4 Bulan Kudeta Myanmar: Unjuk Rasa Masih Berlangsung, 37 Ribu Orang Mengungsi dan 840 Orang Tewas
Empat bulan kudeta Myanmar, unjuk rasa menentang militer masih berlangsung. Kudeta telah menyebabkan 37 orang mengungsi dan 840 orang tewas.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Empat bulan kudeta militer Myanmar, pengunjuk rasa turun ke jalan pada Selasa (1/6/2021) di beberapa distrik.
Dikutip dari Channel News Asia, sebuah foto yang diposting oleh surat kabar Irrawaddy di media sosial menunjukkan pengunjuk rasa anti-militer di ujung selatan Myanmar menggelar pawai di Laung Lone.
Di pusat Kota Yangon, sekelompok pengunjuk rasa yang sebagian besar masih muda, berunjuk rasa di distrik Kamayut.
Foto-foto aksi demonstrasi itu diunggah oleh portal berita Myanmar Now.
"Ini belum berakhir. Giliran kita masih ada," demikian tulisan yang tertulis di selembar kertas yang dibawa oleh salah satu pengunjuk rasa.
Baca juga: Wartawan AS Ditahan di Myanmar saat Mencoba Naik Pesawat untuk Pulang
Baca juga: Amerika Puji Kepemimpinan Indonesia Tangani Krisis di Myanmar
Sementara itu, militer Myanmar masih berjuang untuk menegakkan ketertiban setelah menangkap Aung San Suu Kyi dan para pemimpin senior partainya.
Untuk itu, pengunjuk rasa di daerah perkotaan harus menjadi lebih gesit demi menghindari pasukan keamanan.
Seperti diketahui, pasukan keamanan tidak segan-segan melakukan tindakan kekerasan seperti menembakkan peluru tajam kepada pengunjuk rasa.
Sama halnya dengan daerah perkotaan, aksi melawan militer juga berlangsung di daerah perbatasan.
Konflik yang sudah berlangsung puluhan tahun antara militer dan tentara etnis minoritas di daerah perbatasan kembali menyala sejak kudeta.
Milisi etnis yang bersekutu dengan pemerintah sipil bayangan telah meningkatkan serangan terhadap tentara, yang menanggapi dengan senjata berat dan serangan udara.
Rekaman telepon seluler yang diperoleh dari seorang penduduk di Negara Bagian Kayah yang berbatasan dengan Thailand menunjukkan apa yang tampak seperti artileri.
Artileri ditembakkan dari wilayah Ibu Kota Negara Bagian Loikaw ke Demoso, sekitar 14,5 km jauhnya.
Penduduk di Loikaw mengatakan bahwa sekitar 50 peluru telah ditembakkan pada Senin dan enam pada Selasa pagi.
"Suara artileri memekakkan telinga kami," kata seorang warga kepada Reuters, Senin, yang meminta tidak disebutkan namanya karena masalah keamanan.
Pasukan Pertahanan Kebangsaan Karenni, sebuah milisi yang aktif di Negara Bagian Kayah, mengatakan dalam sebuah unggahan di halaman Facebook-nya bahwa 80 tentara telah tewas kemarin, Senin (31/5/2021).
Selain itu, salah satu pejuang pasukan tersebut dan seorang warga sipil juga menjadi korban.
Reuters tidak dapat memverifikasi klaim tersebut dan juru bicara junta tidak menjawab panggilan untuk meminta komentar.
Adapun pertempuran di Kayah telah membuat sekitar 37.000 orang mengungsi dalam beberapa pekan terakhir, menurut PBB.
Banyak yang melarikan diri ke hutan dan membutuhkan bantuan makanan dan obat-obatan.
Pasukan sipil, seringkali dipersenjatai dengan senapan yang belum sempurna dan pelatihan terbatas, telah dibentuk di kota-kota dan wilayah di seluruh Myanmar untuk menantang militer, mendukung Pemerintah Persatuan Nasional yang menurut junta berkhianat.
Pasukan keamanan telah menewaskan 840 orang sejak kudeta pada 1 Februari 2021, menurut kelompok aktivis Assistance Association for Political Prisoners (AAPP).
Di sisi lain, Pemimpin Junta, Min Aung Hlaing mengatakan, jumlah korban mendekati 300 orang, dan membantah kemungkinan perang saudara di Myanmar.
Baca juga: Tiba di Jakarta, Myanmar Hingga Isu Rasial Dibahas Wamenlu AS Bersama Wamenlu Mahendra Siregar
Baca juga: Kisah Sedih di Myanmar: Jutaan Orang Berjuang agar tidak Kelaparan
Berita lain seputar Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)