UNESCO akan Hapus Liverpool dari Situs Warisan Dunia, Ini Alasannya
UNESCO berencana akan menghapus situs Liverpool Mercantile Maritime City dari warisan dunia, ini alasannya
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) berencana akan menghapus situs Liverpool Mercantile Maritime City dari warisan dunia.
UNESCO menganggap, Pemerintah Liverpool telah mengabaikan saran UNESCO terkait pembangunan gedung pencakar langit di lokasi situs tersebut.
Namun demikian, hal ini masih menjadi wacana UNESCO sebelum diputuskan secara langsung dalam rapat komite warisan dunia.
Dikutip dari Tayangan Kompas Tv, Selasa (29/6/2021) komite warisan dunia dijadwalkan akan mengadakan pertemuan di Tiongkok, China bulan depan.
Hal ini dilakukan, setelah sebelumnya terjadi pembatalan pertemuan pada tahun 2020 lalu, karena pandemi.
Baca juga: Ciptakan Lapangan Kerja, Sandiaga Uno Ajukan Maros Pangkep Geopark Ke UNESCO
Baca juga: Tari Saman Gebrak Unesco International Dance Day di Wellington Selandia Baru
Pada pertemuan tahun 2021 ini, akan membahas situs baru mana yang harus ditambahkan ke daftar.
Selain itu, pada kesempatan ini pula, UNESCO akan membahas situs mana yang harus dihapus.
Dalam sebuah laporan yang dirilis UNESCO minggu lalu, UNESCO telah merinci situs-situs mana yang mengalami kerusakan.
Baik karena ulah manusia yakni, perang maupuan pembangunan berlebihan.
Selain itu, juga kerena adanya bencana alam yang telah merubah karakter situs.
Sebelumnya, UNESCO juga telah mengusulkan dua situs yang dihapus dari situs warisan dunia.
Dua situs yang dihapus yakni Arabia Century di Oman pada tahun 2007 lalu.
Baca juga: Kebaya Kutubaru dan Karini Bakal Didaftarkan ke UNESCO Sebagai Warisan Dunia Tak Benda
Hal ini karena eksplorasi minyak dan gas.
Sementara situs yang kedua, yakni Lembah Dresden Elbe di Jerman, setelah sebuah jembatan dibangun di lokasi tersebut.
Situs yang akan dihilangkan adalah Selous Game Reserve di Tanzania karena sebuah bendungan sedang dibangun di lokasi tersebut.
Selain itu, situs Maritime Mercantile City Liverpool di Inggris yang merupakan pelabuhan saksi perkembangan salah satu pusat perdagangan utama dunia pada abad ke-18 dan ke-19.
Liverpool adalah pelopor dalam pengembangan teknologi dermaga modern, sistem transportasi dan manajemen pelabuhan.
Sehingga, UNESCO memberikan status warisan dunia kepada Maritime Mercantile City Liverpool pada 2004 silam.
Baca juga: UNESCO Tetapkan Pantun sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda
Namun, UNESCO menyayangkan kembali dibuatnya dermaga dengan mengatakan bangunan modern telah merusak karakternya.
Dikutip dari Kompas.com, Selasa (29/6/2021), UNESCO menganggap Pemerintah Liverpool mengabaikan saran UNESCO terkait pembangunan gedung pencakar langit.
Hal ini bahkan sudah diperingatkan oleh UNESCO sejak 2017, yang secara khusus merujuk pada perubahan skema pembangunan kembali Pelabuhan Liverpool.
Untuk diketahui, pembangunan kembali Pelabuhan Liverpool menghabiskan 5 Miliar Euro.
UNESCO kemudian berdiskusi dengan dewan kota Liverpool terkait pembangunan ini.
Perwakilan Liverpool diminta perlunya menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan pelestarian penampilan bersejarah pelabuhan.
Apalagi, pada tahun 2012, tepi laut di pelabuhan itu sempat terdaftar sebagai wilayah beresiko.
Laporan yang dirilis pada Senin (21/6/2021) menyebut bahwa UNESCO telah memberi Inggris “nasihat yang konsisten” selama sembilan tahun terakhir.
Baca juga: Kemlu Merefleksikan 70 Tahun Hubungan RI-UNESCO
Namun, dijelaskan bahwa Inggris tidak dianggap tidak mematuhi saran dan permintaan berulang dari komite warisan dunia.
Sementara itu, Inggris dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada metode hukum lokal atau nasional yang memaksa untuk menghentikan pembangungan.
Bahkan demi melestarikan status warisan dunia.
Wali Kota Metro Liverpool, Steve Rotheram menyatakan bahwa dirinya kecewa dengan rekomendasi itu.
"Liverpool tidak boleh dihadapkan pada pilihan biner, antara mempertahankan status warisan atau meregenerasi komunitas tertinggal," ujar Steve Rotheram.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)(Kompas.com/Tito Hilmawan Reditya)