Junta Militer Myanmar Tuntut Jurnalis Jepang dengan Tuduhan Berita Palsu
Kitazumi telah berada dalam tahanan sejak 18 April - kedua kalinya ia ditangkap sejak kudeta.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, YANGON—Junta Myanmar mendakwa seorang jurnalis Jepang atas tuduhan menyebarkan berita palsu.
Seperti dilansir Reuters, pada Selasa (4/5/2021), ini menjadi pukulan terbaru untuk kebebasan pers di Myanmar sejak militer merebut kekuasaan.
Wartawan lepas Yuki Kitazumi ditangkap bulan lalu dan didakwa pada Senin (3//5/2021)-tepat di Hari Kebebasan Pers Sedunia - dengan tuduhan menyebarkan berita palsu, menurut laporan kantor berita Kyodo.
Dia adalah salah satu dari 50 jurnalis yang saat ini ditahan di Myanmar sebagai bagian dari tindakan keras junta atas aksi protes menentang kudeta militer 1 Februari.
Baca juga: Ledakan Bom Parsel di Myanmar: 5 Orang Tewas, Termasuk Anggota Parlemen yang Dikudeta
Negara ini telah mengalami kekacauan sejak pemerintahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi digulingkan, dengan lebih dari 750 orang tewas ketika aparat keamanan meredam demonstrasi yang hampir setiap hari di jalanan.
Kyodo mengutip seorang pejabat kedutaan Jepang yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa Kitazumi tidak memiliki masalah kesehatan, meskipun menghabiskan beberapa minggu di penjara Insein Yangon, yang memiliki reputasi panjang dan tidak kondusif untuk menahan tahanan politik.
Baca juga: Kelompok Pemberontak Myanmar Klaim Tembak Jatuh Helikopter Militer
Kitazumi telah berada dalam tahanan sejak 18 April - kedua kalinya ia ditangkap sejak kudeta.
Pada bulan Februari, ia dipukuli dan ditahan sebentar selama tindakan keras terhadap demonstran tetapi kemudian dibebaskan.
Jepang, selama bertahun-tahun menjadi negara pendonor bantuan terutama ke Myanmar, telah menekan pembebasan sang jurnalis.
"Tentu saja, kami akan terus melakukan yang terbaik untuk pembebasannya," kata Menteri Luar Negeri Toshimitsu Motegi kepada wartawan Jepang selama perjalanan ke Inggris, menurut penyiar NHK.
Sebanyak 766 warga sipil telah tewas dalam tindakan keras militer atas protes, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).
Selain menangkap wartawan, para jenderal junta milliter juga berusaha untuk membungkam pers yang krisis dengan menutup kantor media independen dan menghambat akses dan kecepatan Internet.
AAPP mengatakan ada 50 wartawan yang ditahan saat ini, 25 orang di antaranya telah dituntut, sementara surat perintah penangkapan keluar untuk 29 orang lainnya.
Ledakan Bom Parsel
Ledakan berasal dari bom parsel di Myanmar menewaskan lima orang.
Seperti dilansir Reuters dari media lokal, Selasa (4/5/2021), anggota parlemen yang dikudeta dan tiga personil polisi yang telah bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil yang menentang pemerintahan militer termasuk korban tewas dalam ledakan tersebut.
Sejak pemerintahan terpilih yang dipimpin oleh penerima Nobel Aung San Suu Kyi digulingkan dalam kudeta pada 1 Februari, Myanmar telah terjadi peningkatan jumlah ledakan kecil di kompleks perumahan, dan kadang-kadang menargetkan kantor pemerintah atau fasilitas militer.
Ledakan terbaru berada di sebuah desa di Bago Barat sekitar pukul 5 sore pada hari Senin (4/5/2021) waktu setempat, demikian laporkan kantor berita Myanmar Now.
Tiga ledakan terjadi ketika setidaknya satu bom parsel meledak di sebuah rumah di desa tersebut.
Ledakan itu menewaskan seorang anggota parlemen daerah dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (National League of Democracy (NLD)) besutan Suu Kyi, serta tiga petugas polisi dan seorang warga setempat.
“Seorang polisi lain yang terlibat dalam gerakan pembangkangan sipil juga terluka parah setelah lengannya terputus akibat ledakan tersebut,” kata penduduk itu seperti dikutip media lokal.
“Dia telah dirawat di rumah sakit dan menerima perawatan,” katanya.
Media Khit Thit juga melaporkan ledakan itu, mengutip seorang pejabat NLD yang tidak disebutkan namanya di daerah itu.
Reuters tidak dapat memverifikasi laporan secara independen dan juru bicara militer tidak menjawab panggilan telepon yang meminta tanggapan terkait insiden tersebut.
Tindakan kekerasan telah meningkat sejak kudeta, dengan ratusan dilaporkan terbunuh oleh pasukan keamanan, yang mencoba memadamkan aksi protes aktivis pro-demokrasi di kota-kota dan pedesaan.
Milisi etnis juga telah mendukung penentangan terhadap junta, dan militer memerangi kelompok-kelompok ini di pinggiran Myanmar.
Pada hari Senin, Tentara Kemerdekaan Kachin, sebuah kelompok pemberontak etnis, mengatakan telah menembak jatuh helikopter militer saat pertempuran di wilayah perbatasan utara dan timur negara itu.
Media domestik juga melaporkan bahwa seorang pejabat pemerintahan lokal yang ditunjuk junta telah ditikam sampai mati di kota utama, Yangon.
Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan pasukan keamanan telah menewaskan sedikitnya 766 warga sipil sejak kudeta.
Junta membantah angka itu dan mengatakan setidaknya 24 anggota pasukan keamanan telah tewas selama aksi protes.
Reuters tidak dapat memverifikasi jumlah korban karena pembatasan kekebasan dilakukan terhadap media oleh junta. Banyak wartawan ada di antara ribuan orang yang ditahan.
Suu Kyi, 75 tahun, telah ditahan sejak kudeta bersama dengan banyak anggota partainya lainnya.
AAPP mengatakan lebih dari 3.600 orang saat ini berada dalam tahanan karena menentang militer.(AFP/Channel News Asia/Reuters)