Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tolak Ikuti Perintah Junta Militer, 3 Polisi Myanmar Kabur Cari Perlindungan di India

Ketiga polisi itu datang melintasi perbatasan dekat kota Vanlaiphai Utara, di negara bagian Mizoram India pada Rabu (3/3/2021) sore waktu setempat.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Tolak Ikuti Perintah Junta Militer, 3 Polisi Myanmar Kabur Cari Perlindungan di India
YE AUNG THU / AFP
Seorang pengunjuk rasa mengacungkan salam tiga jari saat polisi memblokir jalan selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon pada 6 Februari 2021. 

TRIBUNNEWS.COM, NEW DELHI – Tiga anggota Kepolisian Myanmar menyeberangi perbatasan menuju India untuk melarikan diri dari perintah junta  militer untuk meredam aksi protes menentang kudeta 1 Februari lalu.

Hal itu disampaikan seorang pejabat kepolisian India pada Kamis (4/3/2021), seperti dilansir Reuters.

Ada beberapa contoh yang dilaporkan di media sosial terkait polisi bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil dan aksi protes menentang junta militer, dan beberapa orang ditangkap.

Namun kejadian ini adalah kasus pertama yang dilaporkan polisi melarikan diri dari Myanmar.

Ketiga polisi itu datang melintasi perbatasan dekat kota Vanlaiphai Utara, di negara bagian Mizoram India pada Rabu (3/3/2021) sore waktu setempat.

Pihak berwenang telah memeriksa kondisi kesehatan tiga personil polisi itu dan mengurus mereka, kata pengawas polisi di distrik Serchhip.

"Apa yang mereka katakan adalah mereka mendapat instruksi dari penguasa militer yang tidak dapat mereka patuhi, sehingga mereka melarikan diri," kata Inspektur Stephen Lalrinawma kepada Reuters.

Berita Rekomendasi

"Mereka mencari perlindungan karena pemerintahan militer di Myanmar," kata Lalrinawma.

Baca juga: PBB Soroti Krisis Myanmar yang Kian Memanas Setelah 38 Demonstran Anti-Kudeta Tewas

India berbagi perbatasan darat sepanjang 1.643 kilometer (1.021 mil) dengan Myanmar, di mana lebih dari 50 orang tewas selama protes menentang kudeta militer pada 1 Februari.

Junta militer menggulingkan pemerintahan yang sah dan dipilih secara demokratis, dan menahan pemimpinnya, Aung San Suu Kyi, setelah menuding kemenangan partainya pada bulan November lalu karena adanya kecurangan.

India sudah menjadi rumah bagi ribuan pengungsi dari Myanmar, termasuk orang-orang etnis Chin dan Rohingya yang melarikan diri dari negara Asia Tenggara itu selama serangan kekerasan sebelumnya.

Seorang pemimpin komunitas Chin di New Delhi mengatakan polisi jarang melarikan diri ke India.

"Ini adalah sesuatu yang tidak biasa," kata James Fanai, presiden Komite Pengungsi Chin yang berbasis di India.

"Karena di masa lalu, polisi dan militer hanya mengikuti perintah penguasa."

Dewan militer Myanmar yang berkuasa telah menekankan pentingnya polisi dan tentara melakukan perintah.

Militer Myanmar Tak Takut Sanksi Internasional

Militer Myanmar menyatakan tidak takut terhadap ancaman sanksi internasional terkait kudeta yang mereka lakukan pada 1 Februari lalu.

Hal itu disampaikan seorang pejabat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (3/3/2021) waktu setempat, ketika dia mendesak negara-negara untuk "mengambil langkah-langkah yang sangat kuat" untuk memulihkan demokrasi di Myanmar.

Utusan khusus PBB di Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan 38 orang meninggal pada Rabu (3/3/2021) - hari paling berdarahdan brtutal sejak kudeta - saat militer ingin memadamkan aksi protes.

Schraner Burgener akan memberi pengarahan kepada Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat (5/3/2021) besok waktu setempat.

Myanmar telah berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan dan menahan pemimpin pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dan banyak tokoh sipil  dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

NLD memenangkan pemilu pada bulan November lalu, yang dituding militer curang. Tetapi Komisi pemilihan umum mengatakan pemungutan suara itu adil.

Schraner Burgener mengatakan bahwa dalam percakapan dengan wakil kepala militer Myanmar Soe Win, dia telah memperingatkannya, militer kemungkinan akan menghadapi langkah-langkah tegas dari beberapa negara dan isolasi sebagai ganjaran atas kudeta.

"Jawabannya adalah, 'Kami terbiasa dengan sanksi, dan kami selamat'," katanya kepada wartawan di New York, seperti dilansir Reuters, Kamis (4/3/2021).

"Ketika saya juga memperingatkan mereka akan diisolasi, jawabannya adalah, 'Kita harus belajar berjalan dengan hanya beberapa teman'."

Negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Uni Eropa, telah menerapkan atau sedang mempertimbangkan sanksi yang ditargetkan untuk melumpuhkan militer dan sekutu bisnisnya.

Dewan Keamanan PBB yang berjumlah 15 anggota telah menyuarakan keprihatinan atas keadaan darurat, tetapi berhenti pada mengutuk kudeta bulan lalu karena ‘oposisi’ Rusia dan China, yang memandang situasi itu sebagai urusan internal Myanmar.

"Saya berharap bahwa mereka mengakui bahwa itu bukan hanya urusan internal, itu memukul stabilitas wilayah," kata Schraner Burgener tentang China dan Rusia.

Dia menjelaskan Soe Win mengatakan kepadanya bahwa "setelah setahun mereka ingin mengeglar pemilu baru."

 Schraner Burgener terakhir berbicara dengannya pada 15 Februari lalu dan sekarang berkomunikasi dengan militer secara tertulis.
"Jelas, dalam pandangan saya, taktik mereka itu sekarang adalah menyelidiki orang-orang NLD untuk menempatkan mereka di penjara," katanya.

"Pada akhirnya NLD akan dilarang dan kemudian mereka akan menggelar pemilu  baru, di mana mereka ingin menang, dan kemudian bahwa mereka dapat terus berkuasa."

Schraner Burgener mengatakan dia percaya militer "sangat terkejut" oleh asi protes warga sipil Myanmar terhadap kudeta.

"Hari ini kita memiliki anak-anak muda yang hidup dalam kebebasan selama 10 tahun, mereka memiliki media sosial, dan mereka terorganisir dengan baik dan sangat bertekad," katanya.

"Mereka tidak ingin kembali dalam kediktatoran dan dalam isolasi."(Reuters/CNN/AP)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas