POPULER Internasional: Profil 4 Kandidat Presiden Baru Iran | Krisis Pangan di Korea Utara
Rangkuman berita populer Internasional, di antaranya profil keempat kandidat presiden baru Iran.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Inilah rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dalam 24 jam terakhir.
Iran tengah menggelar pemilu presiden, ada 4 kandidat yang bersaing.
Sementara itu, Donald Trump akhirnya sadar dirinya bukan lagi Presiden AS setelah melihat pertemuan Joe Biden dan Vladimir Putin, ungkap analis politik.
Di Myanmar, pasukan junta membakar desa berpenduduk 800 orang, dua lansia tewas.
Di sisi lain, Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, telah mengakui negaranya tengah menghadapi kekurangan pangan.
1. PROFIL 4 Calon Presiden Baru Iran: Ebrahim Raisi hingga Abdolnaser Hemmati
Penduduk Iran menggelar pemilihan presiden hari ini, Jumat 18 Juni 2021.
Ada 4 kandidat yang akan menggantikan posisi Hassan Rouhani.
Hassan Rouhani, seorang moderat yang berusaha untuk terlibat dengan Barat, tidak dapat mencalonkan diri kembali karena dia telah menjabat dua periode empat tahun berturut-turut.
Dilansir BBC.com, jajak pendapat menunjukkan Ebrahim Raisi, seorang ulama Syiah konservatif yang mengepalai peradilan, adalah favorit masyarakat.
Sementara mantan gubernur bank sentral moderat Abdolnasser Hemmati adalah saingan utamanya.
Baca juga: Jubir FDA: 1 Juta Dosis Vaksin Virus Corona Telah Diimpor ke Iran
Baca juga: Pandangan Iran Terhadap Pemerintahan Baru Israel di Bawah Kepemimpinan Naftali Bennett
Pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei memberikan suaranya pada Jumat pagi di Teheran dan mendorong orang untuk pergi ke tempat pemungutan suara.
"Setiap suara dihitung ... datang dan pilih dan pilih presiden Anda," katanya.
"Ini penting untuk masa depan negara Anda,"
Saat ini, ada ketidakpuasan yang meluas di kalangan warga Iran atas kesulitan ekonomi yang mereka hadapi sejak AS membatalkan kesepakatan nuklir dengan Iran tiga tahun lalu dan memberlakukan kembali sanksi yang melumpuhkan.
2. Trump Akhirnya Sadar Dia Bukan Lagi Presiden setelah Lihat Pertemuan Biden-Putin, Ungkap Analis
Donald Trump akhirnya sadar dirinya bukan lagi presiden AS setelah melihat pertemuan Joe Biden dan Vladimir Putin, ungkap analis politik CNN Maggie Haberman, yang juga merupakan jurnalis The New York Times.
"Ini adalah peristiwa yang menggarisbawahi orang-orang di sekitar Trump dan mantan presiden itu sendiri bahwa dia bukan presiden lagi," kata Haberman di CNN, Independent melaporkan.
"Ini adalah jenis acara di panggung dunia, yang mendapatkan perhatian besar, yang sangat dia nikmati, yang dia lihat sebagai salah satu ornamen kantor, yang dia pikir berbicara tentang kekuatan dan kekuatan. Ini adalah momen nyata dimana, 'Oh, orang lain adalah presiden dan bukan Donald Trump'."
Baca juga: Ahli Kerajaan Sebut Ratu Elizabeth Merasa Lega akan Bertemu Joe Biden, Bukan Donald Trump
Baca juga: Biden Beri Kacamata Hitam Buatan Randolph USA untuk Vladimir Putin
Pembawa acara CNN John Berman kemudian mengatakan bahwa presiden satu periode dan timnya tampak sangat sensitif tentang pertemuan Biden-Putin itu.
"Organisasinya mengirim email kemarin yang memberi tahu semua orang bahwa dia lebih populer daripada sebelumnya, dia adalah pemimpin Partai Republik," kata Berman.
"Sepertinya itu benar-benar penting baginya."
