Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cari Bantuan Oksigen di Twitter, Pria di India Justru Dituntut Polisi Dianggap Sebarkan Ketakutan

Seorang pria di India dituntut polisi karena mencari bantuan oksigen di Twitter, Ia dianggap menyebarkan ketakutan.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Cari Bantuan Oksigen di Twitter, Pria di India Justru Dituntut Polisi Dianggap Sebarkan Ketakutan
Sanjay KANOJIA / AFP
Orang-orang menunggu untuk mengisi ulang tabung oksigen medis mereka untuk pasien Covid-19 di stasiun pengisian oksigen di Allahabad India pada 24 April 2021. 

TRIBUNNEWS.COM, NEW DELHI - Polisi di India menuntut seorang pria bernama Shashank Yadav yang mencoba menggunakan Twitter untuk mencari tabung oksigen bagi kakeknya yang sedang sekarat.

Petugas di negara bagian Uttar Pradesh menuduh Shashank Yadav menyebarkan desas-desus tentang kekurangan oksigen.

Adapun, isu itu disebarkan dengan maksud untuk menyebabkan ketakutan atau kekhawatiran.

Baca juga: Virus Corona Varian B1617 India Telah Menyebar di 17 Negara, Ini Penyebab Terjadi Tsunami Covid-19

Mengutip dari BBC, Yadav disebut bisa menghadapi ancaman penjara atas cuitannya.

Uttar Pradesh adalah salah satu negara bagian yang paling parah terkena dampak Covid-19 di India.

Ketua Menteri negara bagian Uttar Pradesh, Yogi Adityanath dituduh meremehkan parahnya krisis virus corona.

Awal pekan ini, Adityanath, sekutu sayap kanan Perdana Menteri Narendra Modi, menuntut agar siapapun yang menyebarkan desas-desus dan propaganda, propertinya harus disita.

Orang-orang menunggu untuk mengisi ulang tabung oksigen medis mereka untuk pasien Covid-19 di stasiun pengisian oksigen di Allahabad India pada 24 April 2021.
Orang-orang menunggu untuk mengisi ulang tabung oksigen medis mereka untuk pasien Covid-19 di stasiun pengisian oksigen di Allahabad India pada 24 April 2021. (Sanjay KANOJIA / AFP)
Berita Rekomendasi

Dia juga mengatakan tidak ada rumah sakit negara bagian yang kekurangan oksigen.

Padahal, pemandangan sistem kesehatan yang kewalahan telah terungkap.

Petugas di kota Amethi mengklaim "tweet palsu" Yadav telah mendorong orang lain untuk membuat tuduhan terhadap pemerintah.

Hingga akhirnya mereka mengajukan tuntutan pidana terhadap Yadav pada Selasa (27/4/2021) malam.

Baca juga: Presiden Tidak Ingin Kondisi Penyebaran Covid-19 Indonesia Seperti di India

"Shashank Yadav telah dituntut karena menyebarkan informasi yang menyesatkan," kata Arpit Kapoor, seorang perwira polisi senior di Amethi, dikutip Indian Express.

Kritikus mengatakan, langkah tersebut mencerminkan merosotnya kebebasan sipil dan kebebasan berbicara selama beberapa tahun terakhir.

Seperti diketahui, pada Senin (26/4/2021), Yadav (26) menulis postingan singkat di platform media sosial Twitter.

Ia meminta tabung oksigen dan menandai (tagging) aktor Bollywood, Sonu Sood.

Dia tidak menyebutkan virus corona atau apa yang diderita kakeknya.

Cuitan ini kemudian di-retweet oleh seorang teman, yang juga menghubungi seorang jurnalis di Wire.

Dia memperkuat pesan tersebut, seperti yang dilakukan oleh banyak orang India terkemuka lainnya dalam krisis.

Menteri Kabinet Smiti Imrani, yang merupakan anggota parlemen untuk Amethi, juga di-tagging.

Menteri pun dikabarkan telah mencoba menghubungi Yadav, dan telah memberi tahu pejabat setempat.

Yadav belum berkomentar sejak dakwaan diajukan.

Sementara itu, sang kakek dikabarkan meninggal pada Senin (26/4/2021) malam, yang diduga karena serangan jantung.

Baca juga: Korban Tewas Akibat Covid-19 di India Tembus 200 Ribu, Faskes Lumpuh, WHO Beberkan Penyebabnya

Para pejabat mengatakan kakek Yadav tidak menderita Covid-19, tetapi informasi tentang kematiannya masih belum jelas.

Di sisi lain, tekanan dan kritik atas Covid-19 semakin meningkat untuk Perdana Menteri Modi.

