Menlu Junta Militer Myanmar Lakukan Pembicaraan dengan Thailand dan Indonesia
Menteri Luar Negeri Wunna Maung Lwin mengadakan pembicaraan dengan Thailand dan Indonesia.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, BANGKOK—Menteri Luar Negeri junta militer Myanmar mengunjungi Thailand pada Rabu (24/2/2021) di tengah kekuatan regional mencoba untuk menjadi perantara berakhirnya tiga minggu kerusuhan mematikan yang dipicu oleh kudeta militer.
Menteri Luar Negeri Wunna Maung Lwin mengadakan pembicaraan dengan Thailand dan Indonesia.
Ini adalah pertemuan tatap muka pertama yang diketahui berlangsung antara anggota junta militer senior dan pemerintah asing.
Baca juga: Batal ke Naypyidaw, Retno Marsudi Bertemu Dengan Menlu Myanmar di Bangkok
Militer Myanmar kini menghadapi badai kecaman internasional karena menggulingkan pemerintahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu. Sementara aksi protes nasional berhari-hari terus terjadi.
Pertemuan itu berlangsung setelah Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi tidak akan segera mengunjungi negara yang dilanda kudeta.
Sebaliknya, juru bicara kementerian luar negeri Thailand Tanee Sanrat mengkonfirmasi dalam pesan teks kepada wartawan bahwa Menlu Marsudi - yang mengunjungi Bangkok - bertemu dengan Wunna Maung Lwin di Thailand, pada hari yang sama dia mengadakan pertemuan dengan Menlu “Negeri Gajah Putih‘’ Don Pramudwinai.
"Kami tidak merencanakannya tetapi ya benar (ada pertemuan)," tulis Tanee menanggapi pertanyaan wartawan yang menanyakan tentang pertemuan antara ketiga menteri.
Sumber pemerintah lain mengatakan ada "pertemuan tripartit antara Menteri Indonesia, Thailand dan Myanmar, yang diinisiasi oleh Thailand".
Baca juga: Pemimpin Militer Myanmar Desak Hidupkan Kembali Ekonomi saat Tekanan Barat Meningkat
Menteri Luar Negeri Junta Militer Myanmar ke Thailand untuk Bahas Penyelesaian Krisis
Menteri Luar Negeri Myanmar yang ditunjuk junta militer terbang ke Thailand pada Rabu (24/2/2021), ketika negara-negara tetangga Myanmar berupaya untuk menyelesaikan krisis yang dimulai pihak militer merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari.
Seperti dilansir Reuters, Rabu (24/2/2021), seorang sumber dari pemerintah Thailand mengatakan Menlu Myanmar, Wunna Maung Lwin, tiba untuk pembicaraan tentang upaya diplomatik oleh Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN), karena penentang kudeta kembali turun ke jalan-jalan di Myanmar.
Indonesia telah memimpin upaya mencari jalan keluar dari krisis dengan bantuan sesama anggota ASEAN .
Minggu ini telah terlihat gelombang unjuk rasa besar dan mogok kerja massal untuk mengecam kudeta dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi berlangsung, meskipun ada peringatan dari pihak berwenang bahwa konfrontasi bisa memakan korban jiwa.
Para demonstran dari etnis minoritas berdemo pada Rabu (24/2/2021), bersama dengan staf dari kementerian energi, karena kekhawatiran meningkat tentang dampak ekonomi dari aksi protes dan kampanye pembangkangan sipil terkait pemogokan.
"Perekonomian tidak berjalan dengan baik, itu kemerosotan," kata pemilik toko elektronik Yangon Win Thein (56).
"Situasi ini hanya akan kembali normal ketika militer mengembalikan kekuasaan ke partai pemenang yang telah dengan tulus kami pilih."
Indonesia minggu ini mengusulkan rencana yang berpusat pada anggota ASEAN mengirim pemantau untuk memastikan para jenderal berpegang teguh pada janji mereka untuk mengadakan pemilu yang adil, kata sumber.
Militer belum memberikan kerangka waktu untuk pemilu yang baru tetapi memberlakukan keadaan darurat satu tahun ketika merebut kekuasaan sehingga kemungkinan akan terjadi setelah itu.
Menteri luar negeri Indonesia, Retno Marsudi, yang direncakanan akan berkunjung ke Thailand, telah melakukan sejumlah diplomasi dengan sesama anggota ASEAN.
Pada hari Selasa, ratusan demonstran berkumpul di luar kedutaan Besar Indonesia di Yangon untuk menentang pemilu Baru, menuntut agar suara yang mereka berikan pada bulan November diakui.
Militer merebut kekuasaan setelah dugaan kecurangan dalam pemilu November lalu, menahan Suu Kyi dan banyak kepemimpinan partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Namun Komisi pemilihan Umum membantah tudingan kecurangan dari militer.