Pemerintah Afghanistan Tawari Taliban Pembagian Kekuasaan Asal Akhiri Perang
Pemerintah Afghanistan dilaporkan menawari Taliban suatu pembagian kekuasaan asal menghentikan serangan di negara itu
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM, KABUL – Pemerintah Afghanistan mengusulkan pembagian kekuasaan kepada Taliban dengan imbalan penghentian kekerasan yang meningkat di negara itu.
Sumber penting pemerintah mengatakan kepada Al Jazeera bahwa tawaran itu disampaikan kepada Taliban secara tidak langsung melalui Qatar.
Qatar menjadi tuan rumah kantor politik Taliban dan pembicaraan damai Afghanistan yang berkelanjutan.
Perkembangan perundingan ini terjadi Kamis (12/8/2021), di saat Taliban merebut Ghazni, ibu kota provinsi ke-10 yang akan dikuasai dalam seminggu.
Namun, istana kepresidenan di Kabul tidak mengkonfirmasi perkembangan tersebut.
Baca juga: Pemerintah Afghanistan dan Taliban Bertemu di Doha, Bahas Pembicaraan Damai yang Sempat Mandek
Baca juga: Kritik Joe Biden, Trump Yakin Penarikan Pasukan AS di Afghanistan Sukses Jika Ia Masih Presiden
Istana hanya mengatakan tidak ada perubahan dalam rencananya saat pembicaraan damai diadakan di ibukota Qatar, Doha.
Abdullah Abdullah, Ketua Dewan Tinggi untuk Rekonsiliasi Nasional, bertemu dengan para pejabat dari Amerika Serikat, China, Rusia dan tetangga regional Afghanistan di Doha.
Pada hari Kamis, Abdullah mengatakan proposal perdamaian pemerintah telah diberikan kepada pemerintah Qatar. Namun ia tidak merujuk pada tawaran yang dilaporkan kepada Taliban.
“Kami telah mempresentasikan skema kami kepada tuan rumah dan Anda juga akan diberi satu,” kata Abdullah pada pertemuan Kamis dengan diplomat asing.
Dilansir dari Sputniknews, Abdullah juga menyerukan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB mengenai krisis di Afghanistan. Ia menggambarkan situasi saat ini “kritis”.
Baca juga: Amerika Serikat Desak Warganya Segera Tinggalkan Afghanistan, Gunakan Penerbangan Komersial
Baca juga: Pejabat AS: Taliban Bisa Kuasai Ibu Kota Afghanistan dalam 90 Hari
Pada bulan lalu, Juru Bicara Taliban Suhail Shaheen mengatakan pihaknya tidak ingin memonopoli kekuasaan.
Namun mereka menegaskan tidak ada perdamaian di Afghanistan sampai terbentuk pemerintahan baru yang dirundingkan dan Presiden Ashraf Ghani disingkirkan.
“Saya ingin memperjelas bahwa kami tidak percaya pada monopoli kekuasaan karena pemerintah mana pun yang (berusaha) untuk memonopoli kekuasaan di Afghanistan di masa lalu, bukanlah pemerintah yang berhasil,” kata Shaheen, dalam sebuah wawancara dengan kantor berita The Associated Press, yang dikutip Al Jazeera.
Ia menyebut Ghani sebagai penghasut perang dan menuduhnya menjanjikan serangan terhadap Taliban dalam pidatonya pada Idul Adha Selasa lalu.
Shaheen tak mengakui pemerintahan Ghani, yang dituduh penuh dengan penipuan selama pemilu 2019.
Baca juga: Bentrokan Hebat di Kunduz, Taliban Rebut Tiga Ibu Kota Provinsi Afghanistan Dalam Sehari
Baca juga: Ledakan Dahsyat dan Tembakan Guncang Kabul, Menteri Pertahanan Afghanistan Jadi Incaran
Kuasai Gazni
Sebelas dari 34 ibu kota provinsi Afghanistan sekarang berada di bawah kendali Taliban.
Pada hari Rabu, Adela Raz, Duta Besar Afghanistan untuk Amerika Serikat, mendesak Pentagon untuk meningkatkan dukungan udara segera bagi pasukan Afghanistan.
Intelijen AS baru-baru ini memperkirakan bahwa Kabul bisa jatuh ke tangan Taliban dalam waktu enam sampai 12 bulan setelah kepergian pasukan AS dan NATO.
Laporan yang saling bertentangan itu muncul saat Taliban mengklaim ibu kota provinsi ke-10, kota Ghazni, sekitar 150 km selatan Kabul.
Video gubernur provinsi, Daoud Laghmani, melarikan diri beredar online pada hari Kamis.
Baca juga: 2.500 Warga Afghanistan yang Bantu Militer Asing selama Perang Dievakuasi ke AS
Baca juga: Warga Afganistan Berbondong Bikin Paspor untuk Menyelamatkan Diri dari Taliban
Dia ditahan saat mencapai provinsi Maidan Wardak, yang berbatasan dengan Kabul.
Ini bukan pertama kalinya Laghmani menjadi pusat kontroversi.
Sebelumnya di musim panas, dia dikirim ke Provinsi Faryab untuk menjabat sebagai gubernur di sana tetapi dia menghadapi protes dari penduduk setempat, yang mengatakan dia tidak mewakili mereka dan tidak bisa berbicara bahasa Uzbekistan.
Laghmani diangkat kembali menjadi Gubernur Ghazni dalam beberapa minggu setelah penunjukkannya untuk Faryab.
Bulan lalu, Taliban mengatakan akan merilis rencana perdamaiannya sekitar bulan Agustus, tetapi kelompok bersenjata itu belum mengumumkannya. (Tribunnews.com/Aljazeera/Sputniknews/Hasanah Samhudi)