Lagi 3 Demonstran Tewas di Myanmar: Toko-toko dan Pabrik Ditutup
Jumlah korban tewas terus bertambah buntut aksi brutal aparat keamanan menghadapi demonstran anti kudeta militer.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, YANGON -- Jumlah korban tewas terus bertambah buntut aksi brutal aparat keamanan menghadapi demonstran anti kudeta militer.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (9/3/2021), tiga demonstran tewas di Myanmar pada Senin (8/3/2021), kata para saksi mata, ketika demonstran di seluruh negeri berusaha melumpuhkan perekonomian dengan aksi mogok menyusul akhir pekan penggerebekan dan penangkapan malam oleh aparat keamanan.
Toko-toko, pabrik, dan bank ditutup di kota utama Yangon.
Foto-foto yang diposting di Facebook menunjukkan mayat dua pria tergeletak di jalan di kota utara Myitkyina.
Saksi mata mengatakan mereka yang tewas mengambil bagian dalam aksi protes ketika polisi menembakkan granat kejut dan gas air mata. Beberapa orang kemudian terkena tembakan dari bangunan di dekatnya.
Satu saksi, yang mengaku membantu memindahkan mayat-mayat itu, mengatakan kepada Reuters, dua orang ditembak di bagian kepala dan meninggal di tempat. Tiga orang lainnya terluka.
"Betapa tidak manusiawi membunuh warga sipil yang tidak bersenjata," kata saksi itu, seorang pria berusia 20 tahun.
"Kita harus memiliki hak kita untuk memprotes secara damai."
Belum diketahui persis siapa yang menembaki para demonstran meskipun polisi dan militer berada di tengah aksi protes, kata para saksi.
Setidaknya satu orang tewas dan dua terluka selama aksi protes di kota Phyar Pon di Delta Irrawaddy, kata seorang aktivis politik dan media lokal.
Polisi dan militer telah menewaskan lebih dari 50 orang untuk meredam aksi demonstrasi harian dan pemogokan terhadap kudeta 1 Februari, menurut PBB pekan lalu.
Seorang juru bicara militer tidak menanggapi tentang insiden terbaru.
Polisi di Myitkyina dan Phyar Pon juga tidak menanggapi panggilan.
Ada kerumunan orang berdemonstrasi menentang kudeta yang berkumpul di Yangon serta kota terbesar kedua, Mandalay dan beberapa kota lainnya, menurut video yang diposting di Facebook.
Demonstran di Dawei, sebuah kota pesisir di selatan, dilindungi oleh Persatuan Nasional Karen, sebuah kelompok bersenjata etnis yang terlibat dalam perang jangka panjang dengan militer.
Baca juga: Hasil Analisis PBB: Polisi Myanmar Gunakan Peluru Tajam dan Tembaki Demonstran dari Jarak Dekat
Pengunjuk rasa melambaikan bendera yang dibuat dari htamain (sarung wanita) di beberapa tempat atau menggantungnya di antrean di seberang jalan untuk menandai Hari Perempuan Internasional sambil mengecam junta.
Berjalan di bawah sarung wanita secara tradisional dianggap sebagai nasib buruk bagi pria dan cenderung memperlambat gerak polisi dan militer.
Media negara mengatakan pasukan keamanan menjaga di rumah sakit dan universitas sebagai bagian dari upaya untuk menegakkan hukum.
Setidaknya sembilan serikat pekerja yang mencakup sektor-sektor termasuk konstruksi, pertanian, dan manufaktur telah menyerukan "semua rakyat Myanmar" untuk menghentikan pekerjaan untuk melawan kudeta dan memulihkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.
"Menjalankan aktivitas bisnis dan ekonomi untuk terus berlanjut akan membantu militer "ketika mereka menekan energi rakyat Myanmar", kata serikat pekerja dalam sebuah pernyataan.
"Waktunya untuk mengambil tindakan dalam membela demokrasi kita sekarang."
'LAWAN KETAKUTAN ITU'
Serikat pekerja berusaha untuk memperpanjang dampak dari "Gerakan Pembangkangan Sipil" yang sedang berlangsung - kampanye yang mendesak pegawai negeri untuk memboikot bekerja di bawah pemerintahan militer.
Dampaknya telah dirasakan di setiap tingkat infrastruktur nasional, dengan terjadi gangguan rumah sakit, kantor kementerian kosong, dan bank tidak dapat beroperasi.
Junta telah memperingatkan bahwa PNS "akan dipecat" dengan efek langsung Hari Senin jika mereka terus melawan.
Hanya beberapa toko teh kecil yang buka di Yangon, kata para saksi mata.
Pusat perbelanjaan utama ditutup dan tidak ada pekerjaan yang terjadi di pabrik- pabrik.
Pemimpin protes Maung Saungkha di Facebook mendesak perempuan untuk keluar guna melawan kudeta pada hari Senin.
Sementara Nay Chi, salah satu penyelenggara gerakan sarung, menggambarkan para wanita sebagai "revolusioner".
"Rakyat kita tidak bersenjata tapi bijaksana. Mereka mencoba memerintah dengan ketakutan, tetapi kami akan melawan rasa takut itu," katanya kepada Reuters.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, militer mengatakan telah menangkap 41 orang pada hari sebelumnya.
Seorang manajer kampanye resmi dan lokal dari Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi (NLD) Khin Maung Latt meninggal dalam tahanan polisi pada hari Minggu lalu.
Ba Myo Thein, anggota parlemen yang digulingkan, mengatakan laporan memar di kepala dan tubuh Khin Maung Latt menimbulkan kecurigaan bahwa dia telah "disiksa keji".
Polisi di distrik Pabedan, Yangon, tempat Khin Maung Latt ditangkap pada Sabtu malam, menolak berkomentar. Seorang juru bicara militer tidak menjawab.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik menunjukkan hampir 1.800 orang telah ditahan di bawah pemerintahan junta per Minggu.(Reuters/AFP/Channel News Asia)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.