Diburu Selama Sebulan, Desertir Tentara Belgia yang Dijuluki “Rambo Belgia” Ditemukan Tewas di Hutan
Penembak jitu Jurgen Conings, yang dijuluki Rambo Belgia, ditemukan tewas di hutan, satu bulan setelah ia desertir dan mengeritik penanganan Covid-19.
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM – Seorang tentara penembak jitu yang dijuluki “Rambo Belgia” ditemukan tewas ddi kawasan hutan dekat Dilsen-Stockhem.
Penyelidikan awal pihak kepolisian menyebutkan, Jurgen Conings (46) tewas karena bunuh diri, namun penyelidikan lebih lanjut sedang dilakukan.
Seperti dilansir dari The Sun, Conings disebutkan prajurit neo-Nazi yang sedang dalam pelarian. Ia menjadi desertir dengan bersenjatakan peluncur roket, senapan mesin, dan sebuah list darftar nama sepuluh orang.
Conings menghilang dari baraknya bulan lalu . Ia mengklaim akan melawan secara pribadi ahli virologi dan elit politik terkait dilakukannya lockdown akibat Covid-19.
Ahli paling senior Belgia, Profesor Marc van Ranst, dikhawatirkan menjadi salah satu target utama Conings, dan ia kini ditempatkan di rumah persembunyian polisi.
Baca juga: Tekan Lonjakan Kasus Covid-19, Satgas IDI Sarankan Pemerintah Lockdown 2 Minggu
"Dia adalah penembak jitu terlatih dengan persenjataan berat, bahan dan senjata kelas militer," katanya kepada BBC.
"Jadi, ini adalah tipe orang yang kamu lebih suka untuk tidak memburumu,” ujar van Ranst.
Dia mengungkapkan bahwa sesaat sebelum dia dipaksa bersembunyi, dia benar-benar melihat Conings yang bersenjata berat berada di luar rumahnya.
Penembak jitu itu tampaknya sedang menunggunya kembali dari pekerjaan, tetapi van Ranst bersama istri dan putranya sudah ada di rumah.
Didesak untuk menjauh dari jendela, tidak pergi ke luar dan tinggal di lokasi rahasia, van Ranst menggambarkan situasinya sebagai "tidak nyata".
Baca juga: Darurat! Rem Lonjakan Kasus Covid-19, Muncul Opsi Lockdown Total, Jangan Kendor Protokol Kesehatan
"Kami tidak takut, kami hanya berhati-hati. Ini cukup nyata, tetapi mengetahui lebih baik daripada tidak mengetahui, karena setidaknya saya dapat mengambil tindakan pencegahan ini," kata professor ini.
Dia menambahkan: Jika sering berada di televisi beberapa kali setiap hari selama berbulan-bulan, orang-orang muak dan bosan. Itu tidak dapat dihindari.
"Ada sekelompok orang yang membenci sains dan membenci ilmuwan. Sangat sering mereka takut dan tidak yakin,” kata van Ranst.
Conings adalah bentuk nyata dari kelompok pendukung anti-lockdown, anti-vaksinasi dan teori konspirasi yang menganggap Covid-19 hanyalah hoax.
Pihak berwenang Belgia menggambarkan Conings sebagai orang yang sangat berbahaya yang telah dipantau dalam daftar pengawasan teror selama bertahun-tahun.
Baca juga: Ilmuwan China Bantah Teori Covid-19 Berasal dari Kebocoran Institut Virologi Wuhan
Sebelum menghilang, Conings mengosongkan rekening banknya, mengambil sejumlah amunisi termasuk rudal anti-tank.
First Blood
Pencarian dan perburuan terhadap Conings berlangsung di hutan Belgia. Sebagian menyebut pencarian ini seperti adegan dalam film First Blood, yang dibintangi Sylvester Stallone, dan membuat Conings disebut sebagai Rambo Belgia.
Ratusan tentara pasukan khusus menggeledah hutan di taman Hoge Kempen dekat tempat mobilnya ditemukan pada awal Juni.
Operasi militer pencarian Conings melibatkan sekitar 600 tentara - termasuk dari Belanda dan Jerman - karena mereka gagal menemukannya.
Saat menghilang, Conings meninggalkan surat yang mengeritik pembatasan penguncian (lockdown) dan mengatakan dia siap mati untuk melawan mereka.
Conings juga dikhawatirkan memiliki kaki tangan yang mungkin membantunya dan merupakan anggota milisi fasis yang dikenal sebagai Legiun Flemish.
Dia telah aktif dalam penyelidikan sejak Agustus 2020 setelah dia ditemukan berusaha menemukan alamat Profesor van Ranst.
Baca juga: Ahli Virologi Top Jerman Ragukan Klaim Strain Baru Covid-19 Sangat Menular
Dan dia ditandai sebagai "ekstremisme yang berpotensi kekerasan" pada awal 2021.
Sejak masuk tentara Belgia pada usia 18 tahun, Conings pernah bertugas di Afghanistan dan Libya,.
Dalam catatan yang ditinggalkannya setelah kepergiannya, Conings menyebut elit politik dan ahli virus menabur kebencian dan frustasi. “Saya tidak bisa hidup dengan kebohongan,” sebutnya. (Tribunnews.com/TheSun/Hasanah Samhudi)