Pertempuran Meletus di Myanmar Timur Dekat Perbatasan Thailand
Pertempuran paling sengit di Myanmar meletus di Myanmar timur dekat perbatasan Thailand pada Selasa pagi (27/4/2021).
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Pertempuran paling sengit meletus di Myanmar timur dekat perbatasan Thailand pada Selasa pagi (27/4/2021).
Kejadian ini merupakan kali pertama sejak junta merebut kekuasaan pada 1 Februari 2021.
Melansir Al Jazeera, pertempuran pecah ketika pemberontak etnis minoritas Karen menyerang sebuah pos militer.
Bentrokan itu terjadi ketika para jenderal mengatakan akan "secara positif" mempertimbangkan saran dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), yang bertemu pada pertemuan puncak khusus pada Sabtu (24/4/2021).
Baca juga: Menlu Jepang Sambut Baik Konsensus Pemimpin ASEAN Mengenai Myanmar
Baca juga: Baru 2 Hari Pemimpin ASEAN Hasilkan Konsensus, Tentara Myanmar Sudah Tembak Mati Rakyatnya
Para pemimpin ASEAN menyerukan diakhirinya kekerasan dan mendesak dialog dengan pemerintah terpilih yang digulingkan.
Serikat Nasional Karen mengatakan, pasukannya telah merebut pos terdepan tentara Myanmar dekat perbatasan dengan Thailand, setelah melancarkan serangan sebelum fajar.
"Kamp itu telah diduduki dan dibakar, kata kepala urusan luar negeri kelompok bersenjata itu," kata Saw Taw Nee, kepada kantor berita Reuters.
Dia mengatakan telah terjadi pertempuran di tempat lain juga, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut.
Baca juga: Pasukan Etnis Karen Kuasai Pangkalan Militer Myanmar di Perbatasan dengan Thailand
Baca juga: Baru Setujui Konsensus ASEAN, Aparat Militer Myanmar Tembak Warga Sipil di Kota Mandalay
Sebelumnya mereka melaporkan mendengar suara tembakan.
Sementara video yang diposting di media sosial menunjukkan kebakaran dan asap membumbung dari kawasan hutan perbukitan.
"Terjadi pertempuran sengit di pos terdepan militer Myanmar di seberang Mae Sam Laep," kata seorang pejabat provinsi dari kota Mae Hong Son di Thailand baratlaut kepada Reuters.
"Pejabat keamanan kami sedang menilai situasinya, tetapi sejauh ini belum ada laporan yang berdampak pada pihak Thailand."
Seorang warga di pihak Thailand terluka ringan, kata pejabat itu.
Militer Myanmar tidak segera berkomentar.
Baca juga: Aparat Myanmar Tembak Mati Warga, Dua Hari Setelah ASEAN Hasilkan Konsensus
Baca juga: Australia Desak 5 Poin Konsensus KTT ASEAN Diterapkan Segera Mungkin untuk Bantu Myanmar
Pertempuran di daerah itu telah meningkat sejak para jenderal merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari dan menjerumuskan Myanmar ke dalam kekacauan.
Militer melihat dirinya sebagai satu-satunya institusi yang dapat mempersatukan negara dengan 53 juta penduduk itu.
"Ini sangat memprihatinkan," kata Scott Heidler dari Al Jazeera, yang berada di Bangkok, tentang eskalasi terbaru.
"Ini adalah sesuatu yang telah kami lihat terjadi sejak kudeta Februari," tambahnya.
Sementara itu, mantan Presiden AS Barack Obama mengaku terkejut dengan kekerasan yang memilukan yang telah digunakan militer terhadap warga sipil yang menentang perebutan kekuasaannya.
Dia mengakui mendukung upaya Amerika Serikat dan negara lain untuk memberikan sanksi kepada para jenderal dan memperjelas sanksi tindakan mereka.
“Upaya militer yang tidak sah dan brutal untuk memaksakan keinginannya setelah satu dekade kebebasan yang lebih besar jelas tidak akan pernah diterima oleh rakyat dan tidak boleh diterima oleh dunia yang lebih luas,” cuitnya di Twitter.
"Tetangga Myanmar harus mengakui bahwa rezim pembunuh yang ditolak oleh rakyat hanya akan membawa ketidakstabilan yang lebih besar, krisis kemanusiaan dan risiko negara gagal."
Baca juga: POPULER Internasional: Persahabatan George W Bush & Michelle Obama | Pangeran Harry Tunda Kepulangan
Kondisi Myanmar relatif tenang sejak pertemuan ASEAN di Jakarta yang dihadiri Panglima Angkatan Darat Min Aung Hlaing.
Militer, dalam komentar resmi pertamanya pada pertemuan itu, mengatakan akan memberikan "pertimbangan yang cermat terhadap saran-saran konstruktif".
Saran tersebut akan dipertimbangkan secara positif untuk melayani kepentingan negara dan didasarkan pada tujuan dan prinsip yang diabadikan dalam ASEAN.
Demikian dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada Selasa.
Myanmar bergabung dengan organisasi beranggotakan 10 orang itu selama rezim militer sebelumnya pada 1997.
Baca juga: Aktivis Myanmar Kritik Konsensus ASEAN-Junta Militer, Berjanji Lanjutkan Aksi Protes
Terbaru situasi di Myanmar, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan mengatakan, pertempuran telah meningkat di Negara Bagian Kachin, Negara Bagian Shan Utara, Negara Bagian Kayin dan Wilayah Bago dalam beberapa bulan sejak kudeta.
Sekitar 3.000 orang melintasi perbatasan ke Thailand pada akhir bulan lalu setelah Tatmadaw membom wilayah perbatasan timur .
Diperkirakan 40.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat meningkatnya pertempuran, kata PBB. Sebagian besar berasal dari Negara Bagian Kayin.
Berita lain terkait Myanmar
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)