Dianggap Sebarkan Berita Hoaks, Dua Wartawan Dipenjarakan Junta Myanmar, Total 87 Jurnalis Ditangkap
Pemerintah militer atau junta Myanmar penjarakan dua wartawan karena dianggap sebarkan berita hoaks, dengan demikian total 87 jurnalis telah ditangkap
Penulis: Rica Agustina
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan di Myanmar yang kini dikuasai pemerintah militer atau junta, telah memenjarakan dua wartawan karena dianggap telah menyebarakan berita palsu atau hoaks, Rabu (2/6/2021).
Dua wartawan itu dijerat undang-undang era kolonial yang baru-baru ini direvisi untuk menjadikan penyebaran berita palsu sebagai kejahatan.
Dikutip dari Aljazeera, kedua wartawan yang bernama Aung Kyaw dan Zaw Zaw, dijatuhi hukuman dua tahun penjara atas pelaporan mereka tentang demonstrasi antikudeta yang terjadi di Myanmar sejak kudeta 1 Februari 2021.
Adapun Aung Kyaw adalah wartawan dari media berita Suara Demokratik Burma (DVB).
Aung Kyaw, yang menyiarkan langsung penangkapannya, adalah jurnalis ketiga dari DVB yang dipenjarakan militer.
Baca juga: Junta Militer Myanmar Diam-diam Pindahkan Aung San Suu Kyi Ke Lokasi Tidak Diketahui
Baca juga: 4 Bulan Kudeta Myanmar: Unjuk Rasa Masih Berlangsung, 37 Ribu Orang Mengungsi dan 840 Orang Tewas
Pihak DVB mengatakan, militer secara ilegal telah menahan Aung Kyaw dan tindakan ini merupakan pelanggaran hukum nasional dan internasional.
“Junta militer secara ilegal menahan Aung Kyaw,” kata DVB dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu yang menyerukan pembebasannya.
“Ini jelas merupakan pelanggaran hukum nasional dan internasional oleh junta Burma,” sambung DVB.
Sementara itu, Zaw zaw adalah seorang reporter lepas untuk Mizzima News.
Saat dikonfirmasi, Mizzima mengatakan Zaw Zaw adalah satu dari lima stafnya yang ditahan militer.
Menurut Mizzima, seharusnya militer tidak menangkap wartawannya.
Sebab, jurnalisme dan hak atas kebebasan berekspresi bukanlah kejahatan.
Untuk itu, Mizzima dan semua media independen Myanmar lainnya harus diizinkan membuat berita secara bebas.
“Mizzima sangat percaya bahwa jurnalisme dan hak atas kebebasan berekspresi bukanlah kejahatan dan bahwa Mizzima dan semua media independen Myanmar harus diizinkan untuk berfungsi secara bebas di Myanmar,” katanya dalam sebuah pernyataan di situsnya.
Diketahui, sejak menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi, militer telah menindak media independen.
Militer mencabut izin sejumlah organisasi berita, termasuk DVB dan Mizzima, juga membatasi akses ke internet dan melarang televisi satelit.
Menurut kelompok pemantau Reporting ASEAN, 87 wartawan telah ditangkap sejak kudeta dan 51 masih ditahan.
Sejumlah wartawan asing juga telah ditahan termasuk dua warga negara AS.
Danny Fenster, redaktur pelaksana publikasi independen Frontier Myanmar, ditangkap pada 24 Mei 2021 saat dia akan melakukan perjalanan pulang.
Frontier mengatakan bahwa pihaknya belum menerima informasi tentang keberadaan atau kondisi Fenster, Senin (31/5/2021).
Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman mengatakan bahwa AS telah menekan militer untuk membebaskan Fenster dan Editor Media Kamayut Nathan Maung, yang ditangkap pada bulan Maret.
Sherman juga memperingatkan bahwa masalah ini telah diangkat dengan melibatkan negara-negara lain di kawasan itu.
“Penahanan Daniel dan Nathan, serta penggunaan kekerasan oleh militer Burma kepada jurnalis lain, merupakan serangan yang tidak dapat diterima terhadap kebebasan berekspresi di Burma,” kata Sherman dalam panggilan telepon dengan media di Bangkok, merujuk pada Myanmar oleh nama lamanya.
Tak hanya menindak jurnalis, militer melalui pasukan keamanan juga telah menanggapi penentangnya, yaitu warga sipil, dengan kekerasan.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) telah melacak penangkapan dan 841 kematian dalam kekerasan tersebut.
Baca juga: Wartawan AS Ditahan di Myanmar saat Mencoba Naik Pesawat untuk Pulang
Baca juga: Amerika Puji Kepemimpinan Indonesia Tangani Krisis di Myanmar
Junta Diam-diam Pindahkan Aung San Suu Kyi Ke Lokasi Tidak Diketahui
Junta telah memindahkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan mantan presiden Win Myint dari kediaman mereka di ibukota ke lokasi yang tidak diketahui.
Kedua tokoh sipil Myanmar itu telah ditahan junta militer sejak merebut kekuasaan dalam kudeta pada 1 Februari lalu.
"Kami telah mendengar dari sumber-sumber terpercaya bahwa Presiden Win Myint dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi telah dipindahkan ke lokasi lain yang tidak diketahui," kata pemerintah bayangan yang dibentuk Partai dan sekutu Liga Nasional Untuk Demokrasi besutan Suu Kyi, yang juga dikenal sebagai Pemerintah Persatuan Nasional, dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir The Star dan Bloomberg, Selasa (1/6/2021).
Suu Kyi, yang pernah menerima nobel perdamaian menghadapi enam tuntutan pidana termasuk melanggar rahasia negara dan hasutan.
Win Myint juga didakwa melakukan hasutan dan pelanggaran pembatasan Covid-19.
Kepala tim pembela hukum untuk kedua pemimpin, Khin Maung Zaw, mengatakan Suu Kyi telah mengatakan kepada pengacara selama pertemuan sebelum tampil di pengadilan pada 24 Mei bahwa dia telah dipindahkan satu malam sebelumnya ke lokasi yang tidak diketahui.
"Setelah sidang pengadilan, kami pengacara tidak memiliki kontak dengannya sama sekali," katanya.
“Aung San Suu Kyi adalah pemimpin negara kita yang sangat dicintai sehingga kami sangat prihatin tentang keselamatannya sejak Hari pertama, dan kekhawatiran seperti itu masih ada," lanjut dia.
Melabeli rezim sebagai dewan militer teroris, Pemerintah Persatuan Nasional menegaskan kembali upayanya untuk memastikan akuntabilitas dan keadilan serta mendesak junta untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka setelah kudeta.
Berita lain seputar Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina/Srihandriatmo Malau)