25 Tokoh Agama dan Politik Amerika Dukung Seruan Masjid Muhammad
Tokoh-tokoh agama, politik, dan intelektual Amerika Serikat (AS) berkumpul di Masjid Muhammad, di Washington, DC, Selasa (13/7) siang waktu setempat.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON DC - Tokoh-tokoh agama, politik, dan intelektual Amerika Serikat (AS) berkumpul di Masjid Muhammad, di Washington, DC, Selasa (13/7) siang waktu setempat.
Mereka hadir untuk menyaksikan diumumkannya pembentukan aliansi antara Gerakan Global Humanitarian Islam, Komunitas Warith Deen Mohammed, dan World Evangelical Alliance (WEA) untuk membangun ikatan yang kokoh di antara agama-agama dunia dalam upaya bersama mencari jalan keluar dari konflik antaridentitas dan memperjuangkan perdamaian.
Hadir antara lain, Johnnie Moore (juru bicara komunitas Evangelis Amerika dan tokoh Partai Republik); David Saperstein (pemimpin Yahudi Reformis yang juga tokoh Partai Demokrat); Paul Marshal (The Hudson Institute); Imam Imam Talib Shareef, pimpinan komunitas W. Deen Mohammed; dan Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf. Beberapa utusan KBRI di Washington, DC juga hadir dalam kesempatan itu.
Aliansi tiga pihak tersebut mengumumkan pernyataan bersama yang mereka sebut “The Nation’s Mosque Statement” (Seruan Masjid Muhammad). Mereka mengajak semua orang yang berkehendak baik dari semua agama dan kebangsaan untuk bergabung dalam aliansi global yang dibangun di atas landasan nilai-nilai keadaban bersama (shared civilizational values).
Baca juga: Profil KH Yahya Cholil Staquf, Tokoh NU Asal Rembang
Menurut Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf, aliansi global itu bertujuan untuk mencegah dijadikannya identitas sebagai senjata politik, membendung penyebaran kebencian komunal, mempromosikan solidaritas, dan saling menghormati di antara kelompok-kelompok, budaya-budaya dan bangsa-bangsa yang berbeda, serta memperjuangkan terwujudnya tata dunia yang sungguh-sungguh adil dan harmonis berdasarkan penghormatan terhadap kesetaraan hak dan martabat bagi setiap manusia.
Lebih dari 25 tokoh agama dan politik Amerika yang hadir ikut membubuhkan tanda tangan sebagai tanda dukungan mereka bagi seruan tersebut.
Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf dan Sekretaris Jenderal WEA Dr. Thomas Schirrmacher, menyampaikan pidato kunci dalam forum yang diprakarsai oleh The Center For Shared Civilizational Values (CFSCV) itu.
“Kita mewarisi sejarah ratusan tahun konflik antaragama. Kini, dalam konteks realitas abad ke-21, dunia tidak tidak mungkin menahankan konflik seperti di masa lalu karena jelas akan membawa keruntuhan peradaban umat manusia seluruhnya,” tegas Gus Yahya, sapaan akrab Katib Aam PBNU, Rabu (14/7/2021).
Gus Yahya menyatakan, kini saatnya agama-agama dituntut untuk membangun landasan teologi yang kokoh di lingkungan masing-masing, untuk memberikan panduan bagi umatnya agar mampu hidup berdampingan secara damai di tengah perbedaan.
Di kesempatan itu Gus Yahya menyampaikan salam dari Ketua dan Pendiri CFSCV KH Ahmad Mustofa Bisri. Dia juga menjelaskan bahwa apa yang dijalankannya merupakan pelaksanaan amanat dari mendiang KH Maimun Zubair bahwa Indonesia harus memberi teladan kepada dunia tentang Bhinneka Tunggal Ika.
Baca juga: Gus Baha dan PBNU Ajak Masyarakat Tidak Hilang Harapan pada Allah di Tengah Pandemi
Thomas Schirrmacher mengungkapkan keyakinannya atas kerja sama dengan Nahdlatul Ulama (NU). “Kami telah melihat bukti-bukti nyata bahwa Nahdlatul Ulama tidak hanya bermulut manis dalam soal perdamaian, tapi sungguh-sungguh bergulat dalam pemikiran dan gerakan nyata," katanya.
Dalam acara itu juga diluncurkan sebuah buku berjudul "Reimagining Muslim-Christian Relations in the 21st Century” (Merangkai Kembali Hubungan Muslim-Kristen di Abad ke-21), yang merupakan kompilasi tulisan-tulisan dari para tokoh NU seperti KH Abdurrahman Wahid dan KH A. Mustofa Bisri, serta para tokoh WEA. Sebagai tulisan utama adalah versi bahasa Inggris dari “Muqaddimah Qanun Asasi” yang merupakan pidato pembukaan dalam Muktamar NU yang pertama oleh Hadratussyeikh KH M. Hasyim Asy’ari.
“Dengan buku ini, untuk pertama kalinya Muqaddimah Qanun Asasi diterjemahkan dan diterbitkan dalam Bahasa Inggris," kata C. Holland Taylor, Duta Khusus GP Ansor untuk Amerika, Eropa, dan PBB.
“Sebenarnya sangat terlambat bahwa dunia harus menunggu hampir seratus tahun sebelum memeroleh akses kepada pemikiran pendiri NU yang isinya sangat dibutuhkan bagi pencerahan umat manusia karena menjelaskan kenapa suatu masyarakat dan peradaban bisa runtuh dan bagaimana membangkitkan dan membangun peradaban mulia yang kokoh. Apabila dunia mau memerhatikan dan mengikuti panduannya, pemikiran Hadratussyeikh ini akan menjadi pertolongan besar di tengah kemelut yang melanda saat ini," imbuhnya. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.