Rumah Sakit di Thailand Penuh, Banyak Pasien Covid-19 Meninggal di Jalanan
Tak hanya di Indonesia, kasus COVID-19 juga melonjak tajam di sejumlah negara tetangga di Asia Tenggara.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, THAILAND - Tak hanya di Indonesia, kasus COVID-19 juga melonjak tajam di sejumlah negara tetangga di Asia Tenggara.
Thailand misalnya.
Negara gajah putih itu melaporkan rekor harian baru kasus COVID-19 dengan mencatat 14.575 infeksi pada Jumat (23/7/2021).
Kondisi ini membuat rumah sakit di Thailand kewalahan menerima pasien yang terpapar virus corona.
Perdana Menteri Thailand Prayut Cha-o-cha menuntut para pejabat menemukan cara untuk membawa orang sakit ke rumah sakit setelah banyak pasien COVID-19 ditemukan tewas di jalan-jalan di Kota Bangkok.
“Yang terpenting, kita harus memikirkan apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi jumlah orang terinfeksi yang menunggu ambulans di rumah atau di jalan-jalan,” kata Prayut, Kamis (22/7/2021), dikutip Channel News Asia.
Baca juga: Israel Akan Mulai Uji Klinis Vaksin Covid-19 Versi Kapsul
“Gambar (kematian) ini tidak boleh dilihat lagi. Ini adalah tanggungjawab setiap instansi, tidak hanya Kementerian Kesehatan. Beberapa lembaga yang terlibat perlu mencari cara untuk membawa pasien ini ke rumahsakit lapangan,” ujarnya.
Jumlah orang yang ditemukan tewas di jalan dan rumah akibat COVID-19 di Bangkok, ibu kota Thailand, meningkat setiap hari, menurut seorang pejabat badan amal yang membantu menjemput mereka.
Somboon Kwan-on, Kepala Unit Penanggulangan Bencana Yayasan Poh Teck Tung, mengatakan dalam sebuah wawancara telepon, timnya bisa membawa delapan hingga 10 orang yang meninggal akibat Covid-19 yang ditemukan di jalan per hari.
Thailand merawat dan mengisolasi siapa pun yang positif terkena virus corona di rumah sakit, sehingga membebani jumlah tempat tidur yang tersedia.
Hampir 4.000 pasien COVID-19 berada di unit perawatan intensif (ICU) pada Jumat, termasuk 900 menggunakan ventilator, Apisamai Srirangsan, wakil juru bicara Pusat Penanganan COVID-19 Thailand mengungkapkan.
Sementara lebih dari 20.000 orang di wilayah Bangkok menunggu di tempat perawatan COVID-19, tidak termasuk lebih dari 2.500 orang yang melakukan isolasi mandiri di rumah atau lingkungan komunitas.
Di Bangkok saja, ada 70 orang yang masih menunggu mendapatkan perawatan di rumahsakit dalam kondisi kritis.
Kondisi di Malaysia
Covid-19 di Malaysia juga terus melonjak.
Bahkan Jumat (23/7/2021), Malaysia mencatatkan kasus tertinggi sejak Pandemi Covid-19 mewabah tahun lalu.
The Straits Times melaporkan tambahan 15.573 kasus positif baru dalam 24 jam terakhir.
Sehingga total kasus positif di Negeri Jiran sebanyak 980.491 kasus.
Noor Hisham Abdullah, Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia, dalam statemen terbarunya menyebut Selangor menjadi penyumbang infeksi terbanyak dengan 7.672 kasus.
Baca juga: Warga Malaysia di Singapura Ajukan Petisi agar Bisa Pulang Tanpa Menjalani Karantina Berbayar
Disusul Kuala Lumpur dengan 2.063 kasus dan Kedah 973 kasus.
Tak hanya itu, kasus Covid-19 di Malaysia dibayangi ancaman demo besar-besaran dokter muda menuntut kesejahteraan dan hak-hak yang belum terpenuhi selama pandemi berlangsung.
Hampir seluruh dokter muda yang akan mogok kerja ini berstatus kontrak.
Mereka beralasan tuntutan pekerjaannya semakin tinggi, namun pemerintah tak kunjung memenuhi tunjangan dan insentifnya.
Para dokter muda ini tergabung dalam kelompok Hartal Doktor Kontrak (HDK).
Mereka telah memperingatkan rumah sakit dan departemen kesehatan di Malaysia bahwa aksi mogok kerja pada Senin depan akan melibatkan hingga 20.000 dokter.
Kondisi Vietnam
Sementara itu kondisi serupa terjadi di Vietnam.
Vietnam akan memperpanjang penguncian ketat di Kota Ho Chi Minh hingga 1 Agustus mendatang.
Hal tersebut dilakukan karena negara tersebut belum berhasil memerangi pandemi Covid-19.
Setelah berhasil menahan virus untuk sebagian besar pandemi, Vietnam telah menghadapi penyebaran wabah virus corona yang rumit, dengan pusat bisnis di sebelah selatan Kota Ho Chi Minh dan provinsi sekitarnya menyumbang sebagian besar infeksi baru.
"Karena sifat varian Delta yang cepat menular dan tidak dapat diprediksi dan untuk melindungi orang serta meminimalkan kematian, otoritas kota telah memutuskan untuk memperketat sejumlah langkah untuk mengendalikan wabah," kata Kementerian Kesehatan Vietnam dalam sebuah pernyataan, Jumat (23/7/2021).
Jumlah layanan yang diizinkan untuk beroperasi selama penguncian akan dikurangi, kata kementerian kesehatan, mengutip Duong Anh Duc, Wakil Kepala Kota Ho Chi Minh.
Langkah-langkah yang saat ini diterapkan di kota tersebut telah berlaku sejak 9 Juli, termasuk perintah tinggal di rumah, larangan pertemuan yang lebih dari dua orang dan penangguhan layanan transportasi umum.
Layanan perbankan dan sekuritas di kota itu akan dikurangi ke tingkat minimal, sementara proyek konstruksi yang tidak perlu akan ditangguhkan, kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.
Penyemprotan disinfektan selama seminggu di daerah berisiko tinggi Covid-19 juga telah dimulai, tambah Kementerian Kesehatan.
Sejak akhir April, ketika wabah saat ini dimulai, Vietnam telah memberlakukan pembatasan pergerakan di sekitar sepertiga dari 63 kota dan provinsinya, termasuk di ibu kota Hanoi.
Kementerian Kesehatan melaporkan rekor 7.307 kasus pada hari Jumat, meningkatkan beban kasus keseluruhan Vietnam menjadi 81.678, dengan 370 kematian.
Kota Ho Chi Minh menyumbang sekitar 60% dari total kasus.
Otoritas kota telah meminta perdana menteri Vietnam untuk menambah personel untuk membantu memerangi wabah saat ini, kata kementerian kesehatan dalam sebuah posting Facebook pada hari Jumat.
Vietnam, yang sangat bergantung pada vaksin Covid-19 AstraZeneca, berusaha mempercepat program inokulasinya.
Negara tersebut menerima 1,2 juta dosis vaksin AstraZeneca pada hari Jumat, pengiriman terbesar dari pengadaannya sejauh ini. Sekitar 4,4 juta dosis telah diberikan di negara ini.
Namun data resmi menunjukkan bahwa kurang dari 335.000 orang telah divaksinasi penuh.
Sumber: Tribun Timur/Kontan.co.id/Tribunnews.com