Pembelian Vaksin Covid Sputnik V dari Rusia Picu Perdebatan di Iran
Alhasil, muncul-lah prokontra pendapat terkait efektivitas dan keamanan vaksin. Sebagai catatan, negara maju seperti Tiongkok, Amerika serikat, dan Inggris telah mengorbitkan dan mulai mendistribusikan vaksin buatan mereka ke negara yang mengalami dampak yang serius.
Pandemi yang terus mengancam kesehatan masyarakat dan ekonomi di seluruh dunia, membuat banyak negara tertarik dengan vaksin tersebut.
Tak terkecuali Indonesia, yang memilih vaksin yang berasal dari Tiongkok (Sinovac).
Baca juga: Vaksin Covid-19 Buatan Rusia Sputnik V Diklaim 91,6% Efektif, Tidak Ada Efek Samping yang Merugikan
Bagaimana dengan Vaksin Sputnik V yang berasal dari Rusia? Negara Beruang Merah itu tercatat sebagai negara pertama yang mengumumkan memiliki vaksin.
Meskipun presiden Rusia, Vladimir Putin, belum "mengambil" vaksin itu, namun dia mengaku akan melakukannya jika dibutuhkan oleh tenaga medis sebagai volunteer (alasan yang dia berikan sebelumnya adalah bahwa orang-orang seperti dia belum memiliki akses ke sana — seperti halnya di negara lain, mereka yang dianggap paling rentan karena usia atau kondisi kesehatan umum yang menjadi prioritas utama.)
Putin memang mengambil langkah yang tidak biasa dengan membuat referensi publik tentang kehidupan pribadinya segera setelah Sputnik V diumumkan.
Pemimpin Rusia itu mengatakan bahwa putrinya--yang namanya tidak disebutkan--telah menerima satu dosis vaksin di akhir tahun 2020.
Sejauh ini, putri Putin dan penerima vaksin termasuk golongan minoritas di Rusia. Tantangan logistik dan kebutuhan dosis sesuai populasi negara itu menjadi tantangan besar bagi Moksow melakukan vaksinasi massal.
Baca juga: Rusia: Separuh Dunia Bisa Dapatkan Vaksin Sputnik V Jika Sudah Diproduksi Massal
Tak hanya itu, Kremlin juga dihadapkan pada rendahnya kepercayaan publik terhadap vaksin buatan dalam negeri.
Sejak vaksin kali pertama kali diumumkan, banyak orang Rusia yang tidak yakin. Bahkan situs web RT.com (Media afiliasi Rusia) yang didukung Kremlin melaporkan kembali pada Agustus 2020 bahwa hanya 42% orang Rusia yang mau mencoba Sputnik V.
Jajak pendapat yang lebih baru oleh Levada Center (non-governmental polling and sociological research organization), diterbitkan pada Desember 2020, menunjukkan bahwa hanya 38% yang bersedia divaksinasi. Masalah kepercayaan yang nyata ini tidak terbatas pada kepercayaan pada vaksinasi.
Ketika pada Mei 2020 Financial Times dan New York Times menyatakan bahwa jumlah kasus COVID-19 Rusia mungkin jauh lebih tinggi daripada angka resmi yang diterbitkan, mereka dikritik tajam oleh Kementerian Luar Negeri di Moskow.
Itu sebelum pengakuan 29 Desember 2020 dari wakil perdana menteri, Tatiana Golikova bahwa jika jumlah kematian yang berlebihan dimasukkan dalam data kementerian kesehatan, mungkin jumlah kematian penduduk Rusia akibat COVID-19 akan mencapai 186.000 tiga kali lipat dari angka resmi.
Ketidakpastian seperti itu tentu kian menyulitkan pemerintah Rusia meyakinkan warganya yang sudah skeptis terlebih dahulu— dan mungkin juga mempersulit upaya untuk mempromosikan Sputnik V secara internasional.
Ketika Pfizer dan perusahaan farmasi Jerman BioNTech melaporkan hasil uji coba yang menunjukkan kemanjuran lebih dari 91% pada vaksin mereka, perusahaan kesehatan yang terhubung dengan pemerintah Rusia menegaskan uji coba Sputnik V menunjukkan kemanjuran 92%.
Ketika Moderna kemudian melaporkan kemanjuran 94,1%, perusahaan Rusia itu kembali mengklaim keunggulan, dengan mengatakan mencapai 95%. Sementara, pejabat penting Rusia mengakui ketika uji coba tahap akhir selesai, Sputnik V menunjukkan tingkat kemanjuran 91,4%.
Di tengah keraguan publik terhadap efektivitas vaksin yang dinilai belum teruji, Pemerintah Rusia telah memvaksinasi sekitar lebih dari satu juta warganya sendiri dan mengekspor Sputnik V ke Uni Emirat Arab, Venezuela, India, dan negara yang terbaru adalah Myanmar.
Hal ini sangat menjadi sorotan pihak barat dan WHO.
Bagaimana pun, terlepas dari pro-kontra tentang vaksin, semoga upaya ini bisa menjadi “oasis” di tengah ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir.