Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tercekik Beban Tarif Komisi Aplikasi Pengiriman, Bisnis Kuliner Malaysia Mencoba Bertahan

Bisnis industri makanan di Malaysia berupaya untuk memangkas kerugian yang dialami selama masa pandemi untuk 'mencoba dan bertahan'.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Tercekik Beban Tarif Komisi Aplikasi Pengiriman, Bisnis Kuliner Malaysia Mencoba Bertahan
MOHD RASFAN / AFP
Seorang pekerja medis yang mengenakan APD melakukan tes di lokasi pengujian Covid-19 di Shah Alam, di Kuala Lumpur, Malaysia pada 17 Februari 2021. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, KINABALU - Bisnis di industri makanan serta minuman di Malaysia harus beradaptasi di tengah pandemi Covid-19.

Apalagi kini pemerintah melakukan pengendalian gerakan ketiga (MCO 3.0) di Malaysia yang dilakukan secara penuh dan diperpanjang hingga dua pekan mendatang akibat pandemi.

Mereka berupaya untuk memangkas kerugian yang dialami selama masa pandemi untuk 'mencoba dan bertahan'.

Dikutip dari laman Malay Mail, Minggu (16/2021), Ku Nizar dari Cowboys Food Truck mengatakan bahwa dengan ditutupnya tempat parkir untuk food truck, ia pun memindahkan operasionalnya ke dapurnya di SS18 Subang Jaya, tempat dirinya melakukan pengiriman atau pengambilan sendiri pesanan.

"Yang perlu diingat adalah harga bahan baku sudah naik signifikan, sekitar 10 sampai 15 persen jika dibandingkan MCO pertama. Misalnya, 17 kilo barel minyak goreng komersial harganya 68 ringgit Malaysia pada April 2020, tapi sekarang harganya 88 ringgit Malaysia, biaya logistik juga naik," kata Nizar.

Selain itu, kata dia, saat ini ada begitu banyak gerai makanan di aplikasi pengiriman.

Berita Rekomendasi

Sehingga bisnis yang lebih kecil seperti yang ia miliki akan lebih sulit terlihat dalam aplikasi itu.

"Menyatukan semua orang yang memiliki bisnis kuliner ke dalam kelompok yang sama, membuat bisnis saya yang kecil ini jadi semakin sulit," jelas Nizar.

Ia mengaku bahwa sesaat setelah bergabung dalam aplikasi pengiriman makanan yang paling banyak dipilih pebisnis kuliner Malaysia, dirinya segera menyadari bahwa komisi yang diambil oleh penyedia platform itu terlalu tinggi.

Sehingga ia kemudian membawa bisnisnya itu ke Beepit, aplikasi yang lebih baru namun menetapkan tarif yang lebih rendah.

Baca juga: Kasus Covid-19 Harian Masih Melebihi 5.000, Lockdown Total di Malaysia Diperpanjang hingga 28 Juni

Nizar menyampaikan bahwa rata-rata biaya yang dikenakan Beepit mulai dari 5 hingga 12 persen, ini termasuk biaya transaksi.

Menurutnya, tarif ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan aplikasi populer yang ia gunakan sebelumnya yang mengambil komisi sebesar 30 persen, termasuk biaya transaksi.

"Saat ini kami juga berhenti memesan produk dalam jumlah besar dari pemasok, sebagai gantinya ya kami membeli dari supermarket. Meski harganya lebih tinggi, setidaknya melalui cara ini kami tidak membuang-buang uang," tegas Nizar.

Begitu pula hal yang dirasakan Afif Ter dari Beard Brothers BBQ.

Ia juga menghadapi masalah yang sama dengan aplikasi pengiriman makanan populer tersebut.

Hal itulah yang akhirnya membuatnya memutuskan untuk mengambil cara yang berbeda dan mengarahkan pesanannya ke situs web brand kuliner itu sendiri.

"Kami dulu menggunakan aplikasi pengiriman Foodpanda dan AirAsia, tapi kami memutuskan akan lebih baik jika langsung menerima pesanan dari pelanggan kami. Kami menemukan bahwa model bisnis berbasis komisi dari platform itu tidak memberikan keuntungan berkelanjutan bagi kami," tegas Afif.

Sejak saat itu, BBQ Joint telah menciptakan tampilan online untuk restoran mereka di beardbrothersbbq.com, di mana pelanggan mereka dapat memilih opsi pengiriman atau pengambilan sendiri.

"Kami telah menghilangkan item tertentu dari menu kami dan berfokus pada item populer serta menu apa yang mudah untuk dipanaskan dan dibawa," kata Afif.

Sedangkan di situs kuliner yang dimiliki saudaranya, beardbrothers.com.my, pelanggan juga dapat menemukan perlengkapan BBQ seperti kayu bakar dan perlengkapan memasak daging.

Penutupan restoran pada masa pandemi ini juga memiliki efek domino pada rantai pasokan.

Seorang pemasok daging mengatakan bahwa persediaan perusahaannya dipenuhi dengan produk yang mudah rusak akibat penutupan restoran.

"Steak kelas atas harus dikosongkan dari persediaan untuk mencegah pembusukan, terkadang kami menjualnya dengan harga yang bahkan hanya kurang dari setengah harga normalnya. Kami juga mencoba yang terbaik untuk mendorong penghematan biaya pengantaran ke restoran. Tapi bisnis takeaway tidak menjanjikan karena permintaan untuk takeaway jauh lebih rendah daripada dine-in," kata pemasok.

Menurut pemasok daging itu, hal tersebut berlaku untuk banyak produk segar lainnya yang berasal dari importir lain yang dibawa khusus ke restoran, seperti ikan, sayuran, dan hasil pertanian lainnya.

Baca juga: Audiensi Raja Malaysia dengan Pemimpin Partai: Mahathir Serang Muhyiddin, Anwar Tekan Status Darurat

Perlu diketahui, MCO 3.0 dimulai pada enam negara bagian di Malaysia sejak 5 Mei lalu, setelah peningkatan yang stabil dalam kasus Covid-19 menempatkan pembatasan moderat pada bisnis dan perjalanan, termasuk larangan makan di tempat.

Terlepas dari kebijakan pembatasan ini, negara itu mulai mencatat lebih dari 7.000 kasus baru dalam sehari pada akhir Mei lalu.

Pemerintah Malaysia pun mengumumkan bahwa 'lockdown penuh' akan diberlakukan mulai 1 Juni hingga 14 Juni 2021.

Namun sejak saat itu, kebijakan ini diperpanjang hingga 28 Juni mendatang.

Hingga kemarin, kasus harian telah turun menjadi 5.793, menunjukkan beberapa tanda pemulihan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas