Seorang Pria Prancis Mogok Makan Dua Minggu, Protes Anaknya Dilarikan Istrinya yang Warga Jepang
Pria Prancis mogok makan sebagai protes karena anaknya dilarikan istrinya yang warga Jepang, masalah ini sampai dibahas Presiden Prancis dan PM Jepang
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Sudah dua minggu Vincent Fichot (39) tidak makan satu suap pun makanan. Warga Prancis ini hanya bertahan dengan seteguk air sejak 10 Juli sementara gelombang panas melanda Tokyo.
Fichot adalah bankir di Jepang. Ia melakukan aksi mogok dengan berkemah di atas matras yoga di luar Stadion Olimpiade Tokyo.
Aksi mogok makannya adalah jalan terakhir dari keputusasaannya untuk menarik perhatian pada kesulitan traumatis para orang tua yang anak-anaknya telah "diculik" oleh pasangan mereka yang warga Jepang.
Fichot belum melihat atau mendengar sedikitpun kabar dari kedua anaknya, Tsubasa yang sekarang enam tahun, dan Kaede yang sekarang tiga tahun.
Ini terjadi sejak istrinya, yang dinikahinya pada 2009, menghilang pada Agustus 2018.
Baca juga: KPAI: Anak-anak Rentan Kehilangan Hak Pengasuhan akibat Pandemi Covid-19
Aksi mogok Fichot pun menjadi berita utama di Jepang dan luar negeri. Ia mengambil momen yang bertepatan dengan Olimpiade serta kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Akhirnya sejumlah pejabat di bawah Macron pun bertemu dengan Fichot pada Kamis (22/7).
Macron mengangkat masalah ini dalam pembicaraannya dengan Perdana Menteri Yoshihide Suga pada hari Sabtu (24/7).
Hasilnya, "Kedua negara berkomitmen untuk memperkuat dialog yang mengutamakan kepentingan anak-anak” sebut pernyataan bersama Macron-Suga, setelah bertemu selama 80 menit.
Hak Asuh Bersama
Keputusasaan dan penderitaan Fichot adalah satu dari masalah unik di Jepang. Negara Matahari Terbit ini tidak mempunyai Undang-Undang yang mengizinkan hak asuh bersama.
Dilansir dari The Straits Times, disebutkan, anak-anak diasuh hanya oleh satu orang tua jika mereka berpisah atau bercerai.
Baca juga: Viral Kisah Pengantin Pria Talak Istri Setelah Ijab Kabul, Ahli: Permainkan Perkawinan Itu Sembrono
Dan orang tua yang mengasuh memiliki hak untuk melarang mantan pasangannya bertemu dengan anak-anak mereka.
Masalah menjadi rumit karena kepolisian biasanya tidak terlibat dalam perselisihan keluarga.
Sementara hak asuh biasanya diberikan kepada orang tua yang secara teratur merawat anak-anak. Celah inilah yang kemungkinan meningkatkan kejadian “penculikan” anak atau anak dilarikan pasangan.
Masalah menjadi terungkap jika kasus ini melibatkan pernikahan dengan warga asing, baik pasangan campuran yang tinggal di Jepang maupun di luar negeri.
Tak jarang, pasangan Jepang yang tinggal di luar negeri melarikan diri dan balik ke Jepang. Mereka secara diam-diam membawa anak-anaknya, sehingga mereka dilindungi oleh Undang-Undang yang berlaku di Jepang.
Baca juga: Ternyata, Orang Tua Milenial Lakukan Hal Ini dalam Pola Asuh Anak
Fenemona kehilangan hak asuh bersama juga terjadi dalam pernikahan domestik Jepang. Pemain shogi profesional terkenal Takanori Hashimoto menyebutnya ia berhenti tahun ini untuk fokus pada perjuangan mendapatkan akses ke anaknya, yang "diculik" istrinya pada tahun 2019.
Scott McIntyre, seorang warga Australia yang tidak melihat kedua anaknya sejak 2019, mengatakan kepada Nikkei Asia: "Jepang mengeluh secara internasional tentang 13 anak yang diculik oleh Korea Utara, tetapi lebih dari 100.000 anak hilang di Jepang."
Perkiraan menunjukkan bahwa sebanyak 70 persen atau tujuh dari 10 anak Jepang yang orang tuanya berpisah atau bercerai sepenuhnya terputus dari satu orang tuanya.
Fichot telah mengangkat masalah ini secara global, termasuk di PBB dan Parlemen Eropa, mencatat bahwa Jepang melanggar Konvensi PBB tentang Hak Anak meskipun menjadi penandatangan.
Ia mengatakan pada konferensi pers baru-baru ini: "Ini adalah pelanggaran besar terhadap setiap perjanjian global dan hak asasi manusia, dan sayangnya hanya di Jepang kita melihat perilaku semacam ini dari pemerintah."
Baca juga: Hati Tsania Marwa Merasa Hancur, Menang Hak Asuh Tapi Tak Bisa Bersama Anak
Dia menambahkan bahwa dia ingin "mempertahankan hak dan kepentingan terbaik" anak-anaknya, yang telah kehilangan cinta dan perhatian dari salah satu orang tuanya.
Selain masalah "penculikan anak", Macron dan Suga juga membahas perlunya secara aktif mempertahankan pertahanan mereka secara regional untuk mewujudkan visi Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka.
Paris akan menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas berikutnya dalam tiga tahun, dengan Macron mendukung dorongan Suga untuk mewujudkan Olimpiade Tokyo.
Dia berkata: "Ini menunjukkan sesuatu: bahwa apa pun yang terjadi, kita harus beradaptasi, mengatur dan melakukan yang terbaik yang kita bisa." (Tribunnews.com/TST/Hasanah Samhudi)