India Diminta Eksplorasi Kemampuan Militernya untuk Tangani Krisis Covid-19, Ini Seperti 'Perang'
Ini menjadi beban yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya untuk sistem kesehatan yang saat ini sudah 'runtuh'.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Setelah mengalami pekan terparah karena melonjaknya kasus infeksi virus corona (Covid-19), India melaporkan lebih dari 400.000 kasus baru pada hari Sabtu kemarin yang 'mengantarkannya' sebagai pemecah rekor global.
Para Ahli meyakini bahwa jumlah tersebut akan meningkat lebih tinggi dalam beberapa hari mendatang.
Ini menjadi beban yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya untuk sistem kesehatan yang saat ini sudah 'runtuh', karena seluruh rumah sakit di negara itu kini mengeluarkan permohonan untuk pengiriman oksigen.
Dikutip dari laman The Washington Post, Minggu (2/5/2021), pengalaman India ini tentunya menggarisbawahi paradoks yang serius, bahkan saat Amerika Serikat (AS) dan Eropa menjauh dari hari-hari tergelap di masa pandemi, negara-negara lain justru sedang berjuang mati-matian melawan virus tersebut.
Kebangkitan kasus infeksi yang kuat di India, di mana kasus positif telah menurun hanya beberapa bulan sebelumnya, juga merupakan pengingat bahwa Covid-19 masih jauh dari kata 'terkendali' di seluruh dunia.
Bahkan dengan kegiatan vaksinasi yang semakin meningkat di banyak negara, virus ini masih belum bisa dikendalikan.
Masih belum jelas seberapa besar peran varian baru Covid-19 yakni B.1.167 dalam kasus lonjakan di India.
Namun jumlah kasus yang mengejutkan itu membuat negara di kawasan Asia Selatan ini semakin terisolasi.
Pada hari Jumat lalu, AS mengatakan akan membatasi perjalanan dari India.
Lalu banyak negara mulai mengirimkan bantuan untuk mendukung kebutuhan rumah sakit di India yang kewalahan menangani pasien dengan alat medis yang minim, termasuk karena langkanya stok oksigen bagi pasien kritis.
Di ibu kota India, New Delhi, rumah sakit yang merawat pasien Covid-19 telah kehabisan oksigen pada hari Sabtu kemarin.
Butuh waktu satu jam hingga persediaan baru tiba di sana.
Sementara itu, sedikitnya delapan pasien meninggal, di antaranya satu dokter rumah sakit itu sendiri, kata Direktur Medis Rumah Sakit Batra, SCL Gupta.
Insiden tersebut menandai kali kedua dalam beberapa hari terakhir di mana kelangkaan oksigen di rumah sakit New Delhi terbukti berakibat fatal.
Sebelumnya, pada 23 April lalu, rumah sakit yang berbeda telah kehabisan oksigen, ini berdampak pada meninggalnya 26 pasien Covid-19 yang sakit kritis karena tidak mendapatkan oksigen.
Di New Delhi, warga menunggu berjam-jam di krematorium untuk melakukan upacara pemakaman bagi orang yang mereka cintai.
Baca juga: Kemenkes Waspadai Lonjakan Kasus Covid-19 seperti India
Lusinan tumpukan kayu bakar dikemas bersamaan dalam pemandangan tanpa tata cara yang baik.
Di sisi lain, setiap harinya, banyak warga harus meninggal di luar rumah sakit, karena tidak dapat mengakses perawatan.
Kepala Penasihat Medis Pemerintahan Presiden AS Joe Biden, Anthony S Fauci mendesak India untuk mengeksplorasi cara-cara militernya agar dapat membantu meringankan bencana tersebut.
Dalam sebuah wawancaranya dengan surat kabar The Indian Express, ia mengatakan bahwa situasinya 'seperti perang'.
Fauci juga sangat menyarankan India untuk menerapkan sistem penguncian (lockdown) secara nasional.
"Memang tidak ada negara yang suka melakukan lockdown. Namun tindakan lockdown sementara ini dapat berdampak signifikan pada dinamika wabah," kata Fauci.
India telah mengumumkan melaksanakan program vaksinasi untuk semua orang dewasa yang berusia di atas 18 tahun mulai Sabtu kemarin.
Namun mirisnya, banyak negara bagian yang tidak memiliki dosis vaksin yang cukup untuk memperluas program itu.
Beberapa pemerintah negara bagian mengatakan bahwa mereka tidak tahu kapan akan mendapatkan pasokan yang dibutuhkan untuk melakukan inokulasi pada semua warganya.
Kekurangan oksigen dan kekacauan dalam melaksanakan fase terbaru dari penggerak vaksin tentunya mendorong krisis di India menjadi lebih dalam.
Bahkan para Ahli Epidemiologi mengatakan bahwa jumlah kasus harian di India bisa mencapai 500.000 dalam beberapa pekan mendatang.
India telah melaporkan lebih dari 300.000 kasus baru dalam 10 hari terakhir dan ini berlangsung secara berturut-turut.
Angka ini membuat jumlah total infeksi selama pandemi di negara itu menjadi 19 juta kasus.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) India pada hari Sabtu kemarin, lebih dari 3.500 orang meninggal dalam periode 24 jam terakhir.
Para ahli menyebut angka tersebut tidak sesuai dengan fakta karena masih banyak kematian yang tidak tercatat.
Laporan terbaru dari krematorium dan pemakaman di berbagai kota serta negara bagian menunjukkan bahwa sebagian besar angka kematian akibat Covid-19 hilang dari data statistik resmi.
Baca juga: India Disarankan Berlakukan Lockdown Beberapa Minggu dan Bangun Rumah Sakit Sementara Seperti China
Beberapa daerah yang terkena dampak paling parah di negara itu, termasuk New Delhi dan negara bagian Maharashtra telah mengumumkan penerapan sistem penguncian (lockdown).
Pada hari Sabtu kemarin, pemerintah New Delhi mengatakan akan memperpanjang penutupannya untuk minggu ketiga.
Mirisnya, saat angka kasus positif dan kematian melonjak signifikan, dalam pidato nasional yang disampaikan pada 20 April lalu, Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi justru menegaskan bahwa lockdown harus menjadi 'opsi terakhir' yang dipilih.
Pada hari Jumat lalu, Modi bertemu dengan kabinet menterinya, yang mengeluarkan pernyataan dengan mengatakan situasi saat ini merupakan 'krisis satu kali dalam satu abad'.
Kabinet India pun meninjau langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk meningkatkan jumlah tempat tidur pasien rumah sakit, pasokan oksigen dan persediaan obat-obatan esensial.
Dua pesawat angkut militer yang membawa tabung oksigen, tes diagnostik cepat dan masker medis dari AS pun telah tiba di New Delhi pada hari Jumat kemarin.
Saat ini ada lebih banyak bantuan sedang dalam perjalanan menuju India.