Menolak Jadi Pion Perang Geopolitik AS-China, Negara Kecil Ini Cabut Proyek yang Didanai Beijing
Perdana Menteri Samoa memutuskan untuk membatalkan proyek pelabuhan yang didanai China berkaitan dengan persaingan geopolitik Washington dan Beijing.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Samoa memutuskan untuk membatalkan proyek pelabuhan yang didanai China berkaitan dengan persaingan geopolitik Washington dan Beijing.
Dilansir Reuters, Perdana Menteri Fiame Naomi Mataafa mengindikasikan hanya akan menyetujui investasi yang bermanfaat bagi negaranya.
Dia mengaku ragu dengan keuntungan negara Pasifik, termasuk Samoa, jika menjadi pion perang geopolitik antara AS dan China.
PM Mataafa menilai, China mulai tertarik masuk ke wilayah Pasifik setelah AS keluar dari kawasan ini.
"Tampaknya ada minat baru di Pasifik, yang mungkin merupakan hal yang baik, tetapi belum tentu," kata Mataafa pada Rabu (28/7/2021) kepada Reuters.
Baca juga: Miliarder Vokal China Sun Dawu Divonis 18 Tahun Penjara Karena Memprovokasi
Baca juga: Analis Amerika: China Bangun Pangkalan Kedua Bagi Peluncuran Rudal Nuklir
Samoa terletak di selatan khatulistiwa, atau pertengahan Hawaii dan Selandia Baru di wilayah Polinesia di kawasan Pasifik Selatan.
Negara berpopulasi sekitar 200.000 ini wilayahnya terdiri dari dua pulau utama, yaitu Upolu dan Savai'i, serta beberapa pulau kecil.
Masyarakat Samoa bergantung pada pertanian subsisten, pariwisata, perikanan, ekspor produk kelapa, dan pengiriman uang asing.
Negara ini belakangan terkena desakan geopolitik eksternal, ketika Washington dan sekutunya bereaksi atas posisi Beijing yang mulai kuat di perairan Pasifik.
Keterlibatan asing dalam infrastruktur vital, seperti pelabuhan dan landasan udara, sangat sensitif di Samoa.
Bahkan usulan pembangunan dermaga di Teluk Vaiusu oleh China telah berperan dalam pemilihan pada April lalu.
Mantan pemimpin Samoa, Tuilaepa Sailele Malielegaoi, berjanji membangun pelabuhan dengan bantuan China senilai $100 juta.
Sebelumnya, proyek serupa dianggap tidak layak secara ekonomi oleh Asian Development Bank.
Mataafa, perdana menteri terpilih saat ini, pada Mei lalu mengatakan kepada Reuters akan membatalkan proyek dari China karena dinilai berlebihan.
China adalah kreditur tunggal terbesar di Samoa.
Negara Tirai Bambu menyumbang sekitar 40% atau sekitar $160 juta, dari utang luar negeri Samoa.
Menanggapi hal ini, jubir Kemenlu China, Zhao Lijian, mengatakan bahwa pemerintah Samoa meminta China melakukan studi kelayakan atas proyek ini, setelah pernyataan Mataafa pada Mei lalu.
Dia mengatakan bantuan ini tidak memiliki unsur politik.
Mataafa mengatakan China telah menjadi mitra jangka panjang dan pemerintahnya akan menganggap hubungan ini sama seperti dengan negara lainnya.
"Saya pikir sebagai pemerintahan baru yang datang, kami akan melakukan itu untuk China dan mitra lain yang kami miliki," katanya.
"China hanya menjadi yang terdepan karena sifat pekerjaan yang didanai. Ada banyak infrastruktur, kebanyakan membangun infrastruktur yang tidak dilakukan oleh donor lain," jelasnya.
Mataafa yang dilantik pada 23 Juli ini, merupakan perdana menteri wanita pertama di Samoa.
Baca juga: AS Khawatir Soal Ancaman Peningkatan Kekuatan Nuklir China
Baca juga: China Laporkan Lonjakan Kasus Baru Covid-19
Pemilihan Mataafa mengakhiri kebuntuan politik di negara ini sejak sengketa pemilu 9 April lalu.
Malielegaoi telah memerintah negara kepulauan Pasifik itu selama 22 tahun, membuatnya menjadi salah satu pemimpin terlama di dunia.
Mataafa mengatakan pemerintahnya akan fokus pada anggaran nasional karena pandemi Covid-19 telah menghancurkan industri penting dalam negeri.
Pengangkatannya sempat digagalkan oleh undang-undang.
Selain itu, warga tradisional Samoa kurang mendukung keterlibatan wanita dalam dunia politik.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)