Donald Trump kemudian muncul di Fox News setelah KTT itu dan mengklaim bahwa KTT itu adalah "hari yang baik bagi Rusia".
"Kami tidak mendapatkan apa-apa. Kami memberikan panggung yang sangat besar untuk Rusia, dan kami tidak mendapatkan apa-apa," kata Trump kepada Hannity dari Fox News.
Pertemuan Joe Biden dan Vladimir Putin: Bicara soal HAM, Alexei Navalny, hingga Serangan Siber
Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu di Jenewa, Swiss pada Rabu (16/6/2021) untuk membahas sejumlah isu.
3. Pasukan Junta Bakar Desa Berpenduduk 800 Orang di Myanmar, 2 Lansia Tewas Terbakar
Pasukan Junta membakar sebuah desa berpenduduk 800 orang di Myanmar.
Hal ini menyebabkan dua lansia terbakar sampai mati.
Demikian disampaikan penduduk desa pada Rabu (16/6/2021).
Televisi pemerintah, MRTV melaporkan kebakaran berlangsung di Kin Ma, wilayah Magway pada Selasa (15/6/2021).
Dilansir CNN, Reuters tidak dapat memverifikasi secara independen apa yang menyebabkan kebakaran tersebut.
Pihak junta juga tidak merespons saat dimintai konfirmasi oleh media.
Baca juga: Cerita Warga Myanmar Angkat Senjata Lawan Junta: Sebelum Kudeta Saya Bahkan Tak Bisa Bunuh Binatang
Baca juga: Warga Sipil Angkat Senjata Melawan Junta: Satu-satunya Pilihan hingga Sebut Myanmar bak Rumah Jagal
"Ada sekitar 30 rumah tersisa di wilayah Kin Ma yang luluh lantak terbakar."
"Sekitar 200 rumah menjadi tumpukan abu dan batu bata," kata beberapa penduduk desa yang memberikan laporan lewat telepon dan foto-foto yang diterima Reuters.
Api cukup besar terekam sistem pelacakan satelit NASA pada pukul 21.52 waktu setempat pada Selasa (15/6/2921).
Penduduk desa yang enggan disebutkan namanya mengatakan, pasukan keamanan membakar Kin Ma setelah menghadapi lawan junta.
4. Kim Jong Un Akui Korut sedang Krisis Pangan, Harga Pisang di Pyongyang Capai Rp641 Ribu
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, telah mengakui negaranya tengah menghadapi kekurangan pangan.
Menurutnya, krisis pangan di Korea Utara disebabkan oleh topan dan banjir tahun lalu, dikutip dari CNN.
Kim mengatakan dalam rapat pleno Partai Buruh Korea, bahwa negaranya mengalami "situasi pangan yang genting", Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) melaporkan pada Rabu.
Negara yang tertutup ini semakin memisahkan diri dari dunia luar selama pandemi.
Berbicara pada Selasa, Kim menyebut kondisi dan lingkungan yang dihadapi Korea Utara "menjadi lebih buruk saat memasuki tahun ini."
Baca juga: Kim Jong Un Serukan Korea Utara Siap Berkonfrontasi dengan Amerika Serikat
Baca juga: Kim Jong Un Sebut K-Pop sebagai Kanker Ganas, Tingkatkan Hukuman bagi Warga yang Nekat Mendengarkan
Padahal, ekonomi Korea Utara secara keseluruhan menunjukkan perbaikan.
Ia menuturkan, pertemuan partai yang berkuasa harus mengambil langkah terkait masalah tersebut, menurut KCNA.
Walaupun Kim tak membeberkan secara jelas soal kekurangan pangan yang dihadapi Korea Utara, tampaknya situasi tersebut serius.
Pada April, KCNA menyebut Kim mendesak orang-orang untuk mengambil tindakan lainnya terkait "Maret yang sulit", saat berpidato di pertemuan politik tingkat atas.
Istilah "Maret yang sulit" mengacu pada periode kelaparan yang menghancurkan Korea Utara di awal 1900-an.
(Tribunnews.com)