Awal pekan ini muncul kemarahan setelah pemerintah memerintahkan Twitter untuk menghapus postingan yang mengkritik tindakannya.

Kondisi 'Tsunami' Covid-19 di India

Seperti diketahui, kondisi terkini mengenai gelombang 'tsunami' Covid-19 yang menyerang India semakin mengkhawatirkan.

Mengutip APNews, di beberapa rumah sakit, para keluarga pasien dibiarkan membawa sendiri keluarganya untuk mencari rumah sakit yang masih menyediakan oksigen.

Beberapa di antaranya berujung pada kematian lantaran kelangkaan oksigen di banyak rumah sakit.

Bahkan, banyak dari mereka yang akhirnya menangis di jalanan karena keluarganya meninggal dunia sebelum sempat dirawat karena terlalu lama menunggu antrean.

Baca juga: Orang-orang Kaya di India Terbang Tinggalkan Negara dengan Jet Pribadi saat Kasus Covid-19 Meroket

Satu di antara kisah tragis itu menimpa seorang wanita yang tak disebutkan namanya.

Ia telah kehilangan adiknya yang berusia 50 tahun setelah ditolak berkali-kali oleh banyak rumah sakit.

Ia pun menyalahkan Perdana Menteri Narendra Modi atas krisis yang seharusnya bisa diantisipasi ini.

"Dia telah menyalakan kayu bakar di setiap rumah," katanya dalam video yang direkam oleh majalah The Caravan.

Permpuan India berduka atas kematian anggota keluarga Covid-19 di New Delhi, India pada 24 April 2021.
Permpuan India berduka atas kematian anggota keluarga Covid-19 di New Delhi, India pada 24 April 2021. (aljazeera.com)

Selama empat hari berturut-turut hingga Minggu (25/4/2021) kemarin, India terus mengalami rekor harian penambahan kasus.

Terdapat 349.691 kasus baru di India pada Minggu (25/4/2021) dengan total kasus mencapai lebih dari 17 juta.

Selain itu, Kementerian Kesehatan India juga melaporkan 2.767 kematian dengan total 192.311 kasus.

Kendati demikian, warga percaya jumlah korban meninggal dunia lebih banyak dari yang dilaporkan.

Baca juga: India Perangi Lonjakan Covid-19 yang Parah, AS Janji akan Kirim Lebih Banyak Dukungan

Sebab, pemerintah tidak memasukkan pasien suspek Covid-19 dan pasien yang meninggal karena penyakit penyerta.

Adapun, rekor tersebut tidak lepas dari munculnya strain baru Covid-19 yang lebih mudah menular dan berbahaya.

Rekor tersebut juga langsung merusak klaim pemerintah yang menganggap berhasil menangani Covid-19 pada Januari lalu.

Kini, krisis paling dalam akibat 'tsunami' Covid-19 ini terjadi di kuburan dan beberapa krematorium India yang kewalahan.

Antrean jenazah di satu krematorium di Lucknow. Pihak keluaga harus menunggu antara lima hingga enam jam untuk bisa mengkremasikan jenazah anggota keluarga. (FOTO: SUMIT KUMAR).
Antrean jenazah di satu krematorium di Lucknow. Pihak keluaga harus menunggu antara lima hingga enam jam untuk bisa mengkremasikan jenazah anggota keluarga. (FOTO: SUMIT KUMAR). (Via BBC Indonesia)

Di pusat kota Bhopal, beberapa krematorium telah meningkatkan kapasitasnya dari puluhan tumpukan kayu menjadi lebih dari 50.

Namun, pasien yang akan dikremasi masih diharuskan antre selama berjam-jam.

Seperti di krematorium Bhadbhada Vishram Ghat, para pekerja mengkremasi lebih dari 110 orang pada Sabtu lalu.

Tetapi, pemerintah di kota yang berpenduduk 1,8 juta jiwa itu justru menyebut jumlah total kematian akibat Covid-19 hanya 10 kasus.

Baca juga: Iran Tangguhkan Semua Penerbangan dari dan ke India serta Pakistan karena Covid-19

Padahal, pejabat di krematorium mengakui, 'tsunami' Covid-19 itu menyerang penduduknya seperti monster.

"Virus itu menelan penduduk kota kami seperti monster," kata Mamtesh Sharma, seorang pejabat di krematorium tersebut.

Akibat serbuan jenazah itu, krematorium harus melewatkan upacara dengan ritual lengkap seperti yang diyakini umat Hindu.

"Kami hanya membakar mayat saat mereka tiba. Seolah-olah kita berada di tengah perang," kata Sharma.

(Tribunnews.com/Maliana)

Berita lain terkait virus corona di India

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas