Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tambahan Kasus COVID-19 Harian Mencapai Angka Terendah, India Longgarkan Lockdown di Kota-kota Besar

India melonggarkan lockdown di kota-kota besar setelah tambahan kasus virus corona (COVID-19) menurun hingga mencapai angka terendah selama dua bulan.

Penulis: Rica Agustina
Editor: Arif Fajar Nasucha
zoom-in Tambahan Kasus COVID-19 Harian Mencapai Angka Terendah, India Longgarkan Lockdown di Kota-kota Besar
AFP/Uang SHARMA
Layanan metro di ibu kota India, New Delhi, telah diizinkan beroperasi dengan kapasitas 50 persen karena jumlah infeksi virus corona baru turun. 

TRIBUNNEWS.COM - Ibu Kota India, New Delhi dan pusat keuangan Mumbai mulai memberlakukan pelonggaran pembatasan sosial akibat virus corona (COVID-19) atau lockdown.

Pelonggaran lockdown itu diberlakukan secara bertahap pada Senin (7/6/2021), Channel News Asia melaporkan.

Pemerintah India memberlakukan aturan tersebut setelah menerima laporan tambahan kasus COVID-19 harian yang turun.

"Kita harus tetap aman dari infeksi corona dan juga mengembalikan ekonomi ke jalurnya," cuit Kepala Menteri Delhi Arvind Kejriwal pada Senin (7/6/2021) ketika beberapa toko dan mal dibuka kembali.

Arvind Kejriwal memerintahkan setengah dari toko-toko di ibu kota untuk buka pada hari ganjil dan genap dalam upaya untuk membatasi keramaian.

Baca juga: Penduduk Desa di India Takut Tes dan Vaksin Covid-19: Lari ke Sungai dan Hutan hingga Aniaya Nakes

Tetapi, dia mengizinkan kantor dan jaringan kereta bawah tanah Delhi beroperasi dengan kapasitas penumpang 50 persen.

Beberapa pembatasan sosial tetap dipertahankan, seperti larangan makan di restoran dan penggunaan teater serta pusat kebugaran di kota.

BERITA TERKAIT

Diketahui, per Senin (7/6/2021), India melaporkan 100.636 kasus COVID-19 baru dan 2.427 kematian.

Angka tersebut merupakan yang terendah dibanding tambahan kasus pada Mei 2021 yang mencapai lebih dari 400.000.

Rumah sakit di kota-kota besar, yang memiliki populasi gabungan sekira 40 juta, kewalahan oleh gelombang kedua COVID-19 yang mematikan pada April dan Mei 2021.

Saat itu rumah sakit kekurangan oksigen dan obat-obatan untuk perawatan pasien kritis.

Lonjakan besar membuat India melaporkan jumlah kasus dan kematian yang memecahkan rekor menjadi negara yang paling terpukul kedua setelah Amerika Serikat.

Pihak berwenang di Delhi dan Mumbai, serta kota dan negara bagian lain, memberlakukan pembatasan pergerakan dan kegiatan untuk memerangi lonjakan tersebut.

Pelonggaran Lockdown di Maharshtra

Maharashtra, negara bagian terkaya di India di mana Mumbai adalah ibu kotanya, melonggarkan pembatasan berdasarkan tingkat infeksi dan hunian tempat tidur rumah sakit.

Pihak berwenang mengizinkan bisnis berjalan hingga sore hari, mempekerjakan setengah dari karyawan mereka, dan membuka pusat kebugaran, salon serta spa.

Baca juga: KPCPEN: Karantina 14 Hari Hanya Berlaku Bagi Pelaku Perjalanan dari India

Di Mumbai, tambahan kasus melonjak menjadi 11.163 pada awal April 2021, ada 794 infeksi baru pada Minggu (6/6/2021).

Mal diizinkan untuk dibuka kembali di kota dengan pembatasan, tetapi dibuka kembali sepenuhnya di kota-kota dengan tingkat infeksi yang lebih rendah, seperti di Nagpur dan Aurangabad.

"Ini adalah langkah ke arah yang benar," kata Rajendra Kalkar dari Phoenix Mills, yang mengelola tiga pusat perbelanjaan di Maharashtra.

"Bisnis di mal kami kembali perlahan. Ini adalah langkah yang sangat disambut baik oleh ribuan staf mal dan karyawan ritel," sambungnya.

Asosiasi Hotel dan Restoran India Barat memperkirakan bahwa lebih dari 2 juta pekerjaan hilang selama lockdown di Maharashtra.

"Kami sangat senang untuk membuka pintu kami lagi hari ini," kata manajer restoran cabang Mumbai dari restoran populer Social, yang menyebut namanya sebagai Malay, kepada AFP.

Upaya Vaksinasi

Upaya pelonggaran lockdown berjalan seiring dengan perjuangan pihak berwenang memvaksinasi populasi hampir 1,4 miliar di India.

Menurut pejabat setempat, vaksinasi adalah satu-satunya cara untuk membatasi gelombang ketiga COVID-19.

Sementara itu, tekanan untuk melanjutkan beberapa kegiatan ekonomi telah meningkat karena jutaan orang bergantung pada upah harian untuk membayar makanan dan sewa.

"Saya telah membuka toko saya setelah 40 hari," seorang penjual teh, Monu Yadav, mengatakan kepada mitra Reuters ANI di kota utara Varanasi, menambahkan bahwa hanya beberapa pelanggannya yang datang.

Vaksinasi
Vaksinasi (Tribunnews/Herudin)

Pekan lalu, bank sentral memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi menjadi 9,5 persen dari 10,5 persen untuk tahun fiskal 2021/2022.

Gelombang kedua COVID-19 telah mengganggu pemulihan yang baru dimulai, tetapi tidak padam, kata Shaktikanta Das, Gubernur Reserve Bank of India.

Para ahli memperingatkan bahwa sementara krisis telah mereda di Delhi, Mumbai dan kota-kota besar lainnya, virus ini masih menyebar di daerah perdesaan dan beberapa negara bagian selatan.

Jumlah kematian masih pada tingkat yang tinggi di perdesaan, kata mereka.

Penduduk Desa di India Takut Tes dan Vaksin Covid-19

Dikutip dari Channel News Asia, ketidaktahuan warga desa mengenai virus corona membuat mereka takut pada tenaga kesehatan (nakes).

Ketika nakes mengetuk pintu rumah, para penghuninya terkadang lari ke belakang untuk menghindari tes maupun vaksinasi Covid-19.

Seorang warga desa Dhatrath bernama Kumari mengatakan, banyak orang di desanya tidak mau menerima vaksin karena takut mati.

Bahkan seorang warga marah hingga memukuli nakes yang berusaha meyakinkannya untuk divaksin.

"Banyak orang di desa saya tidak mau menerima vaksin. Mereka takut akan meninggal jika meminumnya," kata Kumari kepada AFP.

"Salah satu penduduk desa sangat marah sehingga dia memukuli seorang pekerja (kesehatan) yang berusaha meyakinkannya untuk mengambil vaksin," sambungnya.

Baca juga: Strategi Menkes Hadapi Lonjakan Kasus Covid-19 di Kudus dan Bangkalan

Ketakutan tes dan vaksinasi Covid-19 masih merasuki warga meskipun mereka telah melihat mayat dibuang di sungai dan ratusan kuburan dangkal menunjukkan bahwa Covid-19 mengamuk di pedalaman India, di mana 70 persen dari 1,3 miliar penduduk tinggal.

Di desa Nuran Khera di Haryana, warga enggan disuntik meskipun mereka mengatakan banyak orang yang mengalami demam, dan puluhan orang meninggal.

"Bahkan setelah membuka pusat vaksin di sini, tidak ada yang siap menerimanya," kata penduduk desa Rajesh Kumar kepada AFP.

"Saya tidak akan mengambil vaksin karena memiliki banyak efek samping. Orang sakit setelah mendapatkan vaksin," sambungnya.

Di negara bagian lain, muncul laporan tentang orang-orang yang melompat ke sungai atau melarikan diri ke hutan hanya untuk menghindar dari tim kesehatan keliling.

Hom Kumari, seorang petugas kesehatan di desa Bhatau Jamalpur di Uttar Pradesh, mengatakan beberapa warga setempat tampaknya tidak mungkin untuk diyakinkan.

"Apa yang kita katakan kepada seseorang yang berkata, 'Jika saya ditakdirkan untuk hidup, saya akan hidup, bahkan tanpa vaksin'?" tanyanya.

Beberapa orang percaya bahwa pergi ke rumah sakit umum lebih berbahaya daripada menjauh.

Sebab, mereka yakin orang yang pergi ke rumah sakit tidak akan pernah kembali lagi.

"Orang-orang yang pergi ke rumah sakit tidak pernah kembali," kata warga desa lain di Nuran Khera, yang menyebut nama depannya sebagai Kuldip, kepada AFP.

Seorang warga bernama Kumar mengatakan bahwa ketika istrinya jatuh sakit, sebuah klinik swasta meminta 50.000 rupee (Rp 9,7 juta).

"Tetangga saya mulai mengatakan dia mengidap corona. Mereka ketakutan. Saya merawatnya dan pada hari ketiga dia kembali berdiri," kata Kumar.

Berita lain seputar Virus Corona

(Tribunnews.com/Rica Agustina)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas